Friday, August 13, 2010

Persaingan

Namaku Audrey,
aku ingin menceritakan pengalaman pahit yang sampai sekarang masih menjadi trauma yang sangat hebat bagiku.
Pada waktu kejadian ini menimpa diriku aku masih siswi SMU kelas 3 di salah satu SMU negeri di Jakarta barat.
Kata teman-temanku, wajahku mirip aktris Hongkong Cecilia Cung.

Aku lahir di Sumatera dan baru ke Jakarta waktu SMU.
Aku tinggal sendirian di Kost di daerah kota waktu itu.
Keluargu masih tinggal di Sumatera.
Ayahku mempunyai perkebunan yang cukup besar disana.
Aku tinggal sendirian di Kost di daerah kota.

Di sekolah aku sangat aktif di kegiatan ektrakurikuler.
Pada tahun pertama aku dipilih menjadi menjadi pemain inti team volley dan basket di sekolahku.
Karena prestasiku yang sangat menonjol di dalam team, guru olahragaku sangat kagum kepadaku.
Aku mengganti Lina yang menjadi kepala team Volley dan Basket saat itu dan posisi ini diberikan kepadaku.
Lina adalah teman sekelasku.
Sejak dipegang olehku team volley dan basket sekolahku menjadi juara 2 team volley dan dan juara 3 team basket di seluruh SMU negeri di Jakarta.

Pada waktu dipegang oleh Lina, p
restasi team volley dan basket sekolah sangatlah buruk.
Setelah team volley dan basket dipegang olehku,
Lina aku keluarkan dari team volley maupun basket karena kulihat dia suka menjadi provokator
yang membuat kekompakan team terganggu.

Setelah Lina aku keluarkan dia marah besar padaku dan protes kepada guru olahragaku,
tapi karena guru olahragaku takut kehilanganku dari team maka protes itu tidak digubrisnya.
Lina sangatlah iri dan benci kepadaku.
Mulai dari kejadian itu Lina berusaha untuk membalas dendam atas perbuatanku.

Masih kuingat awal kejadiannya dengan jelas.
Pada saat itu pelajaran terakhir kelasku adalah pelajaran olahraga.
Aku memakai kaos olahraga dan celana olahraga sekolahku yang bewarna abu-abu.
Pada waktu aku sedang melakukan latihan volley kulihat Lina memperhatikanku terus,
aku berusaha tidak melihatnya.

Setelah selesai pelajaran olahraga dan pada waktu itu aku hendak balik menuju ke kelasku,
Lina mengikutiku dari belakang dan memangilku,
aku cukup kaget dia memangilku.
Dia menghampiriku dan meminta maaf atas protes yang dia ajukan kepada guru olahragaku.
Dia bilang dia turut bangga dengan prestasi team volley dan basket sekarang ini.
Lina lalu menjabat tanganku meminta maaf sekali lagi kepadaku,
sebagai tanda penyesalasannya dia mau mentraktirku di sebuah cafe.

Pertama aku menolaknya karena aku tidak mau merepotkannya,
tapi dia terus memohon kepadaku.
Aku melihat dari raut mukanya dia kelihatannya menyesal lalu aku menerima tawarannya karena merasa tidak enak dengannya.
Yang tidak kusadari saat itu,
semua itu hanya sandiwara dan jebakannya belaka untuk melaksanakan rencana balas dendamnya terhadapku.
Lina mengajakku di tempat parkir sekolah dimana dia memarkir mobilnya.
Kami berdua masuk ke dalam mobil Honda CRV Hitam miliknya.
Dalam waktu 20 menit sampailah kami di sebuah ruko baru.
Kami berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam ruko.

Kami langsung disambut oleh seorang Ibu.
Ibu ini mempersilahkan kami masuk ke lantai 2 dimana terdapat meja dan kursi yang telah disusun dengan rapi.
Ibu itu bilang karena cafenya baru akan buka besok maka hari ini masih sepi dengan pengunjung.
Ibu itu menyodorkan menu makanan kepada kami.
Kami memesan makanan dan lemon tea.
Setelah 5 menit turun ke lantai dasar ibu naik dengan membawa 2 gelas lemon tea.
Lina langsung meneguk habis gelas yang berisi lemon tea tersebut lalu akupun menyusul manghabiskan lemon tea karena sudah kehausan sekali setelah tadi habis berolahraga di sekolah.

Sambil menunggu makanan,
kami mengobrol mengenai team volley dan basket sekolah kami,
20 menit kemudian naiklah ibu itu dengan membawa beberapa piring makanan yang telah kami pesan.
Kami berdua mulai menyantap makanan tersebut.
Setelah selesai makan aku merasa sedikit aneh denganku,
kepalaku terasa agak pusing dan mulai merasakan ngantuk yang luar biasa,
penghilatanku agak kabur dan badanku terasa lemas.
Setelah itu aku tidak tahu sadar lagi apa yang terjadi berikutnya denganku.

Waktu aku sadar aku berada di suatu ruangan yang sangat panas sekali sepertinya di ruangan sauna,
aku masih memakai kaos olahraga abu-abu sekolahku
dan rok abu-abu SMU yang sangat basah oleh keringatku.
Posisi dalam posisi duduk kaki dan tangan terikat tali dan mulutku disumpal.

Aku baru sadar dengan apa yang terjadi denganku saat itu dan baru menyadari semua ini hanya jebakan dari Lina.
Aku sungguh sangat menyesal telah menerima ajakannya.
Aku berharap dapat keluar dari tempat ini tanpa terjadi sesuatu yang buruk terhadapku.
Aku mulai mencari jalan keluar dan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan di tangan dan kakiku tapi usahaku sia sia saja.
Aku hanya dapat berdoa agar Lina merubah jalan pikirannya dan melepaskanku bahkan aku bersedia minta maaf kepadanya karena telah mengeluarkannya dari team volley dan basket.

Lima menit kemudian masuklah ibu tadi dengan membawa sebuah handuk yang basah,
tanpa sepatah katapun ibu itu lalu mendekatiku dan membekap hidungku dengan handuk yang telah dibasahi dengan cairan di dalam botol tersebut.
Aku meronta ronta berusaha menghindar dari bekapan handuk yang dipegang oleh ibu itu tapi karena dalam keadaan terikat aku tidak bisa berbuat banyak.
Tak lama kemudian aku sudah tak sadarkan diri lagi.

Setelah sadar diriku dalam keadaan terikat dan duduk di sebuah kursi dan dihadapanku ada sebuah TV besar.
Aku merasakan seluruh badanku terasa sakit dan anusku terasa sangat perih.
Kuperhatikan pula seluruh yang kupakai telah diganti mulai dari BH olahraga, CD, baju olahraga, rok abu-abu SMU.

Tiba-Tiba di TV besar itu muncul tayangan terlihatlah aku dalam keadaan terikat dan tak sadarkan diri di ruangan sauna.
Rupanya tayangan adalah yang terjadi padaku selama aku tak sadarkan diri.
Tak lama kemudian Ibu tadi dan Lina membuka ikatan di tangan dan kakiku dan membawaku yang tak sadarkan diri ke sebuah kamar tidur yang besar.

Aku dibaringkan di atas tempat tidur lalu ibu itu membuka Kaos dan rok yang dipakainya lalu ia menghampiriku.
Ia mengambil digital camera dan mulai memotretku lalu ia melepaskan baju olahraga beserta rok SMU-ku yang basah oleh keringatku.

Baju olahragaku diciumnya terutama di bagian yang sangat basah oleh keringatku sambil melakukan onani,
demikian pula rok smuku diciumnya dan kemudian diberikan kepada Lina yang turut menikmati aroma keringat yang ada di baju olahragaku dan rok SMU-ku.
Aku yang masih memakai BH olahraga dan CD berwarna biru dipotretnya lalu ia melepaskan BH dan CDku.
CDku yang basah oleh keringat diciumnya terutama di bagian yang ada bekas cairan yang berasal dari vaginaku dan ini sangat merangsang sekali buatnya lalu CD dan BHku diberikan kepada Lina untuk dinikmati juga.
Aku baru pertama kali menyaksikan perilaku seksual yang sangat aneh seperti itu.
Mereka sangat bernafsu sekali mencium aroma keringatku.

Ibu itu memotretku lagi dalam keadaan bugil,
buah dadaku serta bulu-bulu halus disekitar vagina dipotretnya bibir vagina dibukanya dan juga dipotretnya close up,
kemudian badanku dibaliknya sehingga posisiku sekarang terlungkup dan kedua kakiku dilebarkan selebar mungkin sehingga kelihatan dengan jelas lubang anusku dan kemudian dipotretnya dengan close up.

Ibu itu membalikkan badanku dan mulai menciumku dengan nafsu dan menjilati telingaku dan leherku lalu kedua puting payudaraku dihisapnya dengan penuh nafsu,
payudaraku diremas remasnya dan putingku digigitnya dan dipelintirnya, lalu ia mencium dan menjilat pahaku.

 Kedua kakiku direntangkan dengan lebar sehingga lubang kemaluanku beserta bulu-bulu halus disekitarnya kelihatan dengan jelas lalu ia mulai menjilat bibir vaginaku dengan penuh nafsu sambil memasukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku selama beberapa saat.

Ibu itu kemudian membuka BH dan celana dalamnya sendiri dan mulai mendekatkan vaginanya ke vaginaku sedekat mungkin dan mulai mengesekannya sambil menarik kedua kakiku supaya gesekannya dan kenikmatan yang diperoleh semakin nikmat.
Ia terus mengesekan vagina ke vaginaku sampai ia mengeluarkan lendir putih dari lubang vagina dan mencapai orgasme.

Badanku lalu dibalikan lagi dan pantatku dilebarkan sehingga lubang anusku kelihatan dengan jelas lalu ia menusukan kedua jarinya ke dalam anusku dikocoknya dengan kedua jarinya.
Ibu itu lalu mengambil penis buatan dan dilumasinya dengan cairan. Lubang anusku yang akan menjadi sasaran penis buatan tersebut.
Dengan agak susah payah ia berusaha untuk memasukan penis buatan itu ke dalam anusku.
Akhirnya dengan paksa ia berhasil juga memasukan penis buatan itu dan terus memasukan sampai dalam sekali dan ditekannya terus penis itu selama beberapa saat.

Aku yang masih tak sadarkan diri tidak merasakan penyiksaan yang dilakukan terhadap anusku.
Anusku diperlakukan dengan kasar tanpa ampun dengan penis buatan itu sampai ibu itu merasa puas dan lemas.
Kemudian tayangan di TV berhenti. Aku merasa malu sekali terhadap apa yang telah terjadi kepada diriku,
dan sangat tertekan dan ketakutan sekali dengan apa yang baru saja aku saksikan di layar TV tadi.

Tiba-tiba masukkah Lina ke dalam ruangan dimana aku berada sambil mengejek dan merendahkanku.
Ia berkata akan sambil tersenyum senang karena telah berhasil membalaskan dendam terhadapku dan ini belum cukup katanya sambil menyodorkan sebuah vCD dan beberapa buah album foto.

Lina berkata vCD ini berisi tayangan yang baru aku saksikan dan foto foto di album ini berisikan perkosaan yang baru saja menimpa diriku dan dia akan memperbanyak vCD dan foto-foto tersebut dan vCD dan foto-foto ini akan diposkan ke sekolah dan diedarkan ke internet dan ia akan mencari alamat rumah orang tuaku di Sumatera dari arsip di sekolah dan mengirimkan vCD dan foto tersebut ke alamat orang tuaku kalau Aku tidak bersedia menandatangai 2 lembar kertas yang baru disodornya kepadaku.

Aku sangat ketakutan mendengar ancaman yang baru saja dilontarkan Lina kepadaku serasa mau pingsan.
Aku tidak tahan menerima penderitaan ini.
Aku merasa sangat tertekan dan ketakukan sekali kalau vCD dan foto-foto ini sampai dilihat oleh seluruh siswa di sekolahku,
lebih-lebih lagi betapa malunya kalau sampai ketahuan oleh kedua orang tuaku.

Lina memaksaku membaca isi 2 lembar kertas itu sambil tersenyum gembira.
Aku mulai membaca isi surat pernyataan persetujuan yang inti isinya,
Aku harus bersedia setiap saat menuruti segala perintah dan kemauannya serta tidak boleh membantah sedikitpun perintahnya kepadaku.
Aku harus menerima segala resiko yang buruk atas perintah yang ia berikan kepadaku dan berjanji tidak akan menuntut juga tidak akan melaporkannya ke Polisi.
Kalau melanggar isi dari persetujuan ini vCD dan foto-foto ini akan disebarkan olehnya.

Lina terus mengancamku untuk segera menanda tangani isi perjanjian ini akhirnya karena tidak ada pilihan aku menandatangi kedua lembar surat perjanjian persetujuan antara kami berdua.
Lina melonjak girang karena aku sudah ditaluknya dan nasibku selanjutnya berada ditangannya dan dia bebas menjalankan segala kemauannya kepadaku.
Lina mengajakku keluar dan memberiku HP berikut nomornya.
HP itu harus terus kunyalakan karena setiap saat ia akan memberikan perintahnya kepadaku lewat HP tersebut.
Jika Hp itu aku matikan akibatnya vCD dan foto tersebut akan ia sebarluaskan.

Lina mengantarku kembali ke tempat kostku dan ia mengancam harus merahasiakan kejadian ini kalau aku melanggar akan menerima resikonya.
Lina berkata kepadaku besok dia akan memberikan perintah pertamanya kepadaku.
Ia bilang akan membawaku ke suatu club fetish dan bondage besok.

Nonton di Bioskop (Karya: VivianLee)

Nonton di Bioskop (Karya: VivianLee)

Pada akhir Januari 2004, aku dan pacarku (Michael) menonton film Lord Of The Ring 3 di sebuah mall besar di Jakarta Barat. Film dimulai sekitar jam 4 sore.

Karena keberuntungan saja, kami dapat tiket pada kursi deretan paling atas (berkat mengantri 5 jam sebelumnya) walau berada di hampir pojok kanan. Film ini sangat digandrungi anak-anak muda saat itu, jadi kami perlu memesannya jauh sebelum film dimulai.

Aku sebenarnya kurang begitu suka film seperti ini namun karena pacarku terus membujuk, akhirnya aku ikut saja. Lagipula aku merasa tidak rugi berada di dalam bioskop selama 3 jam lebih karena memang selama itulah durasi film tersebut.

Setelah duduk di dalam bioskop, kami membuka ‘perbekalan’ kami (berhubung selama 3 jam ke depan kami akan terpaku di depan layar). Aku mengeluarkan popcorn dan minuman yang telah kami beli di luar.

