Tuesday, June 14, 2011

True Story-2

Chapter One "KAISAR" PALACE

Mbak Tia makin rajin sms. Tak peduli jam, "Hi dah bangun"(jam 7 pagi), "Aku pusing nih abis teleconference ama Washington" (jam 8.30 pagi), "Duh RCTI kok belum kasih laporan ya" (jam 9 pagi), "Udah makan sayang" (jam 12 siang) dan seterusnya. Kalau kerjaannya sudah kelar, smsnya mulai berubah. "Eh aku pake CD hitam yg berenda itu lho, jembutku pada keluar nih" (jam 15.00) dan makin brutal jika malam tiba "Udah pulang kan. Kita mandi bareng ya, aku sabunin kont*lmu biar wangi" (jam 21.00) hingga "Masukkin kont*lnya yang dalem Chris, terus... terus mem*kku gak tahan" (jam 00.30). Biasanya sms cinta kita baru berakhir pukul 2 malam dengan menu penutup sex by live phone. Pastinya gak cuma sex yg dibahas di sms. Kita berdua sama-sama suka rock klasik seperti Pink Floyd, Genesis, Led Zep dll. Kalau bosan bicara masalah kantor, kita diskusi ttg ELP or rencana manggung Eric Clapton yg batal. Barulah ditutup dengankalimat "Ngent*t yuk" Tak heran tagihan hp ku minimal satu juta. Tentu saja istriku curiga. Enam tahun nikah belum pernah aku sms-an sampai dini hari. Apalagi berlangsung tiap hari. Namun karena dia tak pernah membahas, aku juga cuek.

Seminggu setelah pertarungan di Pondok Wisata, aku kembali mengajak Mbak Tia kencan. Awalnya dia nolak dengan beragam alasan, namun jawabannya melegakan. "Oke deh, Sabtu ya. Dimana?" tanyanya. "Maharani aja mbak" jawabku menyebut salah satu hotel di kawasan selatan. Pas hari H ternyata hotel tersebut fully booked. Aku pun pindah ke Kaisar, untung masih ada kamar. Rampung check in, kukirim sms mengabarkan nomor kamar. Baru dua jam kemudian Tia menyusul setelah mendrop kedua anaknya di rumah ibunya di kawasan Blok M. Saat kujemput di lobi, kembali otak dan hatiku galau. "Gila Chris, elu selingkuh lagi. Lihat wanita ini, sudah tua, beranak dua dan bodinya jauh dari sempurna. Lebih cantik istrimu di rumah, ingat keluargamu," kata hatiku. Namun tentu saja, nafsu mengalahkan segalanya.

Di dalam lift kucium bibirnya dan Tia membalas. Saat masuk kamar, kuhempaskan tubuhku di ranjang sementara mbak Tia memilih duduk di kursi sembari menonton TV. "Mbak sini dong sebelahku" sembari kugamit tangannya. Dengan senyum manis dan malas-malasan, ia pindah ke sisiku. Kuciumi bibirnya dengan lembut dan tanganku mulai beroperasi di dadanya. Kami berdua masih berpakaian lengkap. "Buka dong, ntar kusut" ujarku sembari meloloskan kancing bajunya. Menyembul sepasang bukit terbalut bra berwarna coklat krem. Tangan Tia mencopot kaitan bra dan loloslah penghalang pertama. Payudara mbak Tia benar-benar biasa. Tidak besar, tidak kecil, namun bulat padat. Putih mulus dengan puting kecoklatan. Lebih besar milik istriku, apalagi mantan-mantanku dulu. Batangku pun tidak bergerak meski tangan dan mulutku sudah menyerang teteknya.

