Thursday, June 3, 2010

Malam pengantin sang pramugari

Namaku Topo, usia 36 tahun. Saat ini bekerja di kantor pemda, sedang mendapatkan pendidikan S2 di Bandung, dan dipercaya menjadi asisten dosen. Aku belum menikah tetapi soal hubungan sex aku sering melakukannya dengan pacar-pacarku atau mahasiswi yang entah karena alasan ingin mendapatkan nilai bagus atau hanya sekedar lulus dari mata kuliah di mana aku menjadi asisten dosennya. Kadang aku melakukannya dengan wanita-wanita yang tertarik kepadaku, apakah itu wanita bersuami yang kesepian, wanita yang butuh kepuasan dan kenikmatan di ranjang, bahkan janda-janda kesepian yang butuh kehangatan dan kenikmatan dari lelaki. Semua kulakukan karena suka sama suka, tanpa melibatkan perasaan, yang ada hanya pemuasan nafsu. Pertama kali aku melakukan hubungan sex dengan perempuan adalah pada saat aku berusia 21 tahun, saat aku masih kuliah S1. Perempuan yang merenggut keperjakaanku adalah dosenku sendiri. Ia cantik, sexy dan pintar, berumur 28 tahun, tinggi 165 cm dan berat 48 kg dengan ukuran dada 34B, tetapi sudah tidak perawan saat tidur denganku, namun pandai dan binal sekali dalam memuaskan nafsu lelakiku, namamya Rina. Belakangan aku tau Mbak Rina ternyata isteri simpanan seorang pejabat di daerahku. Hubunganku dengannya berakhir setelah aku lulus, kadang-kadang saja kami bertemu dan berhubungan sex. Sampai sekarang kalau aku pulang kampung aku pasti menyempatkan diri untuk menikmati tubuh mulusnya yang masih terawat dengan baik dan memuaskan nafsu birahinya yang seperti tidak pernah terpuaskan.

Sebenarnya wanita pertama yang memberiku kenikmatan tubuh perempuan adalah tanteku sendiri, isteri muda dari adik ibuku bernama Poppy. Tante Poppy berumur 25 tahun, dengan tinggi dan berat 160cm/45 kg, ukuran dada 36B, sering kesepian karena oomku kerap keluar kota (walau masih muda aku harus menyebutnya tante karena status dia sebagai isteri oomku). Saat aku menginap di rumahnya, ia merayuku. Aku menikmati lekuk tubuhnya tapi tidak sampai berhubungan sex. Nafsuku dituntaskan lewat kuluman dan isapan di kejantanaku sampai aku keluar di mulutnya. Aku keluar berkali-kali di dalam mulutnya saja, air maniku semua ditelan habis, setelah tentu saja sebelumnya aku harus juga menciumi dan menjilati vagina Tante Poppy sampai dia orgasme. Setiap oomku keluar kota, Tante Poppy selalu minta ke oomku agar aku menginap menemaninya, alasannya takut sendirian. Bila ada orang lain aku harus memanggilnya tante, tetapi saat berdua aku diminta menyebut namanya saja, atau sayang atau sebutan mesra lainnya. Setelah dengan Tante Poppy, aku baru melakukan hubungan sex yang pertama dengan Mbak RIna, 2 hari kemudian aku meniduri teman sekuliahku Eka yang juga sudah bukan gadis saat berhubungan sex denganku. Esok harinya aku bertemu dan menemani Tante Poppy, karena aku sudah sering berhbungan sex, dengan cumbuanku membuatnya tidak dapat menahan birahi dan memintaku untuk menyetubuhinya. Sejak saat itu Poppy menjadi ketagihan bersetubuh denganku.