Michael duduk di sebelah kiriku. Dua bangku paling pojok di sebelah kananku masih kosong. Beberapa menit kemudian, trailer film-film sudah mulai diputar. Menjelang film Lord Of The Ring dimulai, seorang pria bersama pacarnya duduk di sebelah kananku. Aku hanya dapat melihatnya samar-samar karena suasana di dalam ruangan itu sangat gelap.

Pria itu duduk tepat di sebelah kananku dan pacarnya di sebelah kanan pria itu. Mereka pun mengeluarkan makanan dan minuman untuk disantap selama film diputar.

Sepuluh menit berlalu setelah film tersebut berjalan. Aku sekilas melihat pria di sebelahku menaruh tangan kirinya di alas lengan di antara kursi kami berdua. Sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan pacarnya.

Ia mengenakan sebuah cincin dengan hiasan batu cincin besar yang sangat mencolok di jari tengah tangan kirinya. Dan di jari manisnya ia mengenakan sebuah cincin yang sangat sederhana. Menurut analisaku pria ini telah menikah. Selain dari cincin yang kuduga adalah cincin pernikahan, aku juga melihat sekilas wajah pria itu.

Kulitnya lebih hitam dari kulitku yang putih (aku dari keturunan chinese). Dari wajahnya aku memperkirakan umurnya sekitar 35-an. Akan tetapi aku tidak sempat melihat wanita yang datang bersamanya (istrinya?). Pikiranku menduga-duga apakah pria ini sedang berselingkuh dengan wanita lain. Namun segera aku tepis pikiran itu dan mengatakan pada diriku sendiri bahwa pria itu sedang bersama istrinya dan tidak perlu aku berprasangka buruk terhadap mereka.

[+/-] tutup/baca lebih jauh...
Aku kembali berkonsentrasi pada film di layar di hadapanku sambil menikmati kudapan. Sesekali Michael juga meraup popcorn yang kupegangi itu. Michael begitu serius menonton. Memang ia sangat menyukai film yang merupakan akhir dari 2 seri sebelumnya. Setengah jam kemudian, semua makanan dan minuman yang kami beli tadi sudah habis.

Boleh dikatakan film itu sangat tegang. Dengan adegan perang yang sangat seru, mataku mau tidak mau terpaku pada layar. Pada satu adegan yang mengejutkan, aku sampai terlonjak dan berteriak. Michael meraih tangan kiriku dan menggenggamnya dengan lembut. Aku pun semakin mendekatkan diri padanya karena memang pada dasarnya aku takut menonton adegan perang.

Dari ujung mataku, aku merasakan pria di sebelahku memandangi kami (atau aku?). Karena pria itu hanya sebentar saja memandangi kami, aku tak menggubrisnya. Akan tetapi makin lama, pria itu semakin sering dan semakin lama memandangi kami. Aku menyempatkan diri untuk melirik ke arahnya dan benar dugaanku bahwa pria itu memang memandangi kami, atau lebih tepatnya ia memandangi aku.

Walau merasa risih, aku memutuskan untuk mengacuhkan pria itu. Untunglah film itu terus menerus mengetengahkan adegan-adegan yang seru sehingga aku dapat dengan mudah melupakan pria itu.

Film telah berlangsung hampir setengahnya. Michael berkata bahwa ia ingin buang air kecil. Dalam gelap, ia meninggalkanku (kebetulan film bukan sedang adegan yang seru).

Setelah Michael hilang dari pandanganku, tiba-tiba pria itu menepuk lenganku dan berkata, “Sudah baca bukunya?”

Aku terlonjak karena kaget tiba-tiba diajak ngobrol seperti itu di tengah pemutaran film. Seingatku aku tidak pernah berbicara dengan orang asing di dalam bioskop (apalagi saat film sedang berlangsung).

Aku mengira-ngira apa yang dimaksud dengan pertanyaan pria itu. Aku rasa ia menanyakan tentang buku Lord Of The Ring 3. Aku menjawab singkat, “Belum.”

Entah mengapa jantungku jadi berdebar kencang. Ada perasaan aneh yang menyelimuti hatiku. Campuran antara kaget, curiga, penasaran dan… takut. Dari awal berbicara denganku, pria itu menatap mataku dalam-dalam seperti sedang membaca pikiran dalam benakku.

“Sayang sekali. Baca dulu deh, baru bisa lebih menikmati filmnya,” pria itu menyanggah dengan suara yang dalam namun pelan.

Setelah itu ia kembali menatap ke depan dan meneruskan menonton. Aku ditinggalkan dalam perasaan yang tidak menentu dan agak kosong. Anehnya aku merasa seperti ingin menangis. Pada saat itulah Michael kembali.

Aku tidak menceritakan kejadian aneh itu kepadanya. Mungkin karena aku tidak ingin mengganggu kenikmatannya menonton film itu. Tapi alasan yang lebih menonjol adalah timbulnya rasa takut untuk menceritakannya kepada pacarku saat itu.

Aku berusaha untuk menonton lagi walau pikiranku terus melayang ke sana kemari. Ketika pikiranku berputar-putar tak tentu arah, tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh pundak kananku.

Awalnya aku mengira Michael yang menyentuhnya. Tetapi setelah kuperhatikan, ia sama sekali tidak bergerak (ia masih serius memperhatikan layar bioskop).

Aku melihat ke belakangku. Tidak ada apa-apa karena memang kami duduk di baris paling belakang. Aku melihat ke sebelah kananku dan mendapati pria itu sedang menonton dengan asik bersama istrinya.

Setelah lelah mencari-cari, aku kembali menonton. Dalam hati aku masih mencari-cari apa yang menyentuh pundakku itu. Tadi aku benar-benar merasakan sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku yakin benar. Namun aku jadi bingung karena tidak melihat adanya orang lain di sekitarku yang mungkin melakukannya.

Kepalaku menjadi pusing dan berputar. Aku merasa mual dan tidak enak badan. Aku menutup mataku untuk menenangkan pikiranku. Beberapa detik kemudian, aku merasakan diriku seperti sedang mengapung di air yang sejuk dan tenang. Semua perasaan tak enak tadi sekonyong-konyong lenyap begitu saja dan digantikan dengan perasaan nyaman dan santai.

Mataku masih terpejam pada saat aku kembali merasakan sebuah tangan menjamah pundak kananku. Aku berusaha untuk tetap tenang. Aku melirik ke pria di kananku. Ia duduk berdempetan dengan istrinya. Pria itu sedang merangkul pundak istrinya.

Kecurigaanku padanya langsung hilang begitu mengetahui ia tidak sedang berada dekat dengan tubuhku. Aku menengok ke Michael dan juga mendapati ia sedang asyik menonton. Dengan adanya perasaan sebuah tangan sedang merangkul pundakku, aku meneruskan menonton sambil mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Usahaku sia-sia.

‘Tangan’ di pundak kananku bergerak-gerak ke atas dan ke bawah seperti sedang mengusap-usap lembut tubuhku. Kemudian aku merasakan ada angin hangat berhembus perlahan meniup bagian kiri leherku.

Aku langsung menengok ke arah datangnya angin itu. Tidak ada apa-apa. Michael sedang duduk melipat tangan di depan dadanya sambil bersilang kaki.

Belum sempat aku berpikir lebih jauh, aku merasakan leherku dijilat. Ya, aku benar-benar merasakan sebuah lidah yang hangat dan basah menyapu leherku itu. Bulu kudukku spontan meremang.

Langsung aku menengok lagi sambil mengusap leherku pada bekas jilatan itu. Kering. Tidak basah sama sekali. Dan tidak ada apa-apa di sampingku.

Michael rupanya agak terganggu dengan kegelisahanku. Dia menanyakan ada apa. Aku tidak memberitahukannya. Aku menyuruhnya untuk kembali menonton.

Michael kembali menonton. Ia menggenggam tangan kiriku dan mendekatkan tubuhnya sehingga lengan kanannya menempel dengan lengan kiriku. Aku masih merasakan pundak kananku dirangkul oleh ‘tangan’ yang tak nampak.

Dalam posisi yang lebih dekat dengan pacarku, aku bisa menjadi lebih tenang. Namun perasaan tenang itu hanya sebentar.

Kuping kiriku dikecup dengan lembut. Aku menengok ke kiri. Tetap saja tidak ada apa-apa selain Michael yang sedang menatap serius layar di depan.

Aku mulai panik. Jangan-jangan ada mahluk halus di dalam bioskop itu, pikirku. Aku merasakan kembali kecupan itu. Mulai dari telingaku lalu bergerak ke bagian belakangnya.

Pada saat kecupan itu menghampiri belakang telingaku, darahku mendesir dengan kuat. Jantungku berdebar. Hanya Michael (dan diriku tentunya) yang tahu bahwa belakang telinga merupakan titik erogenku (erogen = daerah pada tubuh yang sensitif terhadap rangsangan sexual).

Aku melepaskan nafas yang panjang melalui mulutku sambil mengubah posisi duduk. Michael melihat perubahan pada diriku. Tentu ia mengira aku bosan karena setelah itu ia mengusap-usap tanganku yang digenggamnya.

Entah apa yang sedang terjadi pada diriku. Hanya karena Michael mengusap-usapkan jari-jarinya di tanganku, aku menjadi terangsang. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Walau kami sudah berpacaran lebih dari setahun, aku tidak pernah berbuat jauh selama berpacaran dengan Michael. Tidak pernah melebihi ciuman di kening, pipi dan bibir. Aku tahu sebenarnya diriku tergolong gadis yang tidak tertarik akan hal-hal yang berbau sex, boleh dibilang: frigid.

Baru akhir-akhir ini saja aku mulai melayani Michael dengan tanganku. Pertama kali memegang penisnya, aku merasa risih dan agak jijik. Namun setelah melakukannya dua atau tiga kali, aku dapat mengatasi perasaan tersebut.

Hal yang paling menarik dalam memberi Michael ‘hand-job’ adalah pada saat dirinya berejakulasi. Melihat dirinya mengejang-ngejang sangatlah menarik dan sexy. Juga sebelumnya aku tidak pernah membayangkan seorang pria dapat menyemprotkan cairan seperti itu.

Michael pernah memintaku untuk menghisap kemaluannya. Tentu saja aku tolak. Dan untunglah sampai saat ini ia tidak pernah memintanya lagi.

Michael juga tidak pernah menjamah tubuhku. Sentuhan-sentuhannya paling hanya berkisar pada lengan dan wajahku. Aku tidak akan mengijinkannya menjamah dadaku terlebih lagi kemaluanku, dan ia tahu itu. Aku takut kami tidak dapat mengendalikan diri sehingga akhirnya kami kebobolan. Aku ingin agar hubungan sex kami dilakukan pada malam pertama yang sakral. Singkat kata, kami menerapkan sistem berpacaran yang ketat dan konservatif. Sampai saat ini aku masih perawan dan begitu pula Michael (setidaknya ia mengaku demikian). Michael merupakan pacar pertamaku sedangkan Michael sebelumnya sudah pernah satu kali berpacaran. Jadi saat itu adalah pertama kalinya aku mendapatkan ‘kecupan’ di belakang kuping. Michael pernah menyentuhnya dengan ujung jarinya dan itu saja sudah membuatku berdebar.

Aku tidak dapat berpikir banyak. Biasanya aku dapat mengatasi dorongan sexualku namun saat itu aku seakan jatuh ke dalam aliran sungai birahi yang deras dan hanyut terbawa arusnya.

Jantungku serasa akan mau copot pada saat kecupan itu bergerak turun ke leherku. Aku mengerang sedikit karena saat sadar apa yang kuperbuat, aku segera menghentikan eranganku. Michael tidak mendengar eranganku tadi.

Aku menoleh ke kanan untuk melihat apakah pria itu mendengar eranganku tadi. Rupanya pria itu sedang mencumbu istrinya. Bagus, pikirku. Dengan demikian ia tidak akan melihat atau mendengarkan diriku.

Sebenarnya aku agak risih berada di samping pria yang sedang mencumbu istrinya itu. Walau demikian aku mencuri-curi pandang ke arah pria itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya. Lewat ujung mataku, diam-diam aku memperhatikan sepasang insan yang sedang bercumbu itu.

Pria itu sedang menciumi leher istrinya. Tangan kanannya dirangkulkannya ke pundak istrinya. Istrinya terlihat sangat menikmati.

Saat tangan kiri pria itu memegang lengan kiri istrinya, aku juga merasakan ada sebuah tangan menyentuh bagian atas lengan kiriku. Aku kaget memikirkan kemungkinan yang terjadi saat itu. Tangan kiri pria itu menggenggam erat lengan kanan istrinya. Genggaman pada lengan kananku juga bertambah. Kecurigaanku semakin kuat.

Entah bagaimana, semua perbuatan pria itu pada istrinya juga dirasakan oleh tubuhku. Aku sangat takut. Memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi kemudian, jantungku seperti berhenti berdetak.

Perasaan pusing dan berputar itu kembali muncul seiring dengan usahaku untuk ‘membebaskan diri’. Semakin aku berusaha, kepalaku semakin sakit.

Akhirnya aku menyerah dan tidak memberikan perlawanan lagi. Aku membiarkan semua ‘perasaan’ yang muncul saat itu.

Pria itu menarik wajah istrinya mendekat lalu memagut bibirnya. Pagutan mulut pria itu pada istrinya terasa jelas pada bibir mulutku. Setiap sentuhan, tekanan serta usapan bibir dan lidah pria itu semua kurasakan pada bibir dan mulutku. Aku menutup mulutku rapat-rapat namun masih saja merasakan pagutan yang kian memanas.

Aku tahu lidah pria itu sedang bermain-main dengan lidah istrinya karena lidahku pun merasakan sensasi itu. Mendapati diriku menikmati semua itu membuat malu diriku. Aku belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini pada saat berciuman dengan Michael.

Setelah pria itu melepaskan mulutnya dari bibir istrinya, wanita itu tampak terengah-engah. Sialnya, aku pun mengalami hal yang sama. Dadaku naik turun terengah-engah, seperti baru selesai berlari.

Untunglah sampai saat itu, baik pria itu maupun Michael tidak memperhatikan diriku. Lalu pemikiran itu muncul. Jangan-jangan pria di sebelahku itu memang sedang mengguna-gunai aku dengan pelet, hipnotis, guna-guna atau hal-hal lain yang sejenisnya. Jika benar demikian, berarti seharusnya ia tahu apa yang sedang terjadi pada diriku.

Aku teringat perkataan pendetaku di gereja, bahwa orang beriman tidak bisa kena guna-guna atau pelet. Hatiku mencelos. Sudah sekian lama aku tidak beribadah kepada Tuhan. Seharusnya dua minggu lalu, aku menerima ajakan temanku untuk ke gereja bersamanya. Namun aku malah pergi bersenang-senang ke mall.