Kucoba membangkitkan birahi. Bibirku mulai bergerak dari keningnya, berhenti sejenak karena Tia melepas kacamata dan kembali kedua bibir kita bertautan. Lidah kami bertanding di rongga mulutnya dan tangan Tia mulai menggenggam bagian depan celanaku. "Mmmmpgggggg, Chris, kamu ganteng" bisik Tia. "Mbak juga cantik" jawabku yang disambut senyumnya. Lidahku menjalar di lereng bukit, menapak pelahan ke puncak gunung dan mengisep ujung pentilnya. "Oooooooooh Chris, aduh enaknya, terus jangan dilepas" ujar Tia sembari menekan kepalaku keras-keras di dadanya. Terpaksa ku kulum makin kencang putingnya karena kepalaku tak bisa bergerak ke lain tempat. Cuma tiga menit kurasakan badan mbak Tia meregang dan kepalanya mendongak ke atas. Sementara tangannya makin keras menjamak rambutku. "Chriiiiiiissssss, ooooooh, enak banget" Tia mencapai orgasme pertamanya. Sesaat kemudian cengkaraman tangannya melemah dan ibu dua anak ini menghempaskan tubuhnya di ranjang. "Aku cepat keluar kalau tetekku dirangsang. Lebih cepat dibanding mainin mem*kku" jelas Tia.

Aku hanya tersenyum dan mengambilkan minum. "Kok kamu belum ngaceng" tanyanya. "Simpen enerji dulu mbak, kalau tegang sekarang cepat keluar ntar mbak ngambek," kataku yang disambut cubitan mesranya. Kami kembali bercumbu, kali ini masih tersisa celana dalam. Mbak Tia memegang kendali. Lidahnya merambat dari bibirku, leher, dada, perut dan celana dalam. Ditariknya cdku hingga menyembul keluar burung kesayangan. Tia mencium, mengulum kemudian mengocok lembut. "Warnanya pink, kaya kont*l bule, wangi lagi. Kok masih belum ngaceng?" ujarnya sembari mencicip kepala kont*lku. "Emang dah pernah ngerasain kont*l bule" tanyaku. Tia hanya tersenyum manis dan kembali mengisap kont*lku yang kemudian otomatis membesar. "Hmmmm dah mulai ngaceng" sembari memainkan lidahnya.

Tak tahan, kutarik mulutnya dan langsung kulumat bibirnya dengan bernafsu. Tangan Tia masih mengocok lembut kont*lku yang... lagi-lagi lembek. Sungguh sulit menaikkan nafsuku melihat ibu setengah tua ini. Wajahnya merontokkan semangatku dan ciumannya pun standar (2 tahun kemudian Tia memberiku ciuman maut, be patient, ada di episode 4) Kucoba menyerang pusat kewanitaannya. CDnya kugigit sembari kutarik turun. Dan... voila!! Hutan rimba kembali terpampang. Pemandangan ini benar-benar menggairahkan, kont*lku langsung tegak dan jemari Tia merasakannya. "Chris... kamu bener2 suka jembutku ya... ciumin dong. Aku janji gak akan cukur, oooh gitu, iyaaaaaaa, terus, isep itilnyaa" Nafsuku makin memuncak. Kutarik Tia dan dia langsung duduk diatas mulutku. "Chris enak banget, lidahnya masukin yang dalam, teruuuuus, oh nikmatnya" ujar Tia sambil menjambak rambutku.

Goyangan Tia makin liar. Aku nyaris tak bisa bernafas karena jembut lebatnya menutup hidung dan mulutku sementara lidahku terus menusuk liang kewanitaannya. Tanganku meremas bokongnya dan sesekali berusaha masuk lewat dinding veggie belakang. Sulit. karena Tia terus menekan liangnya ke mulutku sambil tak hentinya bicara jorok. "mem*kku enak banget, itiilku, oooh Chris lidahnya kaya kont*l ya... Mana kont*lnya, ooooh ntar dulu deh, lidahnya aja" Saat itu kusadari kedua tangannya tak lagi menjambak rambutku. Kuintip dari sela-sela rerimbunan hutan lebat. Ternyata kedua tangan Mbak Tia meremas pentilnya. Dan semenit kemudian, pahanya mengejang, lidahku tiba-tiba basah. "Aku keluuuuuaaaar lagi, enaknya Chris, oh ngent*t, ngent*t enaaak banget." Sesaat kemudian ia rebah di sampingku. "Gila lidahmu enak banget ganteng..." ucapnya sembari melirikku. Dua kali sudah dan aku harus bertindak cepat. Aku tak mau dirinya kelelahan dan minta pulang secara aku belum keluar.