Dua minggu yang lalu aku menikah dengan seorang pramugari penerbangan nasional bernama Vivi. Awal perkenalanku dengannya adalah di daerah tempat aku kos di Bandung. Kebetulan aku sering berhubungan dengan ketua RW tempat aku tinggal yang tidak lain adalah ayah dari Vivi. Saat pertama melihat Vivi aku sangat tertarik terutama oleh bentuk tubuhnya yang langsing dan lekuk tubuhnya sexy, dan wajahnya yang cantik (aku melihat tubuhnya seperti menyimpan suatu gairah sex yang dahsyat). Setelah aku tahu dia adalah anak Ketua RW-ku, aku semakin sering berkunjung ke rumahnya dan akhirnya bisa berkenalan. Dari Pak RW aku tahu Vivi sudah bercerai dengan suaminya dan saat itu punya pacar tetapi sudah beristeri. Dengan pendekatanku yang baik, aku bisa mendapatkan lampu hijau dari Pak RW untuk mendekati Vivi. Walaupun pertama bertemu Vivi terang-terangan bilang sudah punya pacar, aku tetap ngotot melakukan pendekatan. Salah satu cara adalah dengan sering menelponnya dan mengirim sms, terutama di malam minggu yang aku tahu persis pacarnya tidak akan datang. Satu bulan setelah pertemuan itu, Vivi menerimaku untuk jadi pacarnya. Kami segera merencanakan peresmian hubungan kami karena aku takut Vivi berubah pikiran. Selain itu aku ingin segera menikmati tubuh sexynya karena dalam beberapa kali pertemuan Vivi tidak pernah mengijinkanku menyentuhnya. Enam bulan setelah pertemuan, aku resmi menjadi suaminya, setelah sebelumnya dengan resmi kami bertunangan. Untuk pernikahan kami, Vivi mengambil cuti selama 2 minggu. Sesuai rencana, setelah akad nikah selesai kami segera berangkat untuk menikmati bulan madu kami di Bali selama seminggu.

Malam pengantin kami lewati dengan gairah yang seperti tak ada habisnya. Begitu tiba di hotel sudah jam 5 sore. Aku masih menahan diri tapi aku sempat memeluk dan mencium bibir Vivi. Vivi tidak menolak dan membalas ciumanku dengan gairah. Sambil memesan makan malam, kami mandi tetapi Vivi menolak ketika aku ajak mandi bersama. Aku mandi lebih dahulu, baru kemudian Vivi. Vivi keluar dari kamar mandi dengan tubuh hanya dibalut handuk dari dada ke pahanya. Belahan dadanya terlihat jelas dan gudukan buah dadanya begitu menggairahkan. Aku mendekati Vivi memeluk dan menciumnya. Ketika aku mencoba untuk melepaskan handuk yang melilit tubuhnya, Vivi mendorong tubuhku, sambil berkata:
“Sabar ya, Bang. Abang peluk dan cium Neng aja tapi jangan minta gituan dulu, tahan sampai kita selesai makan. Nanti tanggung waktu kita enak, makanan kita datang. Abang jangan salah paham, bukan Neng gak mau. Neng juga mau…. mau banget melayani Abang” Vivi tanpa malu-malu mengutarakan keinginannya.

Aku sedikit kecewa tapi aku harus bersabar menahan nafsuku.
“Tapi Abang boleh nyusu ya, Neng? Abang ingin sekali” Vivi mengangguk
“Mulai malam ini tubuh Neng semua sudah jadi milik Abang” aku segera mengulum buah dada Vivi dan mengisap putingnya. Vivi mendesah dan menggeliat, aku semakin bernafsu.

“Baang….., oouuhh….aaahhh” Vivi mendesah.
“Mmhhh…mmmhhh….” aku membalas rintihan Vivi sambil tanganku menjalar ke pangkal paha Vivi. Vivi membiarkan tanganku mengelus pahanya yang mulus dan mengusap-usap pangkal pahanya.

“Baang Topoo…. Sudah dulu ya sayang…Vivi gak tahan” Vivi berusaha mendorong tanganku dari pangkal pahanya. Handuk yang dikenakan sudah lepas dari tubuhnya. Aku merasakan vagina Vivi sudah basah. Aku segera melepaskan celana pendek yang aku pakai. Begitu terlepas, tersembullah kemaluanku yang besar dan tegak karena aku tidak memakai celana dalam lagi. Aku meraih tangan Vivi agar menggenggam batang kemaluanku. Vivi segera memainkannya.

“Mmmhhh…Neng, enak banget Neengg.” aku merintih kenikmatan saat Vivi mengocok punyaku.
“Besar sekali, Bang” Vivi memuji batang kemaluanku yang berukuran 20 cm.
“Neng suka?” tanyaku. Vivi hanya mengangguk dan kepalanya turun ke arah kemaluanku dan segera mengulumnya. Aku tidak menyangka Vivi akan melakukan ini pada saat kami pertama kali bercumbu tetapi aku menikmatinya saat Vivi mulai mencium dan menjilati kemaluanku. Hanya sebentar Vivi melakukan oral dan segera berdiri lagi.