Penyesalanku menguap dengan cepat pada saat aku merasakan payudaraku ‘dijamah’. Jamahan itu tidak terlalu terasa. Aku melirik ke kanan. Pria itu sedang menggerayangi dada istrinya.

Untungnya aku tidak terlalu merasakan apa-apa pada saat itu. Belum pernah aku disentuh oleh orang lain pada daerah dadaku. Boleh dikatakan saat itu merupakan pertama kalinya aku merasakan sentuhan (walau secara tak langsung) pada payudaraku. Dan rupanya tidak senikmat seperti yang kudengar dari omongan orang.

Akan tetapi aku harus segera meralat pendapatku itu. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam kemeja istrinya. Tangannya hilang di balik kemeja tersebut sehingga aku tidak tahu apa yang sedang dilakukannya.

Detik berikutnya sungguh membuatku melambung tinggi. Aku merasakan dengan sangat jelas, jari-jari pria itu memuntir lembut puting susu istrinya. Aku memejamkan mataku sambil mengatur nafasku yang mulai tak teratur karena secara tak langsung aku pun merasakan jemari pria itu menari-nari pada payudara dan puting susuku.

Sejenak aku merasa jijik pada pria itu tetapi setelah beberapa saat perasaan yang tinggal hanyalah birahi semata. Selama ini aku mengira bahwa aku tidak akan pernah menikmati hal-hal sexual seperti ini. Sekarang aku merasakan yang sebaliknya.

Pilinan jari-jari pria itu membuat darahku lebih menggelegak dibanding sensasi dari ciuman di belakang telingaku. Aku tidak pernah menyadari bahwa payudaraku (terutama putingnya) sangat sensitif. Sejak saat itu aku baru tahu bahwa daerah payudara juga merupakan titik erogen pada tubuhku.

Belum sempat aku mengikuti pacu detak jantungku, aku merasakan pria itu menyentuh bagian dalam paha istrinya. Kemudian pria itu mengusap kemaluan istrinya. Usapannya terasa seperti terhalang sesuatu (yang akhirnya kutahu bahwa ia mengusap kemaluan istrinya yang masih tertutup celana dalam).

Aku membuka mataku dan menoleh sedikit ke arah pria itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya. Dengan tangan kanannya, ia memain-mainkan payudara istrinya dan tangan kirinya merogoh selangkangan istrinya. Saat itulah aku dapat dengan lebih jelas melihat istrinya.

Wanita itu sangat cantik (jauh lebih cantik dariku). Bila ia mengaku dirinya artis dengan mudah aku akan percaya. Kulitnya sedikit lebih putih dibanding suaminya namun masih lebih gelap dari kulitku. Rambutnya panjang agak ikal. Dari wajahnya ia terlihat begitu menikmati sentuhan-sentuhan suaminya (yang secara tak langsung juga kunikmati). Ia mengenakan kemeja yang sudah terbuka kancing-kancingnya dan memakai rok pendek.

Kemudian dari balik celana jeans yang kukenakan saat itu, aku merasakan sebuah jari (yang sangat panjang) mengusap sekujur bibir kemaluanku. Usapan itu terasa begitu panjang dan lama. Aku sempat menggigil karena terjangan sensasi yang menghambur dari selangkanganku menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri dan berlari meninggalkan bioskop itu. Aku tidak mengatakan apa-apa pada Michael. Lagipula ia sedang asik menonton (waktu itu sedang adegan perang yang terakhir).

Aku melompati dua anak tangga sekaligus untuk keluar dari ruangan itu. Aku bergegas menuju WC berharap semua sensasi pada tubuhku dapat hilang seiring dengan menjauhnya diriku dengan pria itu. Dugaanku salah.

Sepanjang jalan menuju WC, aku terus merasakan pria itu mengoles-oles jarinya di sepanjang bibir kemaluan istrinya. Sedikit demi sedikit jarinya semakin masuk lebih dalam. Cukup sudah, pikirku. Hentikan! Aku tak tahan lagi terhadap gemuruh birahi dalam tubuhku.

Aku merasa liang kewanitaanku menjadi agak basah. Aku hampir tidak pernah ‘basah’ di bawah sana bahkan pada saat sedang berciuman dengan Michael. Paling sesekali aku menjadi ‘basah’ pada saat sedang memberikan ‘hand-job’ pada Michael.

Pintu WC kubuka dan aku lega karena tidak ada orang di dalamnya. Aku masuk ke salah satu ruang toilet dan segera menguncinya. Pada saat itulah aku tersentak karena kaget dan sedikit sakit. Pria itu memasukkan jarinya ke dalam vagina istrinya. Aku merasa jari itu begitu besar dan panjang seakan menyentuh ujung rahimku. Untuk sesaat jari itu tidak bergerak di dalam vagina istrinya. Bukan hanya jari itu yang tidak bergerak, tubuhku juga tidak bergerak karena shock.

Aku merasakan jari pria itu jelas-jelas menembus liang kewanitaanku yang berarti selaput daraku sudah sobek. Setelah dapat menguasai diriku kembali, aku segera membuka celana jeansku untuk melihat apakah ada darah yang keluar dari kemaluanku. Tidak ada. Tidak ada bercak merah pada celana dalamku. Yang ada hanya cairan bening (agak putih) yang keluar dari kemaluanku sebagai pelumas.

Tak lama setelah itu, secara perlahan ia menggerak-gerakkan ujung jarinya seperti sedang mengorek-ngorek. Kakiku menjadi lemas seakan berubah menjadi agar-agar. Aku segera duduk di closet untuk menenangkan diri.

Nafasku semakin memburu. Desahan demi desahan keluar dari mulutku seiring dengan gerakan ujung jari itu. Seluruh tubuhku terasa panas dan gerah.

Gerakan jari pria itu sekarang berubah menjadi gerakan maju dan mundur. Gerakannya sangat pelan namun sensasi gesekan kulit jari pria yang besar itu terasa begitu jelas pada dinding vaginaku. Seakan jari pria itu benar-benar maju mundur dalam diriku.

Bersamaan dengan itu, aku mendengar pintu WC dibuka dan terdengar seseorang masuk. Aku menutup kuat-kuat mulutku sendiri dengan kedua tanganku. Aku tidak ingin orang lain mendengar aku mendesah-desah di dalam toilet.

Sulit sekali menghiraukan rangsangan yang begitu hebat yang melanda tubuhku saat itu. Aku berkali-kali harus menggigit bibir bawahku agar tidak bersuara.

Pria itu sedikit mempercepat gerakan jarinya namun semakin lama hujaman jarinya itu terasa semakin mendalam. Pintu WC kembali dibuka. Aku masih menekap mulutku dengan kedua tanganku sambil mendengar apakah benar orang yang tadi masuk sudah keluar (atau jangan-jangan ada orang lain lagi yang masuk ke WC).

Setelah memastikan tidak ada orang lain di dalam WC, aku melepaskan kedua tanganku dari atas mulutku dan kembali ‘bersuara’. Rupanya pria itu sudah tidak memain-mainkan payudara istrinya karena aku baru saja merasakan tangan yang satunya memilin klitoris istrinya. Saat itu pula aku mengerang keras (aku tak peduli lagi apakah ada yang mendengar).

Luar biasa! Benar-benar luar biasa! Aku bergetar karena terangsang dan juga malu karena menikmati semua itu. Jika aku tidak berkeinginan kuat untuk memegang komitmen menjaga keperawananku sampai menikah, aku benar-benar ingin mencoba berhubungan sex dengan Michael setelah ini.

Pria itu menghujamkan jarinya dalam-dalam dan diam tidak bergerak. Lalu ujung jarinya bergetar-getar kecil. Wow, aku benar-benar dibawa melambung semakin tinggi. Lalu seperti tiba-tiba, pria itu mengeluarkan jarinya. Dalam hatiku berkecamuk perasaan antara lega dan kesal karena semua itu kelihatannya sudah berakhir.

Aku terdiam. Dorongan sexual masih berkobar dalam diriku. Namun aku terus berusaha untuk menurunkan tekanan dalam diriku itu. Lima menit aku seperti terkulai lemas tak berdaya duduk di closet sambil mengejap-ngejapkan mataku dan mengatur nafasku yang menderu-deru.

Pada saat aku masuk ke bioskop kembali ke tempat dudukku, aku hampir tak berani menatap pria itu. Dari ujung mataku aku merasa ia memandangi aku dengan senyum penuh kemenangan. Segera aku duduk dan memeluk lengan pacarku.

Dua puluh menit kemudian film berakhir. Aku mengajak Michael untuk segera meninggalkan ruangan itu sehingga tidak perlu bertatapan dengan pria di sebelahku. Michael menurut saja.

Akhirnya kami bergabung dengan gerombolan orang-orang yang berdesakan ingin segera keluar dari bioskop. Pria itu dan istrinya tidak beranjak dari tempat duduknya. Betapa leganya aku mengetahui semuanya itu sudah berakhir.

Namun sekali lagi aku salah. Setelah keluar dari ruangan itu, kami tidak langsung pulang (walau sudah malam). Kami berjalan-jalan di mall. Kebetulan aku hendak membeli kemeja untuk kerja (maklum aku baru kerja satu bulan).

Sekitar satu jam setelah keluar dari bioskop, selagi kami berjalan-jalan di R*** (departemen store), tiba-tiba aku mulai merasakan sensasi seperti tadi di dalam bioskop. Payudaraku terasa seperti diremas-remas. Kali ini remasan itu terasa pada kedua payudaraku.

Hatiku mencelos dan berpikir jangan-jangan pria itu kembali bercumbu dengan istrinya. Namun kali ini ia melakukannya tanpa ‘foreplay’ terlebih dahulu.

Hanya selang beberapa menit aku kembali dikuasai oleh birahiku yang meletup-letup. Michael yang kugandeng sedari tadi belum menyadari perubahan pada diriku.

Namun pada saat aku merasakan jari pria itu menyentuh kemaluan istrinya, aku terdiam dan berdiri tegang. Michael tersentak karena aku berhenti secara tiba-tiba. Ia menanyakan ada apa. Aku belum bisa menjawabnya. Mulutku kelu dan hatiku berdebar keras. Aku hanya dapat berharap ia tidak mendengar dentum jantungku.

Sepuluh detik kemudian aku memberi alasan bahwa aku teringat akan suatu hal namun sudah lupa lagi saat itu. Michael tampaknya mempercayainya.

Jari pria itu secara perlahan membuka mulut bibir vagina istrinya, aku dapat merasakan tiap sentuhannya. Dengan sangat amat perlahan jari itu menembus masuk ke dalam liang kewanitaannya. Aku harus berpegangan erat pada rak (tempat digelarnya baju-baju obral) agar tidak jatuh. Michael masih tidak memperhatikanku.

Jari itu terasa begitu besar bahkan terasa lebih sakit dari saat jarinya pertama kali menembus vaginanya tadi di bioskop. Tiba-tiba aku baru menyadari bahwa yang masuk ke dalam liang kewanitaannya itu bukanlah jari melainkan penis.

Memikirkan hal itu membuat jantungku seperti dihempas dari atas gedung lantai 10. Seperti inikah rasanya bila penis seorang pria menerobos masuk ke dalam diriku. Sakit. Otot-otot vaginaku terasa seperti akan robek.

Detik-detik berikutnya sama sekali tidak dapat kuduga bahwa ada sensasi yang begitu nikmat dalam hidup. Pria itu menggerak-gerakkan penisnya maju mundur. Bersamaan dengan itu, ia memain-mainkan klitoris istrinya.

Serta merta lututku langsung terasa hampa dan aku terpuruk jatuh ke lantai seperti boneka tali yang diputuskan tali penyangganya. Michael panik melihat diriku yang terjatuh itu, namun tidak sepanik diriku. Beberapa orang di sekitar kami, memandangi aku dengan pandangan bingung.

Aku berusaha bangun tapi sensasi kenikmatan itu terus menghantam diriku bertubi-tubi sehingga semua usahaku sia-sia. Rasa takut dan malu mulai menyelimuti hatiku. Jangan sampai orang-orang itu tahu apa yang sedang terjadi. Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi pada diriku, aku membatin.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku mulai berdoa, meminta ampun pada Tuhan dan mohon pertolonganNya. Sekejap mata semua sensasi itu lenyap musnah.

Michael sudah berhasil memapah aku untuk berdiri. Aku juga sudah dapat menguasai diri lagi. Sebelum sempat ia bertanya, aku memberi alasan bahwa aku kurang enak badan dan minta segera diantar pulang.

Sesampai di rumah Michael kusuruh segera pulang (karena sudah larut malam). Aku segera masuk ke dalam kamar dan bersiap tidur. Aku kembali memikirkan apa yang terjadi tadi. Malam itu aku mendapat pengalaman yang benar-benar tak dapat kulupakan.

Aku tahu aku masih perawan (secara fisik) namun secara batiniah aku merasa keperawananku telah direnggut oleh pria itu. Walaupun begitu aku bersyukur tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk tadi. Aku juga berjanji untuk lebih mempertebal imanku sehingga tidak mudah diguna-guna oleh orang lain.

Anehnya terlintas sekelebat di benakku agar dapat merasakan kembali apa yang telah aku rasakan di mall tadi. Apa ruginya, pikirku. Selaput daraku masih utuh namun aku dapat merasakan nikmatnya berhubungan sex dengan pria. Namun mengingat janjiku kepada Tuhan barusan, aku membuang jauh-jauh pikiran itu.

Sekarang aku tidak lagi menilai diriku sebagai wanita frigid. Aku merasa nyaman dengan sexualitas diriku dan kini aku lebih terbuka akan hal-hal yang berbau sex. Tetapi aku tetap saja menerapkan sistem berpacaran yang ketat dan konvensional pada Michael, pacarku.

Sampai saat ini pun, aku tidak menceritakan pengalamanku itu kepada Michael. Ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan tak diucapkan, menurutku.

(END)

Kisah Putri Keraton Singosari

Siang itu tampak rombongan pemburu berkuda tengah berkeliaran dilereng Gunung Arjuna. Rombongan itu terdiri dari dua orang gadis cantik dan empat orang prajurit pengawal. Dua orang gadis itu adalah Putri dari Kerajaan Singosari. Dua orang putri ini sudah sangat terkenal kecantikannya sampai ke pelosok negeri.

Apalagi putri yang pertama, yaitu Putri Tribuana Tungga Dewi yang berumur 19 tahun. Putri Tribuana memiliki bentuk tubuh tinggi semampai dengan buah dada yang sedang ranum-ranumnya. Wajahnya agak lonjong dengan bibir tipis yang menggairahkan, serta mata yang bening dan hidung yang mancung. Rambutnya yang lurus dan panjangnya sampai punggung. Putri Tribuana memakai celana panjang berwarna hijau, sementara dipinggangnya melilit kain sebatas lutut yang sangat indah. Banyak sekali pangeran-pangeran dari kerajaan tetangga yang tergila-gila dan berusaha melamar, tapi Putri Tribuana selalu menolaknya. Putri yang satu adalah adik dari Putri Tribuana yang bernama Putri Ayu Pualam.