Kuciumi bibirnya, leher dan menuju target awal, ketiaknya. Kuangkat kedua lengannya dan tampak ketiaknya yang dipenuhi bulu lebat. Kuhisap pangkal ketiaknya hingga beberapa bulunya copot, "Chris istirahat duluuuu, aku capai, geliiiiiii" Tak kupedulikan protesnya. Lidahku menyapu kedua ketia berbulu lebat ini sebelum menuju target utama.

Kuangkat kedua kakinya hingga hutan lebat ini makin terpampang. Kucari itilnya, ketemu!! dan kugigit pelan-pelang hingga makin menggelinjang. "Sayang, ntar dulu, masih lemeeees, ya ampuuuuun enaknya, aduh lidahmu sekolah dimana enak banget..... terusin" barisan kata jorok pun kembali terlontar dari bibir wanita 42 tahun ini. "mem*kku, enaaak, kont*l, kont*l mana, masukkin dong, ngent*t, ngent*t ayo tusuk, ngent*t"

Tak tahan mendengar kalimat erotisnya, mulai kuarahkan penisku. Awalnya kugesek kepala kont*lku di jembut lebatnya. Duh enaknya, kemudian perlahan-lahan si pinky menembus belantara hutan. "Mbaaak, enak banget, mem*knya anget, kont*lnya dah masuk" ujarku. "Terus yang dalem sayang, Chris yang kenceng, yang dalem kont*lnya, aku mau kont*l" racaunya. Kubikin gerakan melingkar sembari kugoyang pinggulku. "Duuuuh nikmatnya, pasti kamu dah sering ngent*t ya..... terus goyang lagi" Kubikin dia makin penasaran. Kuserang titik sensitifnya. Kukulum pentilnya dan kugigit kadang keras kadang lembut. "Aaaaaaaaaaah Chris, gila kamu, enaknya............ Chris gila, gila aku mau nyampe lagi. Ya ampun aku dapet lagi, ooooooooooooooooooccccch"

Tak tahan melihatnya bergoyang, aku pun merasa otot penisku bereaksi mengencang. "Mbak, aku juga mau keluaaar, dikit lagi, mbaak Tiaaaaaa, aku keluaaaarrrr" Kuremas teteknya keras sementara badanku meregang. Spermaku membanjiri liang kewanitaannya hingga berangsur batangku melemah dan lepas dari sangkar nikmat. Kami hanya mampu rebah tanpa kata-kata sembari saling meremas tangan. Sesaat hening membisu. "Mbak mandi yuk" ajakku. Kuisi bath tup denganair hangat dan berdua kita berendam sembari saling menyabuni.

Saat itulah ia membongkar kisahnya yang membuatku terpana. Tia mengaku tak pernah ciuman dengan pria lain selain suaminya. ML pertama pun dilakukan pada malam pertama. Namun semuanya berubah saat dirinya mendapat bea siswa belajar di Australia. Saat itu hanya 5 bulan setelah putri pertamanya lahir. "Aku samen leven sama bule Aussie. Ketika itulah aku mengerti sex sesungghnya. Bule itu lebih tua 3 tahun darinya. Tia bercerita betapa tiada hari tanpa bercinta selama di Melbourne. "Mbak gak takut AIDS?" tanyaku. "Emang gw pikirin" jawabnya tertawa. Waduh bagaimana kalau tu bule benar-benar AIDS gw kena dong. Tia pun bercerta bahwa perselingkuhannya terbongkar suaminya. Bule itu sering datang ke Jakarta untuk melamar dirinya namun ia tolak. "Mba kalau kita ketahuan bagaimana" ujarku cemas. "Ya jangan sampai dong sayang, kalau istrimu tahu?" tanyanya balik. "Aku bisa atasi" jawabku tegas sembari curhat bahwa sebetulnya aku nyaris cerai gara-gara istriku berulah di tahun pertama pernikahan kita. Tak disangka, seminggu setelah percintaan ini kedua keluarga kami nyaris berantakan. Selain itu ternyata banyak rahasia Tia yang baru terbongkar kemudian.

