Sunday, June 6, 2010

Bu Dian

Sesaat kemudian aku sudah berada di ruang dosen. Ruangan ini sepi, karena memang perkuliahan sedang libur, yang ada hanya petugas keamanan dan petugas kebersihan. Namun hari itu aku ada kuliah tambahan. Dosenku ini jarang masuk, sehingga jumlah pertemuan kuliahnya kurang. Seluruh teman sekelasku sudah pulang, namun aku dipanggil oleh dosenku ini untuk membantunya membuat soal ujian untuk mahasiswa tingkat pertama.
Dosenku ini bernama Bu Dian. Umurnya sekitar 30 akhir. Tubuhnya agak berisi, ini dikarenakan ia sedang hamil. Kulitnya putih, berkacamata, dan menurutku wajahnya lumayan cantik untuk wanita seumurannya. Ibu berjilbab ini sering tidak masuk dengan alasan sakit.
Di dalam ruang dosen praktis hanya ada kami berdua. Ia berencana membuat 5 soal essay, dan ia hanya perlu 1 soal lagi untuk melengkapinya. Ia butuh soal yang agak sulit untuk melengkapi soal – soal yang sudah ia buat. Aku berjalan di belakangnya ketika kami menuju meja kerjanya. Namun tiba – tiba ia berhenti mendadak karena teringat sesuatu. Akupun tertabrak olehnya, wangi tubuhnya tercium olehku. Pantatnya yang masih kenyal tersentuh tanganku. Akupun agak terangsang jadinya.
Setelah sampai di meja kerjanya, kami mulai mendiskusikan soal yang akan dibuat. Candaanku membuat dirinya tersenyum, senyumnya manis sekali, membuat ia terlihat lebih muda. Bibir yang dibalut lipstick merah muda menambah manis senyumannya. Ketika aku mengambil pulpen, tak sengaja ia menyentuh tanganku, kulit tangannya halus sekali.
Wajah manis dan sensasi menyentuh pantatnya tadi membuat penisku agak mengeras. Celanaku terasa sesak sekali. Ukuran penisku agak di atas rata – rata, yang membuat celana dalamku terasa sempit sekarang.
Ketika Bu Dian membuka lemari kerjanya, dengan cepat aku menyergapnya dari belakang. Nafsuku sudah tak tertahankan lagi.
“Ndi, apa –apaan kamu!!” teriak Bu Dian.
“Aku udah gak tahan nih bu, kalo mau teriak juga nggak apa – apa, Mas Jefri sama Mas Tugi lagi keluar nyari makanan, jadi gak ada yang bisa nolong ibu” jawabku.
Kudorong ia sehingga jatuh tersungkur, kubuka retsleting rok panjang kuningnya dan kutarik hingga pahanya. Terlihatlah pantat putih nan mulus dihiasi celana dalam putih berenda. Kuremas – remas pantatnya, ternyata itu membuatnya terangsang. Bulu – bulu kemaluannya yang lebat sedikit terlihat walaupun masih tertutup celana dalam.
“Aaaaaaaahhhh, ndi, jangan ndi!!” erang Bu Dian.
Langsung kuputuskan celana dalamnya, dan kujilati pantat putih mulusnya. Tangan kiriku memain – mainkan memeknya. Jari tengahku langsung masuk ke dalam memeknya yang masih agak rapat.
“Aaaaaaaaaaaaahhhh, ndi, kamu gila ya??!!”
“Memek ibu masih rapet yah, makin ga sabar mau masukin kontolku ke memek ibu” kataku.
Kubuka retsleting celanaku, penisku sudah menegang dan sudah siap untuk ditancapkan. Tak lama kemudian, memek Bu Dian basah karena cairan orgasmenya. Tampaknya ia menikmati permainan tanganku.
“Mmmmmmmhhhhh, ndi, jangan ndi” erangnya.
“Bilang aja kalo ibu seneng, aku juga seneng kok bu, ibu udah siap?” tanyaku.
Kuarahkan penisku ke memeknya. Setelah menemukan sasarannya, aku langsung menancapkan penisku ke dalam memeknya. Agak seret karena penisku masih kering dan memek Bu Dian yang masih agak rapat. Dengan perlahan ku maju mundurkan penisku.
“Aaaaaahhhh, mmmmmmhhhh” erang Bu Dian.
Makin cepat goyangan ku membuat pantat Bu Dian yang montok beradu dengan pahaku yang menimbulkan bunyi “plek plek plek”. Sambil menyetubuhi dosenku ini, aku meremas kedua payudaranya yang terasa masih kenyal. Kubuka kancing blazer dan kemejanya. Sekarang hanya BHnya yang menghalangi tanganku. Segera kuputuskan tali BHnya. Ternyata memang payudaranya masih kenyal, dan ukurannya pun lumayan besar. Kuangkat bagian belakang jilbabnya, sehingga terlihat lehernya yang putih. Kuciumi lehernya yang wangi dan kujilati lehernya.
“Aaaaaaaahhhhh, mmmmmmhhhh, ndi, jangan ndi” erangnya.
Mulutnya terus menolak, namun aku tahu ia sudah menikmati permainan ini. Makin cepat goyanganku sehingga aku merasa akan sampai pada puncaknya. Namun ternyata Bu Dian orgasme lebih dulu, cairan orgasmenya membasahi penisku. Akupun semakin bernafsu memerkosanya.
Namun kucabut penisku, sekarang kubalikkan badannya sehingga menjadi terlentang. Kuangkat kedua kakinya dan kuperkosa Bu Dian sekali lagi. Kuciumi bibir manisnya, kutarik ke atas ujung jilbabnya yang menutupi payudaranya. Kujilati lehernya yang putih. Puting susunya berwarna agak kecoklatan, kuhisap kedua putingnya.
“Mmmmmmmhhhhhh, aaaaaahhhhhh” erangnya
Perutnya yang gendut karena hamil membuatku semakin bernafsu karena ini pertama kalinya aku bersetubuh dengan ibu – ibu hamil.
5 menit kemudian aku sampai pada ejakulasiku. Croooootttttt crooottttt.
Spermaku muncrat memenuhi rahimnya. Mungkin bayinya merasakan sesuatu yang aneh memasuki ruangan pribadinya itu. Setelah ejakulasi, aku tidak langsung mencabut penisku, kuciumi bibir Bu Dian yang manis itu, kujilati wajahnya yang putih mulus. Ternyata penisku menegang lagi. Sensasi kecantikan Bu Dian membuatku kembali bernafsu.
Kuperkosa ia sekali lagi. 10 menit kemudian aku merasa akan ejakulasi. Kucabut penisku dan kumasukkan ke dalam mulutnya. Kupaksa ia meng-oral penisku. Penisku ternyata terlalu besar untuk mulutnya yang mungil. Sesekali ia tersedak. Akhirnya aku sampai pada ejakulasiku.
Croooootttt croooottt.
Spermaku mengenai kecamatanya, ada yang masuk ke dalam mulutnya, ada juga yang mengenai jilbabnya.
Setelah puas, aku berdiri dan meneguk air minum yang disediakannya untukku. Kupandangi tubuh Bu Dian yang masih tergeletak lemas di lantai.
“Brengsek kamu ndi” makinya.
“Biarin aja, ibu juga seneng kan?” jawabku sambil tersenyum puas.
Sebelum pergi, aku mengencingi sekujur tubuh Bu Dian, mulai dari jilbab kunignya sampai ke kakinya. Mungkin ada yang terminum olehnya. Setelah itu akupun langsung pergi tanpa memerdulikan bagaimana nasib kuliahku nanti.

No comments:

Post a Comment