“Vivi pengen, Bang…” pinta Vivi sambil tangannya menggenggam batang kemaluanku dan mengarahkan ke lubang miliknya. Tanpa kesulitan batang kemaluanku masuk ke vagina Vivi yang memang dari tadi sudah basah dan siap menerima tubuhku. Aku mulai menekan dan mengocok kemaluanku di dalam vagina Vivi. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar kami. Kami bergegas mengambil pakaian, Vivi segera masuk ke kamar mandi. Ternyata pesanan makanan kami datang. Setelah room-boy pergi, Vivi keluar dari kamar mandi sambil tertawa kecil.

“Kenapa tertawa?” tanyaku. (Belakangan aku tau sebabnya Vivi tertawa, dia cerita pernah mengalami hal seperti ini saat berdua dengan pacarnya dulu, tapi begitu terdengar ketukan pacarnya kaget dan tanpa sadar langsung ejakulasi).
“Abang.. sih… nakal, gak bisa tahan dulu” ucapnya.
“Lho Neng kenapa juga membiarkan Abang?” balasku
“Abis Vivi juga pengen, sayang…” jawab Vivi sambil memeluk dan mengecup bibirku. Bahagianya aku punya isteri yang pintar menyenangkan suami.

“Ayoo… kita segera makan, Honey…biar lebih banyak waktu untuk kita bercumbu. Abang juga bisa nyusu lagi dan menikmati tubuh Vivi sepuasnya.” ajak Vivi.

Kami segera makan, tetapi makan kami seperti tidak kami nikmati karena kami makan cepat-cepat. Sepertinya kami sudah sepakat untuk segera menyelesaikan makan kami dan bercumbu lagi. Selesai makan Vivi segera menyikat gigi (ah…ternyata ia beanr-benar pandai menyenangkan lelaki), aku segera menyikat gigiku juga. Pada saat yang hampir bersamaan kami selesai menyikat gigi. Kami saling bertatapan penuh birahi. Aku memeluk Vivi dan mencium bibirnya yang ranum. Sudah lama sekali aku mendambakan mencium bibir ini. Vivi membalas dengan penuh gairah. Sambil berpelukan dan berciuman, tubuh kami perlahan menuju tempat tidur. Tanganku bergerak liar menelusuri lekuk tubuh Vivi, begitu juga tangan Vivi dengan tak sabar melucuti celana yang aku pakai. Saat tubuh kami rebah di ranjang, tak ada sehelai benangpun yang melekat.

Dengan bernafsu aku menciumi tubuh mulus Vivi. Vivi menggelinjang saat lidahku menelusuri lekuk-lekuk tubuh sexynya. Mulutku mengulum buah dada Vivi yang kenyal dan padat, memainkan puting payudaranya yang sudah tegak karena rangsanganku. DI saat mulutku mengulum buah dada yang kiri, tanganku juga meremas dan memainkan buah dada Vivi sebelah kanan. Bergantian aku menikmati payudara Vivi yang berukuran 34B. Tangan Vivi meremas dengan gemas kemaluanku.

.“Bang Topo sayaang…Vivi takut sama punya Abang, tapi Vivi suka. Ouuhh…aahh” Vivi merintih.
“Vivi sayaang….mulai sekarang punya Abang jadi milik Vivi. Mmhh…mmhh”

Saat mulutku mencapai vaginanya, Vivi memintaku memutar badan sehingga posisi kami menjadi 69. Aku menjilat dan menciumi lubang miliknya. Lidahku menelusuri vagina Vivi, kadang aku mengulum clitorisnya. Vivi merintih tapi mulutnya tidak henti mengulum dan mengisap batang kejantananku. Cukup lama kami dalam posisi 69 sampai Vivi meminta menyudahi permainan ini.

“Sssshhh…Bang, Vivi gak kuaaat….” rintihnya. Aku memutar tubuhku dan mengarahkan kejantananku ke vagina Vivi.