Putri Ayu baru berusia 15 tahun, tapi kecantikannya tidak kalah dengan kakaknya. Kulitnya putih mulus seperti susu, dengan buah dada yang tidak begitu besar, tapi sudah terlihat menonjol. Wajahnya selalu ceria dengan bibir mungil yang selalu tampak basah kemerah-merahan. Putri Ayu Pualam tampak anggun duduk diatas kuda sambil tangannya memegang busur dan anak panah. Dua orang putri kerajaan itu memang gemar sekali berburu dan berpetualang. Kalau sudah berburu kadang sampai berhari hari.

Kali ini rombongan Tuan Putri tampak masuk jauh ke dalam hutan di lereng Gunung Arjuna. Kedua putri itu tampaknya penasaran dengan sepinya binatang buruan. Tidak sadar bahwa hutan semakin lebat dan gelap. “Tuan putri, maafkan hamba, tampaknya hari menjelang gelap, sebaiknya kita segera mendirikan tenda, agaknya kita terpaksa menginap di hutan ini.” seorang prajurit berkata sambil jongkok menyembah. “Baiklah, agaknya kita harus menginap di sini Nimas Ayu.” Putri Tribuana memandang adiknya. Putri Ayu Pualam hanya mengangguk, lalu meloncat turun dari kudanya.

Malam itu Kedua putri itu tidur dalam satu tenda, sementara di luar tampak para prajurit berjaga secara bergiliran. Tanpa mereka ketahui, dari jauh tampak beberapa pasang mata mengawasi mereka. Mereka adalah para perampok yang kebetulan juga menginap di hutan itu, jumlah mereka 4 orang. Yang paling depan tampaknya pemimpin mereka, tubuhnya tinggi besar, mukanya penuh brewok dan cambang yang tidak terurus.

“Siapa mereka kakang? kayaknya putri keraton. Wadoh.. doh.. dooh ..cantik-cantik lagi.”
“Hmm.. kalau dak salah, mereka itu dua orang putri dari Singosari yang sangat terkenal kemolekannya itu.” Si brewok bergumam.
“He..he..he.., malam ini kita akan pesta”
“Hah.. Gila kau, Kang! Kalau benar dia putri dari Singosari, sama saja kita cari penyakit. Sang Prabu Singasari pasti akan sangat marah, dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh kita”.
“Ah, goblok!! kita kan bisa lari ke Kediri, pasukan Singasari tidak akan berani mengubek-ubek Kediri. Atau kemanalah, pokoknya tidak di Singasari.”
“Iya Kang, kapan lagi kita bisa menikmati tubuh putri keraton yang sudah sangat terkenal kecantikannya itu.” Perampok yang lain menyahut sambil jakunnya turun naik.

Akhirnya keempat perampok itu sepakat. Maka disusunlah rencana. Keempat prajurut pengawal itu harus dibunuh dulu dengan serangan mendadak yang dilakukan bersamaan. Satu orang membunuh satu prajurit. Keempat perampok itu mempunyai ilmu kanuragan yang lumayan, dengan ilmu meringankan tubuh mereka dengan hati-hati mendekat dengan menyelinap diantara rimbunan semak dan batang pohon. Si brewok memberi isyarat, maka serentak keempat perampok itu dengan golok terhunus menerkam prajurit pengawal itu.

“Wuut.. wuut.. creess.. creess” Dua orang prajurit yang sedang tidur tanpa kesulitan mereka tebas batang lehernya sampai putus. Sementara dua orang prajurit yang sedang berjaga sempat memberikan perlawanan. Tapi akhirnya mereka roboh juga dengan perut robek dan dada tertembus golok.

“Hei, pengawal. Apa yang terjadi di luar?” Putri Tribuana dan Putri Ayu Pualam meloncat keluar sambil membawa pedang.

Tapi begitu sampai di luar tenda, Putri Tribuana ditubruk oleh dua orang perampok hingga jatuh terguling. Putri Tribuana menjerit, sementara pedangnya terlepas dari tangannya. Perampok itu mendekap tubuhnya dari belakang dengan sangat erat.

“Aduhh, hei.. lepaskan!! Apa kalian tidak tahu kami adalah putri dari kerajaan Singasari!!”

“Heh.. heh.. heh.., siapa yang tidak tahu bahwa paduka adalah putri dari Singasari. Tapi justru itu kami ingin sekali mencicipi bagaimana rasanya bersetubuh dengan putri keraton. Wuaahh.. pasti nikmat sekali.. waduuh.. nggak sabar aku heh.. heh.. heh.”
“Kalian gila!! Kalian bisa disiksa dan dipancung kalau kalian tetap nekat.”
“Heh.. heh.. kami rela dipancung kok, asal bisa menikmati tubuh tuan putri.” kata perampok yang satu sambil tangannya secara kurang ajar meremas-remas payudara Putri Tribuana yang masih tertutup baju.

Sementara perampok yang mendekapnya berusaha mencium pipi sang putri yang putih mulus itu dari belakang.

“Bangsat!! Lepaskan aku, lepaskan!!” Putri Tribuana meronta-ronta.

Biarpun sang putri meronta-ronta sekuat tenaga, tapi tetap saja tenaganya kalah kuat. Akhirnya Putri Tribuana lemas sendiri. Seorang perampok memasukkan tangannya ke dalam baju sang putri, tangannya yang kasar menemukan gundukan kenyal dengan puting ditengahnya.

“Woouu.. kenyal sekali susunya, masih kenceng lagi.” perampok itu dengan gemas meremas-remas payudara Putri Tribuana.

Sementara nasib Putri Ayu Pualam tidak jauh berbeda. Sang Putri sudah tidak berdaya dalam dekapan kuat Si brewok.

“Kakang, kita bawa ke mana mereka? Tak jauh dari sini ada gubuk kosong, kita bawa ke sana mereka. Totok dulu mereka”

Dua orang putri itu ditotok syarafnya sehingga tidak bisa bergerak. Lalu mereka dipanggul di pundak dan dibawa masuk lagi kedalam hutan. Gubuk itu tidak begitu luas, hanya mempunyai satu ruangan. Di dalamnya tidak ada tempat tidur, tapi ada beberapa tikar pandan. Putri Tribuana Tungga Dewi dan Putri Ayu Pualam ditidurkan di lantai dengan alas tikar pandan.

“Wahh.. mimpi apa aku semalam, pasti mereka masih perawan” kata seorang perampok sambil tangannya mulai membuka pakaian putri Tribuana.

Putri Tribuana hanya bisa menangis. Seorang perampok lalu menarik pakaian bawah Putri Tribuana hingga lepas. Perampok itu melotot memandang paha Putri Tribuana Tungga Dewi yang putih mulus karena selalu dirawat setiap hari. Sementara ‘Veggy’nya yang bersih ditumbuhi bulu-bulu yang tidak begitu lebat.

“Waduuhh.. sampek gemeteran tanganku nyentuh paha putri keraton yang putih mulus ini” tangan perampok itu tampak agak gemetar waktu mengelus dan meraba-raba paha putri Tribuana.

Lalu menciumi paha yang mulus itu dengan nafas agak memburu. Mulut dan pipi perampok itu seakan ingin juga merasakan kemulusan dan kehangatan paha Putri Tribuana. Sementara perampok yang satunya mulai membuka pakaian atasnya hingga terlepas semua. Putri Tribuana sudah telanjang bulat. Payudaranya yang sedang ranum-ranumnya itu kelihatan montok, dengan puting yang berwarna kemerah-merahan.

“Waduh.. duh.. duuhh.. Elok tenan payudara Putri Tribuana.”

Tangan kasar perampok itu lalu meremas-remas payudara montok Putri Tribuana dengan gemas. Puting payudara itu kadang dipilin-pilin dengan jari-jarinya. Lalu dia mulai menjilati puting susu yang kemerah-merahan itu. Perampok itu mulai menyedot-nyedot payudara kanan yang ranum milik Putri Tribuana, sementara tangan kanannya meremas-remas payudara yang kiri.

“Mmmaahh.. cuupp.. cuup.. wah.. kenyal banget”

Putri Tribuana hanya bisa terisak ketika perampok yang satu mulai mengelus-elus ‘Veggy’nya. ‘Veggy’ yang selama ini dia rawat setiap hari, sehingga ‘Veggy’ itu selalu bersih mempunyai bau harum yang khas. Perampok itu membuka paha Putri Tribuana lebar-lebar, sehingga belahan ‘Veggy’ yang kemerah-merahan itu kelihatan. Perampok itu mengelus-elus belahan ‘Veggy’ itu dengan jari-jari tangannya dari bawah ke atas hingga menemukan kelentit sang putri. Setelah beberapa saat mempermainkan kelentitnya, lalu perampok itu mulai menjilati dan menciumi kelentit dan ‘Veggy’ Putri Tribuana.

“Aumm.. cuupp.. waahh harum sekali ‘Veggy’ Paduka.”

Cukup lama perampok itu menjilati ‘Veggy’ dan kelentit sang putri. Sementara Putri Tribuana tanpa sadar merintih dalam tangisnya. Perampok itu tampak makin terangsang dan bersemangat melihat Putri Tribuana merintih. Lidahnya menjelajahi permukaan ‘Veggy’ yang kemerah- merahan. Lidah itu lalu menelusuri belahan ‘Veggy’ Putri Tribuana. Belahan ‘Veggy’ yang sudah mulai basah itu dijilat dan dikecup.

“Ahh.. cuupp.. cuupp..” Putri Tribuana tampak menggeliat dan menggeleng-gelengkan kepalanya ketika lidah perampok itu menjilati klitorisnya.

Daging kecil sebesar kacang itu semakin membesar ketika perampok itu mengecup dan menyedot-nyedot dengan bibirnya. Sementara ‘Veggy’nya semakin basah oleh cairan yang keluar dari dalam.

Sementara itu, Putri Ayu Pualam juga bernasib sama dengan kakaknya. Seorang perampok tampak meremas-remas payudara Putri Ayu Pualam. Payudara Putri Ayu Pualam tidak begitu besar, tapi sudah mulai menonjol. Sementara puting susunya agak kecil berwarna merah muda. Perampok itu tampak nafsu sekali meremas susu setengah ranum itu. Kadang mulutnya menyedut-nyedot puting susunya, lalu tangan yang satunya memilin-milin puting susu satunya. Sementara si brewok mulai melepas pakaian bawah Putri Ayu Pualam. Hingga kini Putri Ayu Pualam telanjang bulat.

Putri Ayu Pualam yang baru berumur 15 tahun itu hanya bisa menangis.

Putri Ayu Pualam yang baru berumur 15 tahun itu hanya bisa menangis. Tubuhnya yang putih mulus tanpa cacat itu di gerayangi dua orang perampok. ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam tampak menggembung mulus tanpa ditumbuhi bulu sedikitpun. Si brewok tidak sabar lalu menjilati ‘Veggy’ mulus itu, ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam dijelajahi seluruhnya oleh lidah si brewok, lalu si brewok mulai menghisap hisap ‘Veggy’ itu. Putri Ayu Pualam merintih perlahan, dia tak kuasa menahan gejolak dan rangsangan yang muncul. Si brewok lalu membuka lebar-lebar paha Putri Ayu Pualam. Mulutnya mengecup-ngecup ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam yang tampak menggembung. Lalu klitoris yang kemerahan milik putri juga di jilati dan dihisap-hisap dengan semangatnya.

“Mmmaahh.. cuup.. cuupp.. edan tenan, bener-bener daun muda ini, putri keraton lagi.”

Sementara dua orang perampok yang menggarap Putri Tribuana Tungga Dewi mulai melepas pakaian mereka hingga telanjang bulat. Penis mereka sudah berdiri tegang. Putri Tribuana tak bisa berbuat apa-apa ketika seorang perampok menciumi wajahnya. Pipinya dicium dan dikecup-kecup, lalu bibirnya yang merah merekah dilumat oleh bibir perampok itu.

“Mmmaahh keraton Singosari.”

Sang putri tidak bisa melawan ketika tangannya dengan dipegangi perampok itu dibimbing meremas-remas ‘Mr. Penny’nya.

“Ahh.. enak sekali paduka.. yahhk..hangat dan empuk tangan tuan putri.” Perampok itu merem-melek keenakan ‘Mr. Penny’nya diremas-remas tangan Putri Tribuana, sementara perampok itu tetap meremas-remas payudara indah putri Tribuana.

“Kang, aku perawani ya, Putri ini.”

Perampok yang satunya tampak menggosok-gosokkan ‘Mr. Penny’nya yang sudah tegang di belahan ‘Veggy’ Putri Tribuana. ‘Mr. Penny’ yang hitam tapi tidak begitu panjang itu (kira-kira12 cm) menyusuri belahan ‘Veggy’ yang sudah basah dari bawah ke atas berulang ulang.

“Iya cepetan, gantian aku nanti. Wah.. wah.. wah.., Pangeran sejagat harus ngantri untuk dapat bersalaman dengan Putri Tribuana, ehh.. kita ini perampok jalanan malah bisa menikmati tubuhnya sepuas-puasnya.”
“Iya kang, beruntung bener ‘Mr. Penny’ku bisa masuk ke ‘Veggy’ Putri Tribuana.” katanya sambil mulai memasukkan ‘Mr. Penny’nya ke lobang ‘Veggy’ Putri Tribuana.

‘Mr. Penny’ itu agak susah masuknya, sambil tangannya memegangi perut sang putri, perampok itu penekan kuat tapi perlahan. Putri Tribuana meringis ketika kepala ‘Mr. Penny’ perampok itu mulai masuk ke dalam lubang ‘Veggy’nya. Putri Tribuana menjerit ketika perampok itu semakin menekan kedalam ‘Mr. Penny’nya.

“Waduh.. alot kang, susah masuknya.”
“Iya, namanya juga masih perawan, tekan aja terus.”

‘Mr. Penny’ perampok itu sudah terbenam separoh di dalam ‘Veggy’ Putri Tribuana. Lalu perampok itu menarik sedikit ‘Mr. Penny’nya, lalu dimasukkan lagi. Setelah berulang-ulang akhirnya ‘Mr. Penny’ itu terbenam semuanya. Perampok itu berhenti mengambil napas. Kemudian dia mulai mengocok ‘Mr. Penny’nya keluar-masuk ‘Veggy’ perlahan-lahan. Agaknya dia ingin menikmati gesekan ‘Mr. Penny’nya dengan dinding ‘Veggy’ Putri Tribuana Tungga Dewi.