"Udah yuk, aku harus jemput anakku lagi" sembari keluar dari bathtub. Aku menganggukan kepala. Batangku tetap bergeming, lemah lunglai. Bukan karena kelelahan habis percintaan yang luar biasa namun wajah dan tubuhnya sama sekali tak menggairahkan. Meski kucoba membayangkan mantanku atau cewek Uzbekistan yang pernah kubooking di Sumo namun tetap saja 'pinky' tidur.

Aku masih tiduran di ranjang berbalut handuk sementara Tia membasuh tubuhnya di shower. Aku teringat jam tanganku tertinggal di wastafel dan kejadian Pondok Wisata pun terulang. Saat aku masuk kamar mandi, Mbak Tia sedang kencing!!!! Oh my God, cairan bening dari mem*knya seakan air terjun di tengah hutan Kalimantan. Ia hanya tersenyum. Kudekatkan wajahku dan mulai menciumnya sembai tanganku meraba belantara lebat. Tangan Tia menahan jemariku dan memandu agar telunjukku masuk lebih dalam. "Udah ah, pakai baju yuk" ujarnya sembari berdiri. kont*lku benar-benar tegang. Sampai di kamar langsung kuciumi lagi vaginanya dan kuarahkan supaya dia nungging. "Emang bisa dua kali" katanya setengah mengejek. Lidahku menjawab dengan menjilat belahan pantat dan mem*knya.

Senjataku yang sudah tegang langsung merangsek masuk. Doggy style. "Auuuuh Chris, enaknya, goyang lagi, terus tusuk,yang keras, yaaaa ampuuuun, aku mau keluar lagi..." Hah, belum juga 3 menit dia sudah mau keluar. Kuremas teteknya dan kupelintir pentilnya karena itulah rahasia si jembut lebat ini. Mbak Tia pun melenguh panjang seakan sapi dipotong, "Ooooooooooooch keluaaaaaar, kont*l, emang kont*lmu enak banget." Kujambak rambutnya sembari kugenjot lebih keras. Lima menit kemudian giliranku mencapai puncak. Tak sepatah katapun keluar dari mulutku, hanya kucium punggungnya. Tuntaslah pertarungan di Kaisar.
============================== ============================== ====================
==================


Chapter 2 : THE HARD TIMES

Seminggu kemudian, menjelang hari ulangtahunku, mbak Tia telpon dengan nada keras. "Aku baru pulang dari Aceh, jemput aku di Aquarius Mahakam" Aku bingung. Saat turun dari taksi blue bird, wajahnya tampak menahan amarah. "Kita harus bicara" AKu mengajaknya makan di Izzy Pizza yang hanya 100 meter dari Aquarius. Ia memberiku oleh-oleh topi kapal induk USS Abraham Lincoln. "Baca ini" sembari diberikannya hp padaku. Astaga.... tampak beberapa sms yang mengancam dirinya. "KALAU GATEL JANGAN GANGGU SUAMI ORANG." "CARI GIGOLO AJA KAMU TAHU CHRIS SUDAH BERKELUARGA, INGAT ANAK2 MU" "Tenang mbak,aku beresin masalah ini" jawabku. Usai mengantarnya pulang, aku langsung ke rumah dan kutunjukkan sms yg telah diforward padaku ke istriku. "Kamu jangan suka campur urusan orang, aku sama dia hanya urusan bisnis. Sekarang kamu telpn Mbak Tia minta maaf" istriku menangis sesunggukan.