“Ooouhhhh… Bang, pelan-pelan, sayang.” Batang kejantananku dengan mudah terbenam di lubang kenikmatan Vivi karena sudah sangat basah. Tubuhku mulai naik turun di atas tubuh Vivi. Vivi juga mulai menggoyangkan pinggulnya. Irama tubuh kami begitu menyatu walaupun baru kali ini kami berdua berhubungan sex.

“Ooouuuhhhh……aaaahhhh……Bang Topo ku sayang, Nikmaatt….Bang” Vivi mendesah.
“Abang jugaa…nikmaat, Vivi sayaangg…Mmmhhh…. aaahhh” tanpa kuduga Vivi membalikkan tubuhku sehingga ia ada di atas tubuhku. Dengan liar Vivi menggerakkan dan menekan pinggulnya seakan-akan penisku ingin dimasukkan semua ke vaginanya. Pinggul Vivi bergerak maju mundur memberiku kenikmatan luar biasa. Posisi ini ternyata membuat Vivi tidak tahan dan….

“Baaannggg…. Vivi kelluuaarrr… oouhhh….aaahhhhh” Vivi mendapatkan orgasmenya yang pertama, kemudian tubuh mulusnya ambruk ke dadaku. Nafasnya memburu, bibirnya mengecupi wajahku dan kemudian mengulum bibirku.

“Makasih, Bang Topoku sayang. Abang hebat, Vivi puas, Bang” desahnya di telingaku.
“Tapi Abang belum keluar, Neng sayang…” aku balas mengulum bibirnya. Kami berciuman dengan penuh gairah dan Vivi mulai menggoyangkan pinggulnya lagi.
“Vivi tau, Baanng…. Sekarang Vivi yang akan puasin Abang.” Nampaknya Vivi ingin segera memuaskanku sehingga Vivi tidak lama-lama menikmati orgasmenya dan mulai kembali menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Saat pinggul Vivi maju, aku menyambutnya dengan mendorong penisku sehingga terjadi sentuhan di clitoris Vivi. Sentuhan dan gesekan ini yang membuat Vivi tidak dapat bertahan lama dan 5 menit kemudian Vivi kembali menggapai puncak kenikmatannya.

“Sssshhhh….oouuuhh….aaahhh …. Vivi keluarr lagi…Bang…” Vivi mendesis dan mendesah saat cairan orgasmenya membanjiri penisku, kemudian tubuh sexynya terkulai di atas tubuhku. Nafas Vivi memburu di telingaku, kali ini tidak ada kecupan lagi di bibirku. Nampaknya Vivi sangat menikmati puncak orgasmenya. Perlahan nafasnya mulai mereda dan teratur kembali.

Aku segera membalikkan tubuh Vivi. Kini tubuh mulusnya berada di bawah tubuhku. Aku segera mengocok penisku keluar masuk vagina Vivi dengan gerakan naik turun. Gerakanku teratur, mula-mula 7 sampai 8 kali keluar masuk sebatas kepala penisku, kemudian satu tusukan selanjutnya kumasukkan seluruh batang penisku sampai mentok dasar vaginanya. Vivi selalu menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan memutar saat gerakanku turun menekan tubuhnya. Makin lama dengan irama yang sama aku mempercepat gerakanku. 15 menit sudah kami bergoyang. Nafas kami makin memburu dan aku mulai merasakan adanya dorongan yang akan meledak dari dalam penisku. Aku mencoba bertahan lebih lama tapi akhirnya aku tidak kuat bertahan lagi dan…..

“Mmmhhh…..oouuhhh…. Neng… sudahh mau keluarrr?”
“Iyaahhh….Bang…., cepet keluarin bareng Neng…Bannngg…oouuhhh” Vivi mendesah.
“Abang pengen keluar di mulut Neng” aku melakukan gerakan seolah-olah hendak mencabut penisku dari vagina Vivi. Tangan Vivi menahan pinggulku.
“Jangan dicabut, Bang…Kenapa berhenti? Keluarin di dalam punya Vivi aja, Neng gak mau di mulut” sahut Vivi sambil tetap menggerakkan pinggulnya mendekati penisku. Aku mencabut penisku dan mencium bibir Vivi dan mengulumnya. Sengaja ujung penisku menggesek-gesek bibir vagina Vivi. Tangan Vivi segera menggapai penisku dan berusaha memasukkan lagi ke vaginanya.