“Ahh.. sshh..enak tenan ‘Veggy’ tuan putri, hangat, masih rapet lagi, ahh.. sshh..oouuhh “

Perampok itu perlahan-lahan mulai mempercepat gerakannya. ‘Mr. Penny’ yang hitam itu mulai bergerak cepat keluar masuk ‘Veggy’ Putri Tribuana yang putih kemerahan. ‘Veggy’ itu menjepit ‘Mr. Penny’ hitam itu dengan ketat.

“Ahh.. oouuhh.. sshh..” Perampok itu mendesis desis keenakan.

Sementara itu si brewok juga sudah telanjang. ‘Mr. Penny’nya yang hitam tidak begitu besar tapi agak panjang. Si brewok tampak kesulitan memasukkan ‘Mr. Penny’nya ke ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam yang sudah kemerah-merahan itu akibat ciuman dan kecupan-kecupan si brewok. Setelah agak lama, akhirnya si brewok berhasil juga memasukkan ‘Mr. Penny’nya sampai seperoh di ‘Veggy’ putri Ayu Pualam. ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam tampak menjepit erat ‘Mr. Penny’ si brewok. Si brewok tampak diam merem-melek menikmati jepitan ‘Veggy’ putri Ayu Pualam. Putri Ayu Pualam menjerit keras ketika dengan buasnya si brewok menekan kuat-kuat ‘Mr. Penny’nya. Si brewok lalu dengan buasnya mengocok ‘Mr. Penny’nya keluar masuk.

“Ahh..oohh.. mmhh..” mulut si brewok mendesis-desis keenakan.

Sementara perampok yang menyetubuhi Putri Tribuana semakin cepat gerakannya.

“Ahh.. oohh.. oohh.. ahh.. ahh..” ‘Mr. Penny’nya keluar masuk dengan cepat.

Agaknya dia akan orgasme. Putri Tribuana merintih, kepedihannya ia merasakan sensasi luar biasa. Sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tubuhnya mengejang, tangannya yang menggenggam dan mengocok ‘Mr. Penny’ perampok yang satunya tampak meremas kuat dan kocokannya semakin cepat. Sementara perampok yang di kocok ‘Mr. Penny’nya itu tampak merem melek keenakan.

“Ahh.. ss.. terus tuan putri.. ahh yaa.. begituu.. ohh..”

Sementara tangannya tak berhenti meremas-remas buah dada Putri Tribuana. Sementara Gerakan perampok satunya semakin cepat, tubuhnya mengejang, matanya mendelik ketika ‘Mr. Penny’nya menyemburkan sperma ke dalam rahim Putri Tribuana Tungga Dewi.

“Ahh.. aahh.. ohh..” Agak lama ‘Mr. Penny’nya masih terbenam di ‘Veggy’ sang putri.
“Dah, ayo ganti aku! Aku juga pingin ngerasain nikmatnya ‘Veggy’ Putri Tribuana Tungga Dewi. Cepet minggir!”

Perampok satunya tampak tidak sabar. Perampok itu akhirnya mencabut ‘Mr. Penny’nya, lalu menyingkir duduk dipojok ruangan. Perampok satunya lalu mulai memasukkan ‘Mr. Penny’nya yang hitam besar ke ‘Veggy’ Putri Tribuana. “Bleess.., ‘Mr. Penny’ itu amblas seluruhnya ke dalam ‘Veggy’ dengan mudah, karena ‘Veggy’ putri Tribuana sudah sangat licin oleh sperma temannya.

“Ahh.. ahh.. ohh..”

perampok itu langsung tancap gas.’Mr. Penny’nya keluar masuk dengan cepat. Sementara tangannya meremas-remas payudara tuan putri. “Ohh.. sshh.. ahh..” Ketika mendekati klimak, perampok itu mendekap erat tubuh Putri Tribuana, bibirnya mengecup erat bibir sang putri. ‘Mr. Penny’nya mengejang dan berhenti bergerak di dalam ‘Veggy’ Sang Putri. Sambil menekan kuat-kuat ‘Mr. Penny’nya ke ‘Veggy’ Putri Tribuana, perampok itu mencapai klimak dengan menyemburkan banyak sekali sperma ke dalam ‘Veggy’ Putri Tribuana.

Sementara itu si brewok tampak membalikkan tubuh Putri Ayu Pualam sehingga nungging. Lalu dari belakang kemudian si brewok menusukkan ‘Mr. Penny’nya ke ‘Veggy’ sang putri. Dengan posisi itu si brewok makin leluasa mengocok ‘Mr. Penny’nya. Serangannya semakin hebat.

“Ahh.. ahh.. sshh.. ahh..” si brewok merintih rintih keenakan.
“Ahh.. cah ayuu.. sshh.. putri ayuu.. uuhh.. enak sekali. ‘Veggy’mu.. ahh..ohh..”

Si brewok menyemburkan mani banyak sekali ke dalam ‘Veggy’ Putri Ayu Pualam sambil tangannya meremas payudara sang putri.

“Ahh..aahh..”

*****

Malam itu Putri Tribuana Tungga Dewi dan Putri Ayu Pualam digilir secara bergantian oleh keempat perampok itu. Si brewok sampai 3 kali menyetubuhi Putri Ayu Pualam dan 2 kali menyetubuhi Putri Tribuana Tunggadewi.

E N D

Kenikmatan dari Sang Polisi


Selalu saja penyesalan terjadi belakangan. Seandainya saja aku tidak bernafsu ingin melihat VCD "Belum Ada Judul" yang sempat menghebohkan itu, tentunya aku tidak harus terkena masalah. Teman-temanku selalu tidak ketinggalan barang baru. Aku selalu jadi cemoohan, karena aku selalu yang paling akhir menikmati apa saja yang jadi santapan mereka. Entah itu perselingkuhan si mandor, tertangkap basahnya bos dengan sekretarisnya di kamar mandi, bahkan hal-hal kecil, seperti adanya blue VCD baru.

Bekerja di perusahaan rancang bangun selalu kehabisan waktu, namun penuh tantangan, maka sangat dibutuhkan hiburan agar pikiran selalu fresh, apalagi aku selaku designer rancang bangunnya, sangat butuh itu. Aku penasaran ingin membuktikan kehebohan VCD itu, maka ketika akhirnya temanku ada yang membawakannya, tanpa pikir panjang aku menerimanya.

Dengan Tiger kesayanganku, kupacu motorku kencang agar secepatnya bisa menonton VCD. Yogya-Magelang yang biasanya sebentar, terasa begitu lama, meski aku mempercepat laju motorku di atas 110 km/jam. Mungkin perasaan was-wasku penyebabnya. Aku sengaja pulang lebih sore daripada biasanya, berharap tidak ada polisi yang sedang operasi. Rasa lega menyeruak, begitu memasuki kota Yogya. Namun di depan sebuah plaza, aku tersentak, ketika ada sedikit kemacetan.

Ahh sial, gerutuku. Semoga hanya operasi kelengkapan surat-surat saja, bisikku dalam hati. Aku berhenti agak jauh dari tempat diberhentikannya kendaraan-kendaraan. Aku celingukan, mencoba mencari jalan tikus yang bisa kujadikan jalan selamat. Namun belum sempat aku mematikan motorku, seorang polisi telah mendekatiku.

"Selamat petang, Mas. Maaf mengganggu kenyamanan Anda. SIM dan STNK, mohon dikeluarkan?", keramahan polisi itu sedikit menyejukkanku.
"Oh iya, Pak. Ada", bergegas kusodorkan.
"Terima kasih, silakan melanjutkan perjalanan Anda!". Aku sedikit mengelus dada, syukur. Segera kuhidupkan motorku. Tanpa mengengok lagi, aku melaju.
"Mas! Maas, berhenti!". Aku menoleh, dan polisi itu kembali melambaikan tangannya. Terpaksa aku berhenti.
"Sekali lagi maaf, Mas. Ini operasi sajam dan narkoba. Saya harus memeriksa isi tas Anda!".

Duerr, serasa sebuah peluru menembus kepalaku. Aku lunglai. Aku yakin, polisi itu akan mencibir atau memperkarakanku dengan semua isi di tasku. Dua batang penis buatan yang dibawakan temanku untuk melambungkan gairah istriku. Bullshit. Terngiang sindiran teman-temanku yang menjamin bahwa istriku akan klimaks 5 kali dengan benda itu. Belum lagi VCD bokep sialan itu.

"Maaf, Pak. Ini pinjaman dari temanku. Kalau bapak berkenan silakan ambil, atau kuharap ini bisa membuka hati Bapak!", aku menyodorkan KTP dan secarik kertas yang telah kutuliskan nomor HP-ku.
"Saya ada 3 juta, tapi di rumah. Saya mohon bapak mengerti posisi saya, lagipula barang itu tidak berbahaya dan tidak termasuk kategori operasi Bapak, kan?".

Polisi itu mengangguk, sambil menerima KTP dan nomor HP-ku, lalu mempersilakanku melaju. Aku melonjak girang dalam hati. Meski sial, namun 3 juta tidak sebanding dengan nama baikku yang bakal tercoreng. Bagaimana aku harus menjelaskan kepada istriku? Bagaimana kesan keluargaku, jika tahu bahwa aku berurusan dengan polisi karena film bokep? Belum lagi pada para remaja yang menganggapku serba sempurna, saat aku memimpin rapat karang taruna mingguan mereka.

'Kutunggu di tempat kemarin kami operasi, jam setengah 7 malam, tepat. Kuharap Anda sudah siap', begitu SMS yang di kirim polisi itu, sebelum aku berangkat ke proyek. Setengah celingukan aku melambatkan laju motorku, mencari sosok polisi itu, sore itu. Hmm, jam 18:25, mungkin polisi itu belum datang, gumamku.

"Selamat petang, ikuti aku!". Seseorang menjabatku. Ohh, polisi itu tidak berseragam, pantas saja aku pangling. Segera kuikuti motornya.

Di kawasan yang tidak begitu padat, polisi itu menghentikan motornya. Persisnya di depan rumah yang tidak besar namun terlihat asri. Dia membuka pagar dan masuk. Tangannya melambai, menyuruh aku juga memasukkan motorku.

"OK Dj, inilah rumahku!". Plak, aku serasa tertampar. Darimana dia tahu nama samaran itu? Aku bingung, ternganga.
"Ada yang salah?". Senyum yang menggantung di bibirnya itu kurasa sengaja mempermainkanku. Aku makin bingung, namun kulihat di rona wajahnya seakan sedang sangat bahagia, seolah baru mendapatkan sesuatu yang lama diidamkan.
"Setengah tahun lalu kamu ganti nomor polisi motormu, kan? Kenapa? Takut ada yang mengenali motormu? Takut ada yang minta jatah dan kau tidak mau? Salahmu sendiri, kenapa terlalu jujur dan mencantumkan identitas motormu di ceritamu, itu berarti kau mengumumkan kepada kaum gay bahwa ini lho aku, Dj-paijo!".

Rentetan kata-kata bernada menyindir itu seolah menohokku, bagaimana dia tahu?'

"Kamu semakin menggemaskan kalau kebingungan begitu. Lucu, tapi menggairahkan". Aku hanya ternganga tak percaya.
"Jangan begitu, dong. Dua bulan lebih aku mencari informasi siapa gerangan pemutasi nomor polisi lamamu itu, begitu aku pindah tugas ke Yogya. Aku selalu deg-degan kalau kebetulan melihat pengendara Tiger, mungkinkah kamu? Sebetulnya bisa aku percepat, tapi aku tidak mau dicurigai ada apa-apa oleh teman korpsku. Jadinya yaa harus sabar, dan memang orang sabar banyak rejeki, kan? Kita jodoh, dan bertemu".
"Jadi..".
"Heran ada orang sepertimu di tempatku bekerja? Banyak, cah bagus, di instansi manapun juga pasti ada!".
"Jadi..".
"Iya. Aku tahu kamu dari 17Tahun.com, dan kemarin sebenarnya bukan operasi sajam atau narkoba, tapi ada kecelakaan. Sepintas aku lihat Tiger metalik dengan agak ragu-ragu melaju, kucocokkan nomor polisinya dengan catatan hasil investigasiku yang sudah kuhafal di luar kepala. Begitu aku yakin kalau itu adalah nomor barumu, baru aku dekati kamu".

Aku mengangguk, mulai memahami. Aku menjadi lebih tenang. Kusodorkan sejumlah uang yang kujanjikan, dan meminta KTP-ku. Namun polisi itu tersenyum, menggeleng.

"Aku tidak butuh uang itu. Aku butuh lebih dari itu". Senyuman misterius itu masih saja membuatku tak habis pikir.
"Aku memang puas menyaksikan berbagai bentuk penis teman-temanku ketika mandi atau bertukar pakaian, namun perlu kau tahu, aku jarang bergumul dengan mereka, bahaya. Tidak mudah menemukan seseorang yang dalam keadaan sepertimu. Bisa saja aku menggunakan gigolo, tapi riskan. Aku bisa kehilangan pekerjaan. Aku maunya dengan yang sepertimu, yang takut kalau ketahuan, yang akan sama-sama tahu untuk tidak bekoar, dan aku yakin bukan tipemu mengumbar omongan dan ngobral privasiku ke orang lain yang mungkin saja tertarik dengan kehidupanku, demikian juga aku. Jadi akan sangat aman bagiku".

Aku mengangguk kembali. Berkali mengangguk. Kulihat senyumnya masih menggantung di bibir manisnya. Dia menghela nafas panjang. Kemudian aku mendekat, berharap dia mau menerima uangku dan menyerahkan KTP-ku, agar aku tidak punya beban padanya. Namun uang itu dimasukkan kembali ke tasku. Dengan isyarat telunjuk yang ditempelkan ke bibirnya, dia menyuruhku diam. Kurasakan wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Mulutnya membuka, mencoba menemukan mulutku. Untuk pertama kalinya, aku merasa nyaman dengan laki-laki. Mungkin karena dia adalah seorang polisi, yang selain macho, ada sensasi tersendiri yang telah sejak lama kukhayalkan.

Aku mulai mengikuti aksinya. Dengan aktif kulumat bibirnya. Begitu juga dia. Nafas kami mulai berpacu, dan membakar gairah petang. Kami berpagutan lama, seolah kami benar-benar merindukan hal itu sangat lama. Lidahnya sangat nakal bermain di mulutku, kusedot balik lidahnya. Dia mulai mengerang. Tanganku mulai menggerayangi selangkangannya. Kurasakan benjolan keras di balik celana panjangnya. Aku mulai tak tahan.

Kubuka kaos ketatnya, agak kesulitan memang, namun semua sebanding dengan badan tegap nan berisi yang ditawarkannya. Kekar tubuhnya yang terlatih setiap hari, semakin menggetarkan hasratku, aku semakin kesetanan. Kuraih celana panjangnya, dan mencoba melepasnya. Masih dengan berpagutan, aku berhasil menelanjanginya. Penis yang terbungkus celana dalam yang sangat ketat, kujamah dengan tanganku. Kupermainkan, agak sedikit kasar. Dia mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku. Dia masih sibuk dengan gairah di mulutku. Tangannya mulai menuruni dadaku, mencoba mencari benda kesayanganku.