Enam tahun lalu istriku telah mencoreng nama baikku dan keluargaku dan kita nyaris cerai. Namun ibuku memaksaku sabar dan melupakan kejadian itu. Kini aku marah besar dengan kelakuan istriku. Itulah pria, dalam hal nafsu selalu mau menang sendiri. Istriku tak tahan dengan amarahku, ia mengunci dalam kamar mandi dan terus menangis. Tengah malam aku menyusul dan meminta maaf pada dirinya, serta mengajaknya tidur bersama. Untung kedua anakku terlelap tidur hingga tak tahu kondisi orang tuanya. "Mas, aku sudah tahu semuanya, aku tahu aku salah. Supaya aku tidak membebani mas lagi, aku bunuh diri saja." Kucegah niatnya yang akan mengambil pisau dapur dan kembali meminta maaf. Semalaman kita tidak tidur dan aku selalu merangkul istri tercintaku. Aku takut dia mengambil jalan pintas saat kuterlelap. Aku bertekad menuntaskan hubunganku dengan Tia.

Tekad tinggal impian. Esok pagi Tia kembali sms "Gimana?" "Dah beres mbak" Kuceritakan istriku minta maaf dan gak ada masalah. Namun tak kuecritakan bahwa ibu dari dua putri cantikku nyaris bunuh diri.Kamipun kembali sms-an dan ml by phone hingga tibalah hari penghakiman.

Pukul 7 pagi hp ku berdering dan tampak nomor tak dikenal. Karena malas, ku reject. Hingga 7 kali missed call dari nomor itu yang berasal dari kawasan Menteng, namun hatiku berkata "Jangan diangkat" Kemudian, tampak nomor mbak Tia dan kami ngobrol biasa. Lalu iseng kutanya tadi ada nomor 345xxxxxx siapa ya? Kan itu lokasinya deket Kedubes? Jawabannya sungguh mengejutkan. "Oh itu mungkin nomor suamiku. Kali aja dia pingin ngobrol ma kamu" jawab Mbak Tia enteng. Jawabannya makin membuat hatiku berdebar.

Setelah kurasa aman, saat nomor itu kembali berdering kuangkat. "Hallo Chris, saya suami Tia. Kamu jangan kurang ajar ya, kamu sudah punya keluarga masih suka menganggu istri orang" dan semua sumpah serapah diteriakkan di telepon itu. Aku tak mampu menjawab hanya pasrah. "Saya tahu mungkin bukan kamu yang salah dan ini juga bukan yang pertama dilakukan Tia" Hah, kaget ku mendengarnya. Puas memakiku akhirnya suaminya hanya menganjurkan "Sudah, hentikan semua sms mesramu itu. Jangan bertemu istri saya lagi" Antara marah, dendam,lega dan beragam emosi berkecamuk di dadaku.

Setelah minum dan menenangkan sejenak di kantin, ku sms Tia. "Mbak, suamimu tadi telpon dan mendampratku. Kenapa mbak gak bilang dari pagi? Kan aku bisa bikin argumen. Kenapa suami mbak tahu semua dataku? Anakku berapa, kantorku dimana, agamaku dan lainnya? Hubungan kita selesai. Jangan hubungi saya lagi" Sementara di email juga kutulis semua emosiku. Mati-matian aku melindungi dirinya dari istriku, sampai-sampai istriku yang minta maaf ke dirinya. Namun ia malah membeberkan semuanya pada suaminya. Aku cemas jika saja suaminya datang melabrakku di kantor. Duh malunya

Kehidupanku kembali normal. Kadang ku merindukan sms mesranya namun pupus jika teringat makian suaminya. Selama setahun, kami tidak pernah berhubungan sama sekali, hingga tibanya babak baru...

No comments:

Post a Comment