“Baanng….masukin lagi…” Vivi merengek. Aku menekan penisku, masuk ke dalam vagina Vivi.
“Boleh ya, Abang keluar di mulut Neng. Abang pengen memiliki Neng”
“Inikan udah memiliki tubuh Vivi dari tadi”
“Iya, kalo keluar di punya Neng kan biasa. Ini yang pertama Abang menikmati tubuh Neng, makanya Abang pengen keluar di mulut Neng”
“Untuk Bang Topoku tersayang, Neng akan lakukan apapun yang Abang minta untuk kepuasan Abang, tapi puasin Vivi dulu yaahh…, Bang” pinta Vivi

Aku segera menggerakkan penisku lagi. Tak lama kemudian Vivi mencapai orgasmenya yang ketiga.

“Baangg, Neenng….keluarr….” aku mempercepat gerakan penisku. Begitu terasa air maniku akan keluar aku mencabut penisku dan memasukkan ke mulut Vivi. Crroot…crrooot… semburan spermaku memenuhi mulut Vivi dan Vivi segerra menelan air maniku. Setelah itu lidah Vivi menjilati sisa-sisa air mani di ujung dan sekeliling penisku, kemudian mengulumnya membuatku menggeram nikmat merasakan linu setelah keluar sperma. Vivi benar-benar seorang wanita yang pandai menyenangkan suami.

“Bang…, punya Abang masih keras” ucap Vivi. Penisku memang masih tegang di genggaman tangan Vivi. Aku segera membuat posisi 69 dan menjilati vagina Vivi. Vivi semakin liar mengecupi dan mengulum penisku. Hanya sebentar kami dalam posisi ini dan segera berganti posisi. Aku di atas tubuh Vivi kembali untuk memulai ronde kedua memuaskan birahi kami. Vivi mengarahkan penisku ke dalam vaginanya.

“Kalo baru satu kali keluar punya Abang pasti masih tegang. Biasanya punya Abang harus 2 atau 3 kali keluar baru mengecil” jawabku sambil mencium bibir Vivi.
“Mmhhh….jadi Abang sudah gak perjaka, sudah pernah berhubungan sex ya? Abang sering main sama cewek Abang yang dokter itu yaa? Sering yaa, Bang?” tanya Vivi berubi-tubi sambil menggoyangkan pinggulnya.
“Duluu..Neng, sebelum kenal sama Neng. Neng menyesal? Kalo Neng menyesal, ya sudah” jawabku sambil menarik penisku seolah-olah hendak mencabutnya dari vagina Vivi.
“Jangan dicabut, Bang. Gak apa-apa, sayang, Vivi gak dapet perjaka Abang. Vivi juga bukan perawan, Abang juga cuma dapat janda Neng. Lagian Neng juga kan suka main juga sama cowok Neng sebelum sama Abang. Yang penting sekarang kontol Abang cuma milik Vivi”

Aku kaget juga mendengar Vivi bilang kontol, tapi terus terang menimbulkan sensasi gairahku karena aku tidak menyangka ia berani mengucapkan kata yang vulgar seperti itu.

“Neng suka kontol Abang?”
“Iyaahhh…Bang. Lebih cepat goyangya, sayang….ssshhh ….sshhhh” Vivi mendesah nikmat. Aku makin cepat mengocok penisku di dalam vagina Vivi. Kuku Vivi mulai menancap di punggungku, nampaknya Vivi akan kembali menggapai puncak kenikmatannya. Aku mempercepat gerakanku hingga peluh membanjir di tubuh kami.

“Baanngg….Vivi keluarrr, sayaannggg… Aaahhhh…..” Vivi menjerit dan menjepit penisku.
“Abanngg….juga kelluaarrr, Neng….Mmmhhhhh” aku memuntahkan laharku di vagina Vivi.