Aku terpekik, ketika tangannya mulai menemukan penisku. Dia mulai gemas. Dengan kasar, dia renggut apa pun yang kupakai. Tak kalah kasarnya, kutarik celana dalamnya, sekali lagi dia mengaduh, namun tak lama aku didekapnya erat. Penisnya yang keras, menusuk perutku, begitu pula penisku, ketika kami yang sama-sama telanjang, kembali berpagutan.

Aksinya yang kasar namun romantis, membuatku melambung tinggi. Mulutnya dengan ganas menyedot dua putingku bergantian. Aku mengerang. Aku dekap kepalanya yang berambut cepak, saat sensasi hebat bermain di kedua putingku. Aku semakin melambung, saat lidah kasarnya menjilati putingku. Tanganku tak kalah hebatnya mencakar daerah selangkangannya, dan merancap penis besarnya.

"Uuh, Yeahh". Kata-kata itu berulang kali keluar dari mulutnya, semakin membuatku begitu menikmatinya. Apalagi ketika mulutnya mulai menemukan penisku, aku mengerang.

Berkali-kali disentilnya penisku. Dua pelirku, tak luput dari gigitan nakalnya. Bergantian mulut indah itu mengulum buah pelirku. Sesekali aku mengaduh, saat dia menggigitnya. Kembali aku mengerang. Jari-jari tangannya menusuk-nusuk anusku, sementara mulutnya tak henti, bahkan semakin agresif menyedot penisku, seolah ingin meminum semua spermaku yang masih jauh di dalam. Sensasi di dua titik kenikmatanku, serasa melambungkan jiwaku. Aku mendesah, setengah terpekik.

Tak kalah agresifnya, aku berbuat hal yang sama. Kubanting dia, kemudian kurancap penisnya. Rasa jijik ketika menjilati penis yang sebelumnya ada, entah mengapa, dengannya justru berganti nikmat. Bagai kesetanan, berkali kugigit ujung penisnya, glands penisnya yang sudah berair kumainkan dengan ujung bibirku. Aku semakin bergairah, saat kulihat wajahnya yang memang tampan dan sangat jantan melukiskan berjuta rasa. Rasa antara nikmat, sakit, dan entah apalagi. Berkali mulutnya ternganga disertai desisan penuh kenikmatan, membuat aku ingin sekali melumat bibir itu. Namun aku lebih tertarik melumat penisnya. Tanganku meremas keras dua pelirnya. Dia terpekik, mulutnya masih menganga, mengimbangi sensasi yang dirasakannya, namun matanya terpejam.

Aku tak bisa menahan gairahku sendiri. Aku dekap erat dia. Aroma kelelakiannya menyebar dari tubuh kekarnya. Aku terbuai dan begitu gemas melihat reaksi yang diperlihatkannya. Begitupun dia. Kembali kami berpelukan erat. Tanganku masih bermain dengan penisnya, begitu juga dia. Kami sama-sama membisikkan kata yang semakin melambungkan gairah. Membisikkan kata terindah yang aku sendiri tidak tahu darimana datangnya.

"Oohh. Pakai seragammu, please!". Tiba-tiba aku sangat ingin melihatnya utuh sebagai polisi dengan seragam lengkap. Aku begitu ingin, seolah ada sensasi lain yang bisa kudapatkan.

Dengan berpelukan dan berciuman, dia menuntunku ke kamarnya. Seragam yang sekiranya akan dicuci, diambilnya dari tempat pakaian kotor. Dengan gairah yang masih tinggi, dia pakai seragamnya, komplet dengan sepatu, kecuali topinya, seperti yang kupinta.

Belum sepenuhnya selesai dia mengenakan seragamnya, aku sudah menubruknya. Kembali kami berpagutan, semakin panas, karena aku telah menemukan sensasi lain. Ahh, tubuhnya yang terbalut seragam penuh pesona itu benar-benar membuatku gila. Aku semakin agresif memagutnya serasa ingin melumat apapun yang dia miliki. Pantat, selangkangan dan apapun yang dia punya semakin membuatku melambung begitu dibalut seragamnya. Aku semakin gemas, mencengkeram apa pun yang ada padanya. Berkali dia mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku.

Dengan paksa kubuka retsliting celananya. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Kukeluarkan penis besarnya, berikut dua buah pelirnya. Sengaja kubiarkan tidak membuka celana panjangnya, karena aku ingin dia tetap dengan seragamnya. Semakin agresif aku mengunyah penisnya. Dua tanganku pun seolah tidak ingin melewatkan sensasi indah itu. Penis dan buah pelirnya yang menjulur dari retsliting celana coklat tua itu, membuatku kesetanan.

Dia mengamuk berat saat kupercepat aksi tanganku di penisnya. Aku dibanting ke bibir tempat tidurnya. Tubuhku terhempas ke kasur, sementara pahaku menjulur ke lantai. Penisnya yang keras, memerah dan panas, mencoba menusuk pantatku. Aku terpekik, saat berkali penisnya mencoba menusuk anusku. Tangannya berkali mengambil ludah dari mulutnya, dan dilumurkan ke anusku, berharap penisnya akan sedikit gampang masuknya. Namun tetap saja sulit, dan aku merasa kesakitan, karena inilah pertama kalinya anusku tersodomi. Aku memejam, begitu kurasakan dia memperlambat aksinya. Dengan lembut jarinya menusuk-nusuk anusku, mencoba mencarikan jalan untuk penisnya.

Kembali aku terpekik, saat glands penisnya mulai masuk ke anusku. Aku mengaduh, setengah mendesis. Berkali pula dia mendesis, sambil mengucapkan kata-kata indah, mencoba memberiku semangat. Gairahku semakin melambung, saat kulihat wajahnya yang mulai berkeringat, menegang. Mulutnya menganga dan mendesah saat penis yang menjulur dari retsliting seragamnya berjuang masuk ke anusku.

Kulumat jemarinya, saat dia telah berhasil memasukkan hampir semua penisnya. Aku benar-benar merasakan sensasi hebat, yang baru pertama kali kurasakan. Rasa mengganjal di anusku. Penisnya yang beraksi di anusku benar-benar memberikan pengalaman pertamaku, dan sebanding dengan kenikmatan yang didatangkannya. Pelan, dia maju-mundurkan pantatnya. Kami mendesis bersahutan. Tanganku beralih ke penisku. Kurancapnya semakin kencang. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan gairahku demi melihat wajahnya yang semakin tegang menghadirkan berjuta rasa. Kubiarkan sperma mulai memasuki ujung dalam penisku. Kurasakan sperma itu begitu kencang mengalir, memenuhi kantung spermaku.

Aku mempercepat aksiku. Rasa nikmat berganda di penis dan anusku, seolah melambung ke ubun-ubunku. Aku mulai mengejang kuat seiring dengan percepatan reaksi di penisku, dan akhirnya aku mengerang panjang saat spermaku mulai muncrat deras. Saking derasnya, sperma itu muncrat ke wajahnya. Refleks dia mendekapku erat, dengan penis masih menancap di anusku, mencoba memberikan semua birahinya.

"Hayoo, sayang! Ougghh!".

Dia membisikkan berbagai kata di telingaku, mencoba menambah gairahku. Penisku yang baru sekali memuntahkan sperma, berdenyut di baju seragamnya. Aku yakin, seragamnya akan belepotan spermaku seperti halnya wajahnya yang belepotan muncratan spermaku, karena saat dia dekap erat aku, aku masih merasakan kejang penisku memuntahkan spermanya. Tangannya mengurut penisku dengan kasar.

Belum habis sensasi yang kurasakan, dia melepas dekapannya. Wajahnya kulihat semakin tegang dan mengejang. Mulutnya ternganga, matanya berkejap-kejap. Desahan dan erangan berkali keluar dari mulutnya, saat dia mempercepat aksi penisnya di anusku.

Aku sangat menikmati saat dia berada di puncak gairah. Dengan seragam lengkap, wajah menegang, mulut menganga, mendesah. Mata berkejap-kejap, membuatku menemukan sensasi indah. Akhirnya dia meraung panjang, saat spermanya mulai muncrat. Dicabutnya penisnya dari anusku, dan ditempelkan di penisku. Spermanya yang panas, dan lengket kurasakan membasahi penisku yang setengah melemas. Kurancap kuat penisnya. Berkali dia mengerang panjang.

Tanganku masih mengurut penisnya, saat dia dengan erat dan mesra mendekapku. Bibirnya berkali mengecup keningku, dan aku pun membalasnya. Kuucapkan terima kasih, lirih. Dia pun mengatakan hal yang sama. Kami masih berpelukan erat, entah berapa lama.

Ternyata aku mulai menemukan sensasi indah yang semula kuanggap aneh. Aku mulai menikmati lekuk tubuh lelaki, yang semula masih bisa kutahan dengan melampiaskan gairah itu pada istriku. Aah..!


E N D

Ada Apa Dengan Valent

Hi, namaku Steve. Ini adalah kisahku yang kedua setelah kisah pertamaku dengan Denny. Semuanya ini aku angkat dari kisah nyataku di dunia homoseksualitas. Pengalaman pertamaku dengan Denny tentu saja itu adalah pelajaran pertamaku dan sebuah pengalaman yang tak bisa dilupakan. Tetapi kalau aku ditanya tentang pengalaman yang paling dahsyat yang pernah aku dapatkan selama berkecimpung di dunia gay ini, tentu saja pengalaman yang akan kuceritakan kali ini.

Seorang drummer, sebut saja namanya Valent. Ia bukan berasal dari band kenamaan, tapi dari sebuah band kecil, yang dibentuk oleh anak-anak sekolahan. Ia seumuran denganku. Ketika aku mengenalnya, kita sama-sama duduk di bangku SMU kelas 2, cuma bedanya ia tinggal di Indonesia sedangkan aku di Melbourne. Valent berbadan bongsor dan atletis, tingginya waktu itu saja sudah sekitar 180 cm. Anaknya asyik dan funky. Tapi lucunya, kadang-kadang ia tulalit juga, itu yang membuatku sering jengkel jika ngobrol dengannya. Bahkan seringkali aku mengumpat dalam hati, "ganteng-ganteng kok tulalit!"

Sebetulnya, perkenalanku dengan Valent berlangsung secara tak sengaja. Waktu itu aku sedang libur semester dan memutuskan pulang ke tanah air. Suatu sore, ketika sedang tak ada kerjaan di rumah, aku memutuskan untuk jalan-jalan mengunjungi teman-temanku semasa SMP dulu, memang ada beberapa yang sudah pindah ke luar kota termasuk Denny salah satunya, namun ada lumayan banyak juga yang masih bertahan bersekolah di kota ini. Salah satunya adalah Cindy, si Barbie imut yang juga pernah menjadi bagian dari perjalanan cinta monyetku dulu. Tapi itu masa lalu, sekarang kita hanya sebatas teman. Dan entahlah, diantara kami seolah sudah pupus rasa saling menyukai. Ia cantik, pintar dan penyayang, tapi ia bukan tipeku.

Rumah Cindy lumayan jauh dari rumahku, kurang lebih 5 kilometeran. Tapi tak begitu masalah bagiku selama aku bisa membawa BMW milik papa. Kalau dulu, aku harus mencuri-curi kesempatan untuk membawa BMW itu, beda halnya dengan sekarang. Kini, aku sudah punya SIM dan papa pun sudah mulai lebih mempercayai kemampuanku menyetir mobil. Aku tinggal minta baik-baik, ambil kunci dan langsung cabut, begitu saja!

Aku tak berharap banyak melihat perubahan pada diri Cindy yang tentunya sudah lebih dewasa dibandingkan ketika dulu kami satu sekolah. Mungkin saja, sekarang ia tambah cantih dan bodinya tambah aduhai, atau bagaimana? Bagiku itu tak terlalu penting. Aku cuma ingin melepas rasa kangenku kepada seseorang yang pernah menjadi begitu berarti di masa laluku, mengajaknya keluar, ngobrol dan makan malam. Bahkan tak terpikir olehku kalau-kalau Cindy sekarang sudah punya pacar sehingga akan ada yang berkeberatan jika ia jalan bersama seorang laki-laki sepertiku.

Hampir jam setengah enam ketika mobilku berhenti di depan pagar bercat hijau, yang di dalamnya terdapat sebuah rumah megah berarsitektur Eropa. Tepat di depan mobilku, ada sebuah mobil coupe yang nyentrik. Rupanya ada tamu, pikirku. Dan sudah bisa kupastikan, yang pakai mobil seperti itu pastilah tamu Cindy, tak mungkin tamu papanya, apalagi tamu Mbok Iyem, PRT Cindy. Kupencet bel yang ada di balik pagar berulang kali, sampai kemudian sepasang muda-mudi keluar dari dalam rumah. Sekilas, aku pangling melihat Cindy dengan longdress yang dipakainya, ia lebih mirip tante-tante saja.

"Hi, Cin!" seruku dari balik pagar seraya melambaikan tangan ke arah Cindy. Gadis itu tertegun sejenak, tak balas melambai, melainkan hanya melangkah mendekati pagar.
"Siapa? Steve yah?" tanya Cindy ragu-ragu.
"Iya, ini aku. Masak lupa?" sahutku sambil nyengir, memamerkan deretan gigiku yang putih bersih, yang dahulu membuat Cindy tergila-gila padaku.

Cindy tersenyum, kemudian ia ngakak, tapi tetap saja aku tak dibukakan pintu.

"Steve, beneran nih? Tumben ingat sama aku!" guraunya.

Sementara itu, cowok tinggi berkulit putih yang bersama Cindy hanya menatap kami bergantian dengan tatapan heran. Sekilas aku melihat ke arah cowok itu, nah, sekarang aku yakin betul kalau cowok itu belum pernah aku kenal sebelumnya, tidak juga salah satu alumni SMP kami.

"Lent, kenalin, ini teman SMP-ku, namanya Steve!" kata Cindy mengenalkanku pada teman cowoknya itu.
Aku mengulurkan tangan,"Hallo!" sapaku ramah.
"Hallo, namaku Valent!" kata cowok berambut gondrong itu dengan suara seraknya yang terdengar seksi. Setelah itu, Cindy mengajak kami berdua ke taman belakang rumahnya yang dilengkapi kolam renang berukuran besar.

Sambil ditemani sepiring pisang goreng buatan Mbok Iyem yang sudah lama aku kangeni, kami bertiga mengobrol banyak, atau lebih tepatnya aku dan Cindy yang lebih banyak mengobrol. Valent hanya sesekali saja bicara, itu pun kalau ditanya, ia sepertinya pendiam, pikirku.