Kami terdiam merasakan kenikmatan puncak nafsu birahi kami. Peluh di wajahku menetes ke wajah Vivi. Vivi meraih leherku dan mencium bibirku. Kami berciuman ketat. Bibirku mengulum bibir tipis Vivi. Saat Vivi melepas bibirnya, aku menciumi wajahnya dengan ciuman-ciuman liar dan penuh nafsu. Vivi kembali menggeliat-geliatkan tubuhnya. Aku kembali menggoyangkan tubuhku, begitu juga dengan Vivi. Kami mulai lagi pendakian birahi kami tanpa berkata-kata. Hanya keinginan memuaskan nafsu birahi dan mencapai kenikmatan sex kami. Akhirnya kami mencapai orgasme bersamaan lagi. Tubuhku ambruk di atas tubuh mulus Vivi.

“Bang, Neng puas banget. Kontol Abang bukan cuma gede tapi juga keras, tahan lama dan kuat berkali-kali. Peju Abang juga banyak dan gurih. Mamah ketagihan nih main sama Papah. Kontol Papah buat Mamah aja yah, jangan dikasih ke cewek lain. Mamah akan layani Papah kapanpun Papah pengen menikmati tubuh Mamah. Papah puas gak? Papah suka gak punya Mamah?” Vivi berbisik di telingaku dengan mesra. Aku semakin senang Vivi menyebutku Papah.

“Iyah, Mamah sayang. Papah suka banget memek Mamah” jawabku.
“Iiihhh…Papah kok ngomong itu sih?” Vivi mencubit mesra pingganku.
“Abis Mamah yang mulai ngomong jorok tadi” kami tertawa dan saling mengecup. Sebetulnya vagina Vivi tidak sesempit pacarku (belakangan aku tau ternyata 2 hari sebelum kami menikah Vivi check-in di hotel dengan pacarnya dan berhubungan sex dari pagi sampai malam, sedangkan aku juga habis meniduri pacarku sehari sebelum nikah sehingga aku dapat merasakan perbedaan itu). Kuakui Vivi memang lebih besar nafsunya dari pacar-pacarku.

Kemudian kami tidur saling berpelukan. Tengah malam aku terbangun ketika aku merasakan geli di penisku. Ternyata Vivi sedang mengulum penisku.

“Udah Abang diam aja, nikmati servis Vivi. Vivi pengen puasin Abang lagi” kata Vivi saat aku hendak bangun duduk.
“Neng, gak puas tadi? tanyaku.
“Puas banget, Bang” jawab Vivi
sambil tetap mengulum penisku.
“Kok sekarang ngisepin punya Abang”
“Iyah, Abang hebat. Vivi puas banget jadi ketagihan pengen lagi”. kata Vivi tanpa malu-malu kembali mengajakku bercinta. Vivi dengan binalnya mengulum, mengisap dan menjilati penis dan biji pelirku. Tanganku bermain di pangkal pahanya membuat Vivi menggelinjang nikmat.

Kemudian kami terlibat pergumulan dengan liar, memacu gairah kami sampai kami orgasme bersamaan.

“Aaahhh….ssshhhh…. Vivi keluar, Bang…” rintih Vivi.
“Ouhhh…mmmhhhh….Abang juga keluar, Neng…” balasku. Kemudian kami terdiam menikmati puncak birahi kami sampai nafas kami kembali teratur.
“I love you, Honey..” Vivi kemudian mengecupi bibirku. “Abang hebat, Vivi puas banget”.
“Neng juga hebat mainnya. Abang ketagihan sama goyang Neng. Abang suka Neng binal dan hot kalo lagi main. Abang bener-bener puas sama permainan sex Neng. Abang juga sayang Vivi.”balasku sambil kembali mengulum bibirnya yang merah dan ranum.

Kemudian kami tertidur. Paginya kami mengulangi sekali lagi kemudian kami sarapan dan bercumbu lagi di kamar mandi sebelum kami mandi. Selama bulan madu kami menghabiskan waktu dengan bermain cinta sepuasnya, di ranjang, sofa, kamar mandi atau meja rias hotel, tetapi sempat diselingi oleh perselingkuhanku di malam ketiga dan kelima. Aku meniduri dan berhubungan sex dengan wanita yang kukenal di kolam renang hotel (nanti akan aku ceritakan di kisah yang lain). Aku betul-betul puas bisa menikmati tubuh mulus dan sexy milik Vivi selama di Bali, nampaknya Vivi juga begitu ketagihan dengan kejantanan dan keperkasaanku dalam memuaskan nafsu sexnya.

No comments:

Post a Comment