Di tengah-tengah obrolan kami, tiba-tiba Cindy pamit ke kamar mandi. Kupikir, ini kesempatan emas untuk aku mengobrol dengan cowok ganteng dan super cute yang ada di hadapanku ini.

"Tadi Cindy bilang kau juga main drum, betul begitu?" tanyaku membuka obrolan.
Sambil tersenyum, Valent mengangguk sekali, "Yah, untuk menyalurkan hobby saja!"
"Wah, kalau begitu bisa ajarin aku dong. Soalnya aku juga suka drum, tapi sayangnya selama ini nggak ada waktu untuk belajar, mau nggak?" kataku berbasa-basi.

Lagi-lagi, Valent tersenyum. Jantungku hampir copot dibuatnya, senyumannya sungguh dahsyat dan luar biasa menawan. Tambah ganteng aja nih anak kalau tersenyum, pujiku dalam hati.

"Boleh aja, tapi aku juga masih dalam tahap belajar kok! jadi belum gitu mahir juga,"
"Wah, kapan dong aku bisa main ke tempatmu?" kataku dengan semangat. Valent tak segera menjawab, ia berpikir sebentar.
"Besok sore aku di rumah, datang aja! Ini alamat dan nomor HP-ku," kata Valent seraya menyodorkan sepucuk kartu nama kepadaku.

Itulah awal perkenalanku dengan Valent, dan saat itu juga aku tahu kalau tidak hubungan yang khusus antara Valent dan Cindy, mereka hanya sebatas teman satu sekolah.

Keesokan harinya, sebelum jam 3, aku sudah ada di rumah Valent. Ketika aku datang, Valent sedang berenang di pekarangan belakang rumahnya. Karena itu, aku langsung diantar menuju pekarangan belakang oleh tukang kebun yang membukakan aku pintu setelah ia tahu bahwa aku teman Valent.

"Hi, Stev. Tunggu sebentar yah!" sapa Valent begitu melihatku nongol dari gang sempit di sisi kanan rumah Valent. Aku mendekatinya sampai ke bibir kolam, dan Valent pun menepi, menghampiriku.
"Mau ikutan berenang?" ajaknya kemudian.
"Enggak ah, aku nggak bawa pakaian ganti," kataku dengan rada menyesal.

Coba tahu kalau aku akan diajak berenang, kan aku bisa bawa celana renangku dari rumah.

"Oke deh kalau gitu tunggu sebentar yah, lagi nanggung nih!" kata Valent yang sesaat kemudian diikuti dengan luncuran badannya ke tengah kolam.

Kulihat Valent jago berenang juga, pantas saja badannya bagus. Tak lama kemudian, Valent mentas dari kolam renangnya, ia membasuh tubuhnya yang hanya dibungkus dengan celana renang model peluru itu dengan handuk. Kemudian, ia mengajakku duduk di kursi malas yang ada di dekat situ sambil menikmati segelas jus apel yang sudah dihidangkan oleh pembantu Valent yang tadi membukakanku pintu.

Kami mengobrol sebentar, tapi sebenarnya konsentrasiku terpecah saat itu, apalagi ketika berulang kali mataku terarah ke bagian yang menonjol di balik celana renang yang dikenakan Valent. Benda itu tampak besar dan kokoh. Ketika aku sedang bengong memandangi kontol Valent yang terbungkus celana renang itu, tiba-tiba Valent menyentakku dengan menepuk pahaku.

"Hai, sadar dong!" katanya yang kontan membuatku kaget setengah mati.

Valent tersenyum, entahlah sepertinya ia mencium gelagat yang tidak beres dan dapat membaca apa yang kupikirkan saat itu, semuanya itu bisa aku lihat dari tatapan matanya yang tiba-tiba berubah terhadapku dan senyumnya yang tampak sedikit sinis.

"Ayo, ikut aku ke studio pribadiku!" ajak Valent seraya berlalu masuk ke dalam rumah.

Ia mengajakku ke sebuah kamar yang disebutnya sebagai studio, di dalamnya paling tidak aku lihat ada seperangkat drum yang pastinya sangat mahal, seperangkat keyboard, gitar bass, serta sound system. Barang-barang di situ terlalu mewah untuk sebuah studio pribadi, pikirku. Beberapa saat aku menunggu di dalam ruangan itu, sementara menunggu Valent mandi dan berganti pakaian.

"Kami sekeluarga gemar main musik," kata Valent begitu melihat mimik mukaku yang tampak keheranan melihat setiap peralatan musik yang ada di ruangan itu.

Valent mengambil sepasang stick yang disimpannya di dalam lemari kaca yang ada di situ, kemudian ia duduk di belakang drum-nya dan sesaat kemudian sudah terdengar tabuhan drum yang entahlah aku tak bisa mendengarkan keindahan artistiknya. Aku memang sama sekali tidak hobby main musik.

Setelah beberapa saat Valent menabuh drum-nya, ia menyodorkan stick-nya padaku.

"Mau coba?" tantangnya yang langsung ku balas dengan gelengan kepala.
"Aku sama sekali nggak bisa main," kataku terus terang.
"Coba saja, aku ajari!" kata Valent lagi.

Akhirnya setelah dipaksa, dengan ragu-ragu aku mengambil stick itu dan duduk di belakang drum. Kemudian Valent menjelaskan sedikit tentang bagaimana cara memainkan stick dan memadukannya dengan gerakan kaki agar bisa terdengar ritmik dan harmonik. Selain menjelaskan dengan kata-kata yang kadangkala aku tak paham, ia terkadang menggantikan posisiku di belakang drum sambil memberikan contoh permainannya. Lama-kelamaan dapat aku nikmati juga asyiknya bermain drum. Paling tidak hari itu, aku tidak kaku lagi menabuh drum seperti sebelumnya.

Berulang kali Valent membimbing tanganku, ia memegang tanganku sambil mengajariku. Tapi setelah agak lama, baru kusadari kalau ada yang "kurang beres" dengan caranya memegangku. Berulang kali kudapati ia meremas-remas pergelangan tanganku dari belakangku. Tapi, aku pura-pura tidak tahu saja. Keenakan sih!

Begitu tahu aku diam saja, gerakan dan rangsangan Valent makin menggila, ia makin berani memegang-megang dadaku. Bagaimana jantungku tak akan berdegup lebih kencang kala itu? Permainan drumku sampai kuhentikan ketika Valent mengusap-usap dadaku dengan sebelah tangan sementara tangan satunya lagi memegangi pinggulku. Kemudian, Valent menarik sebuah kursi, ia duduk di belakangku, merapatkan badannya ke punggungku.

"Kau suka?" tanya Valent di tengah-tengah aksinya.

Aku tak menyahut, tapi anggukan kepalaku sekali saja waktu itu, sudah mewakili jawaban jujur dariku. Setelah itu, Valent membuka T-Shirt yang dipakainya sebelum ia melepaskan kaosku. Mulai detik itu, aku merasakan kecupan-kecupan bibirnya di sekujur tubuhku; leher, pundak, ketiak, pinggang, dan punggungku. Gesekan dengan kumis tipisnya membuatku jadi lebih horny saat itu. Aku pun tak kuasa untuk menahan erangan dan desahan nikmat bercampur geli.

"Aku suka aroma ketiakmu, jantan dan bikin aku horny!" puji Valent di sela-sela agresi yang dilancarkannya.

Valent cukup lama menciumi dan menjelajahi tubuh bagian atasku, tetapi aku bisa menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Kemudian, karena tak cukup puas bermain belakang, Valent memutar kursiku agar kami berhadap-hadapan. Setelah kami berhadapan muka dengan muka, kami berciuman lagi. Kami saling melumat bibir masing-masing. Dan aku pun sudah mulai berani untuk melancarkan aksi balasan, tak kalah serunya. Kuhisap bibir tipisnya dan aku lumat untuk beberapa lama sampai aku puas menikmatinya. Sementara ku lumat bibirnya, Valent sibuk membuka retsleting dan berusaha memelorotkan celana jeans 3/4-ku. Karena kesulitan, kami menghentikan pagutan kami.

Setelah itu Valent benar-benar membuatku telanjang, sehingga hanya tersisa CD saja yang membungkus tubuhku. Kini, aksi Valent lebih menggila lagi, dengan liarnya ia menjilati seputar kemaluanku sampai ke paha dan selangkanganku. Kemudian aku disuruh mengangkat ke dua kakiku dan menyandarkannya di pundak Valent. Dengan hati-hati agar tak kehilangan keseimbangan, aku pun melakukannya sementara badanku kusandarkan pada drum, sehingga aku dalam posisi setengah berbaring. Setelah itu Valent kembali mendekatkan mukanya ke kontol kesayanganku. Ia menciumi dan menjilati selangkanganku lagi sambil sesekali mencaplok kontolku yang masih terbungkus CD G-String yang kupakai.

"Urgh, terus Lent!" erangku di tengah-tengah permainan yang dahsyat itu. Aku susah untuk menggeliat sekalipun aku sudah tak tahan lagi untuk melakukannya. Jika aku menggeliat sedikit saja, aku pasti terjatuh dari kursiku.

Perlahan namun pasti, Valent mulai memelorotkan CD-ku. Sepertinya ia sudah tak sabar ingin mengintip "sesuatu" yang ada di balik CD-ku itu. Begitu "sesuatu" yang dicarinya itu melesak keluar dari dalam sangkar, Valent berdecak kagum, ia terpukau oleh benda tumpul sepanjang 17 cm yang kini berdiri tegak di depan matanya itu. Valent pun tak menyia-nyiakannya, ia segera melumatnya dengan penuh nafsu. Tak ayal membuatku menggelinjang keenakan. Desah nafasku pun mulai terdengar memburu dan tak keruan. Valent mengempot kontolku maju mundur, sesekali dipegangnya dengan sebelah tangan lalu dihisapnya lama-lama. Terkadang ia juga menyelinginya dengan mengocok penisku sampai akhirnya, ketika aku sampai pada puncak kenikmatan itu, aku berseru tertahan,

"Lent, aku mau keluar!"

"Crutt!" akhirnya lava hangat itu pun muncrat ke muka Valent. Anak itu tersenyum dan tatapan matanya seolah memintaku untuk melakukan hal yang sama padanya. Aku cukup respon dengan keinginan yang satu itu. Tapi aku lebih memilih melakukannya di atas sofa saja yang ada di ruangan itu, aku tak mau konsentrasiku terpecah hanya untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh. Jadi, kubimbing saja Valent menuju sofa lalu kubaringkan tubuh Valent yang bongsor itu di sana. Wow, badan yang bagus, pasti punya kontol yang bagus, pikirku. Kupandangi sebentar tubuh mulus yang terlentang di depan mukaku, sungguh menggiurkan!

Kemudian aku pun berlutut di samping sofa dan mulai melancarkan aksiku, tak jauh beda dengan apa yang dilakukan Valent terhadapku. Kugerayangi setiap lekukan tubuh bagian atasnya dengan lidahku. Yang paling aku suka dari aksiku ini, adalah menghisap dan menggigit-gigit kecil kedua puting susu Valent yang berwarna kemerahan, sambil sesekali aku meraih ketiaknya dan menikmati aroma kelelakiannya di sana. Sementara itu sambil memejamkan matanya, Valent mengerang-erang ketika rasa nikmat tiada tara itu merasuk dalam kalbunya. Tangannya masih mengusap-usap rambut dan wajahku bergantian, kemudian ia mendekatkan mukanya dan kami pun berciuman lagi, kali ini lebih dahsyat dari yang tadi. Cukup lama kami berciuman dan aku sangat menikmati saat-saat seperti itu dimana aku dapat merasakan air liurnya yang nikmat.

"Buka celanaku, Stev! Aku sudah nggak tahan ingin dicoli!" pinta Valent kemudian yang segera kupenuhi.

Aku tarik ke bawah celana kulot adidas yang dipakai Valent saat itu, dan kulemparkan ke sudut ruangan. Si super cute itu kini hanya memakai CD warna merah hati saja, dan tonjolan kontolnya tentu saja tampak lebih jelas. Aku yang sudah tak kuasa menahan hasrat kelelakianku, segera melumat kontol yang terbungkus CD itu, menjilatinya sampai ke selangkangannya. Kemudian, aku selipkan tanganku masuk ke dalam CD-nya, di dalamnya tanganku menggenggam batang kejantanan Valent yang sudah sedemikian kerasnya. Kontol itu pun aku keluarkan lalu kuhisap dan kuempot maju mundur.

"Arghh!" seru Valent keenakan.

Aku tak puas jika hanya menghisap kontol Valent, karena kontolku sendiri sudah ereksi lagi dan sangat perlu dihisap. Lebih baik kalau kami mengambil posisi 69 saja, jadi kami bisa saling diuntungkan. Karena itu, aku pun naik ke atas sofa dan mengambil posisi 69, Valent di bawah dan aku di atas. Aku melumat kontol Valent yang ada di depan mukaku, sementara Valent menikmati kontolku di bawah sana. Wow, nikmatnya sungguh tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Tapi tak cukup sampai di sana saja, kami juga berkesempatan untuk menganal satu sama lain, pokoknya kami benar-benar terpuaskan malam itu. Apalagi aku, menjebol pantat Valent yang seksi dengan kontolku, adalah suatu kenikmatan tersendiri yang luar biasa. Saat itu benar-benar tak ada yang mengganggu atau memergoki kami, karena kedua ortu Valent kebetulan tidak di rumah, mereka sedang ke Hongkong.

Setelah kami sama-sama merasa puas dan kecapekan, aku terbaring begitu saja di atas karpet sementara Valent di atas sofa. Malam semakin larut, ketika kami mengakhiri permainan kami, sudah jam 10 malam. Karena saking capeknya, kami pun tertidur di ruangan itu semalaman.

Ketika keesokan paginya, jam 6 aku sudah terbangun. Ku lihat Valent masih terlelap tak berbusana di atas sofa. Aku mendekatinya, dan kembali kuoral penis Valent yang sedang ereksi pagi, sampai Valent terbangun dari tidurnya. Ia membuka matanya yang terasa berat, kemudian memukulku, tentu saja tak memukul sungguhan.

"Kau mau main curang yah!" sergahnya.

Kemudian, ia duduk sebentar dan memakai pakaiannya yang berserakan di dalam studio. Aku pun memakai pakaianku. Kemudian aku duduk di atas sofa, sementara Valent berbaring di atas pahaku.

"Aku minta maaf, Stev, atas apa yang kulakukan semalam. Sebenarnya libidoku sedang di puncak-puncaknya saat itu, aku tak bisa menahannya lagi, makanya kuluapkan sama kamu. Terus terang aku ini gay, dan aku sudah punya bf. Tapi belakangan aku sedang bermasalah sama dia, dan kami tidak bertemu selama sebulan terakhir ini. Kau bisa merasakan kan? Bagaimana tersiksanya aku tanpa dia, karena biasanya hampir setiap hari kami jalan bersama, dinner bersama dan melakukan hal seperti semalam juga bersama. Pokoknya, aku sangat mencintainya, aku tak rela kalau hubungan kami kandas sampai di sini!" ujar Valent sembari tatapan matanya menerawang jauh.
"Cindy juga sudah tahu kalau aku ini gay. Ia sahabat yang baik, dan ia sering menjadi teman curhatku untuk masalah ini," kata Valent lagi.

Aku hanya terdiam sesaat, aku coba untuk memahami perasaan Valent saat itu, lagi pula aku tak tahu harus bilang apa. Tapi, beberapa saat setelah ia menyebut nama Cindy, aku jadi kaget.

"Jadi, Cindy tahu kalau kau gay?" tanyaku sekali lagi.
"That's right, karena dia tahu, makanya kita bisa berkenalan sampai sejauh ini,"
"Aku masih tak mengerti,"
"Kau masih ingat, ketika kemarin lusa ia meninggalkan kita berdua dengan alasan ke kamar mandi. Ia melakukannya dengan sengaja, karena ia tahu aku sedang kesepian dan butuh seorang teman cowok. Karena itu, ia menolongku agar aku bisa lebih dekat denganmu,"

Aku mengangguk sebentar, aku sudah cukup mengerti sekarang. Ternyata, Cindylah yang membuatku sampai terjerumus sedemikian jauh dengan Valent. Kurang ajar! Hukuman apa yang pantas cewek itu terima untuk perbuatannya ini? Ia sudah memanfaatkan aku, menganggapku cowok murahan yang bisa dipakai begitu saja, itu sama artinya dengan ia sudah menjual harga diriku pada Valent. Benar-benar kurang ajar! kurasa aku harus berterima kasih padanya. He..he..

Jika Cindy membaca cerita ini, kuungkapkan sekalian rasa terima kasihku di sini. Aku sayang kamu, tapi aku lebih sayang Valent. He.. he..

Cukup sudah kisahku dengan Valent, anak konglomerat yang tak lagi kesepian itu. Aku berjanji, ia bisa mengandalkan aku dalam segala hal meski kita hanya sebatas "teman". Tentang kisahku dengan Zai-Zai, cowok ketiga yang pernah menikmati tubuhku, hubungi saja emailku di bawah dan nantikan pengalamanku yang satu itu. Chieers.

E N D

Pacar Keduaku

Cerita ini merupakan kisah nyata dan terjadi dengan diriku. Namaku Doni, aku kuliah di salah satu universitas terkenal di Bandung. Aku punya pacar yang tentunya cewek cukup banyak, tapi aku tidak pernah selingkuh sebelumnya. Aku lumayan sering ganti-ganti pacar, bahkan berhubungan badan dengan sebagian besar pacarku (cewek) sebelumnya.

Kejadian ini terjadi sekitar 2 bulan lalu, tepatnya di bulan September, satu hari sebelum keberangkatanku ke Jerman untuk melanjutkan kuliahku. Malam itu, aku merayakan acara perpisahan kecil-kecilan di salah satu cafe terkenal di Bandung. Kami hanya berempat termasuk Javi, Toni dan Leo teman karibku serta aku sendiri. Selama di cafe kami hanya bersenang-senang dan aku tidak ada pikiran sama sekali ini semua terjadi akan dengan Javi.

Javi baru kukenal 2 bulan terakhir dari Toni yang merupakan teman akrabku di kampus. Dan selama ini aku hanya sekedar teman biasa dengannya, dan kebetulan saja malam itu Javi sedang berada di rumah Toni. Javi kelihatan sangat lelaki sama seperti aku dan tidak ada sama sekali tampang suka sesama jenis. Javi, jujur aku akui dia itu ganteng dan punya badan bagus. Dia itu keturunan Pakistan dan ibunya Sunda. Wajahnya mirip Thomas Djorghi, tapi lebih sedikit hitam dan macho tentunya. Dia mahasiswa tingkat akhir salah satu kampus parawisata di Bandung. Ukuran badannya sekitar 175/73, dan dia sempat aktif di dunia model di Jakarta, tapi kurang begitu berhasil. Alasannya karena terbentur dengan deadline tugas akhir kuliahnya yang sudah terlambat.

Waktu saat itu menunjukkan tepat jam 1 pagi, dan aku harus pulang, sebab besok siang aku harus ke Jakarta untuk berangkat penerbangan malam. Jadi kami berempat pun kembali, dan kebetulan Javi satu mobil denganku. Dengan alasan sudah kemalaman dan dia lupa membawa kunci pagar rumah kost-nya, akhirnya Javi tidur di rumahku, sedangkan Toni dan Leo balik ke rumahnya. Pikirku saat itu, untung ada teman ngobrol buat tidur. Selama di mobil kami saling cerita tentang pacar kami, dan rencana ke depan. Katanya dia ingin jalan-jalan ke Malaysia akhir tahun.

Sampai di rumah, kebetulan ada acara MTV Unplugged, dan bintangnya Goerge Michael. Di sini semua mulai terjadi. Javi mengatakan bahwa GM seorang gay, dan aku pun tahu tentang itu. Dia lalu mengatakan bahwa dia juga gay. Terus terang aku terkejut sekali. Tapi tanpa sadar aku tenang saja waktu itu. Terus terang aku kagum dan suka melihat tubuh cowok macho, karena aku juga ingin seperti itu. Kayanya benih gay aku ada, tapi aku tidak menyadarinya.

Lalu Javi menanyakan, "Apakah kamu pernah suka sama cowok atau bercinta sama cowok sebelumnya..?"
Aku langsung mengatakan, "Tidak."
Lalu dia mengatakan, "Mau coba ngga..?"
Aku terdiam. Sebagian diriku bilang tidak, tapi juga ada bagian diriku yang mengatakan, "Coba saja, kan ngga ada salahnya."

Sekali lagi, aku memang suka sama Javi, tapi secara fisik bukan untuk ke hati. Sekitar 10 menit suasana waktu itu hening. Javi salah tingkah, dan aku masih bingung.
Tiba-tiba adrenalinku secara refleks mendorongku untuk berkata, "Ya, aku mau..!"
Javi meyakinkan lagi akan keputusanku, kubilang kalau aku sudah yakin dengan keputusanku.

Lalu Javi memelukku dari belakang dengan hangat, aku jadi ingat seperti aku memeluk cewekku Tania. Diciumnya leherku, dijilatinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Lalu digigitnya kuping serta lidahnya bermain di kelopak kupingku. Geli sekali rasanya dan aku semakin terbuai dalam permainannya. Lidahnya sungguh lembut di telingaku, seperti daging hangat yang bermain lincah.

Javi membuka bajuku satu persatu hingga hanya celana dalam yang tertinggal di tubuhku. Lalu Javi berhadapan di depanku, dan membelai tubuhku yang sudah setengah bugil. Dia menciumi dan menjilati tubuhku yang katanya putih bersih, dan yang paling kusuka adalah waktu dia bermain di sekitar putingku, dijilat dan digigit-gigit mesra. Ough.., aku suka sekali. Terus terang aku benar-benar melayang saat itu. Dia semakin turun ke bawah dan kurasakan ada sesuatu yang bermain di luar celana dalamku dan terasa hangat dan basah.

Javi ternyata seorang 'good lover', dia lebih mementingkan kualitas permainan dari pada hanya sekedar memuaskan nafsu saja. Cukup lama Javi menjilati dengan lembut seluruh tubuhku dan memanjakan pikiranku. Fore play yang dilakukan Javi terhadapku sangat menyenangkan dan akan selalu kuingat. Tanpa kusadari aku pun berusaha membuka pakaian Javi satu persatu hingga hanya celana dalam yang tertinggal. Dan aku melihat pemandangan yang cukup indah, yaitu tubuh bagus dari seorang pria tampan.

Javi memiliki bulu dada yang lebat tapi halus merata di seluruh bidang dadanya, bahkan bulunya hingga ke belahan paha yang tentunya sungguh indah. Tapi di antara itu semua yang menjadi perhatian utamaku tentunya benda kecil yang tersembunyi di balik celana dalam birunya. Ternyata batang kejantanan Javi cukup besar dan lebih besar dari punyaku. Aku pun semakin menggila dan gantian menjilati seluruh tubuh Javi, dan ternyata aku cukup lancar melakukan itu semua.

Aku begitu senang berciuman dengan Javi, dan aku belum pernah merasa sepuas ini berciuman dengan seseorang. Javi memang seorang 'good kisser' dan aku dapat mengimbanginya. Kami berdua cukup lama melakukan foreplay saat itu. Kalau masih dapat kuingat, kami melakukan foreplay lebih dari 2 jam. Karena kami tahu, ejakulasi hanya tujuan sesaat yang cepat menghilang. Javi membuka celana dalamku secara perlahan dan dia perlahan menjilati batang kejantananku yang ukurannya sekitar 15 cm, lalu di hisapnya. Oughk, indah dunia ini kurasakan. Lalu dia menjilatinya dengan penuh nafsu hingga lubang pantatku pun tidak luput dari jilatan lidahnya yang hangat.

Permainan Javi memang dahsyat dan tidak kalah dengan permainan Tania, pacarku yang tentunya cewek. Cukup lama Javi menjilati penis dan lubang pantatku. Aku menikmati permainan ini hingga saat aku mencapai klimaks kepuasan. Ohh.., spermaku muncrat di mulut Javi dan dia menyenanginya, bahkan dihisapnya habis sperma hingga aku kegelian menahan lidah nakalnya di penisku.

Dengan sisa tenaga aku terkulai lemas di ranjang dan berpelukan mesra dengan Javi.
Lalu Javi berkata, "Kamu senang, Don..?"
"Oh, rasanya bahkan lebih dahsyat dari yang aku rasakan sama pacar cewekku sebelumnya. Kamu memang hebat, Javi." kataku.
Kami bercumbu lagi dengan mesra dan Javi tidak memaksaku untuk memuaskannya, karena dia melakukannya dengan rasa sayang dan suka kepadaku.

Tiba-tiba Javi mengatakan, "Sayang, kamu suka ngga sama aku..?"
Terus terang aku bingung dengan perkataan sayang dari seorang cowok macho, dan aku belum terbiasa dengan perkataan itu.
"Kamu mau ngga jadi pacarku..?" kata Javi.
Kukatakan ini bukan saat yang tepat untuk mengatakannya. Aku memang bukan orang yang sentimentil, tapi ini baru yang pertama bagiku.

Jadi jawabku, "Javi, kita sahabatan aja, kamu taukan aku masih punya pacar si Tania, dan aku cinta sama dia. Tapi terus terang aku sayang banget sama kamu. Walau kita belum lama kenalan, tapi aku yakin dengan perasaan ini. Lagi pula aku kan besok harus pergi ke Jerman. Dan akan menjadi sengsara bagi kita berdua bila kita mempunyai ikatan. Kamu dan aku tidak bisa saling percaya begitu saja. Lebih baik kamu jaga diri kamu di sini dan perasaanmu, begitu juga aku, akan selalu berusaha menjaga perasaan ini dan akan tetap ingat saat-saat indah ini. Jadi lebih baik kita bersahabat aja, walaupun aku pingin selalu berdua denganmu seperti orang pacaran. Oke, sayang..?" Javi pun setuju denganku.

Melihat perasaan Javi yang begitu dalam denganku, aku semakin erat memeluk dirinya dan dia pun membalasnya. Lalu kulepaskan pelukanku dan mendorong tubuhnya ke ranjang.
"Sekarang giliranku, Sayang..!" perintahku kepada Javi.
Aku sekarang berada di atas tubuh Javi. Kulakukan semua yang telah dilakukan Javi kepadaku sebelumnya. Aku melakukannya dengan perasaan yang senang dan nafsu cinta. Ternyata batang kejantanan Javi cukup tegar bertahan. Dan penisnya cukup nikmat rasanya di mulut dan lidahku.

Ohh.., aku sangat bernafsu menjilat batang kejantannya. Cukup lama aku menjilati penis Javi, dan kemudian Javi mengangkat kedua kakinya ke atas dan memperlihatkan lubang pantatnya.
"Sayang, masukkan barangmu ke sini, cepatlah, Honey..!" Javi berkata kepadaku setengah memerintah.
Terus terang aku sempat ragu, karena belum pernah melakukannya serta resiko yang mungkin terjadi. Tapi gelora nafsuku begitu tinggi, dan akhirnya, "Oughh.. enak, Sayang..!" jerit Javi.
Kurasakan sedotan kuat di penisku dengan lubang yang sempit. Kumainkan sebisa mungkin penisku di lubang surga Javi dan Javi pun mengerang keenakan.

Tiba-tiba Javi menjerit, "Sayang, ak.. aku mauu keluar.., ohh enak, Sayang..!"
Curahan sperma Javi terburai di dadanya yang bidang, dan tanganku mengolesi badannya dengan sperma itu, sementara pantatku masih tetap tegar bergoyang menuju puncaknya.
Dan pada akhirnya, "Javi, aku juga mau keluaarr.., Sayang.. ohh..!" kataku.
"Keluarkan di mukaku, Sayang..!" perintah Javi.

Akhirnya kukeluarkan spermaku di badan dan wajah Javi. Aku pun terkulai lemas di atas tubuh Javi. Kami saling berpelukan dan beciuman. Aku merasakan sesuatu yang licin seperti gel di tubuhku yang begitu enak dan juga rasa spermaku yang ternyata nikmat, kenyal dan hangat. Lalu kami bercumbu lagi hingga pagi subuh jam 5.30. Aku ingat, aku klimaks hingga 3 kali dan Javi 2 kali.

Dan yang akan selalu kuingat adalah saat itu adalah pertama kali aku bercinta dengan seorang pria dan aku merasa jatuh cinta dengan seorang pria bernama Javi, dan Javi pun mencaintaiku. Jadi besoknya, aku bersama keluarga, teman-temanku, pacarku Tania dan tentunya Javi, pergi mengantarkan keberangkatanku ke bandara Soekarno-Hatta. Aku merasa tidak rela pergi meninggalkan kenangan indah terakhir saat aku berdua dengan Javi.

Hingga sekarang, dari Jerman, setelah aku menelepon Tania di Bandung, aku pasti menelepon Javi, pacar keduaku dan kekasih jiwaku. Cerita ini nyata adanya, dan semoga Javi membaca ceritaku ini, sebagai tanda rasa sayangku denganmu, Javi. Terus terang, ketika mengetik cerita ini, aku kembali teringat saat terakhir bertemu dengan Javi dan menginginkan moment itu kembali terjadi secepatnya.

TAMAT