Friday, June 4, 2010

Ibuku Kekasihku

Aku adalah seorang mahasiswa yang berusia 23 tahun. Selama tiga tahun terakhir ini aku menjalin hubungan sex dengan Ibu kandungku sendiri. Tentu para pembaca akan kaget mendengarnya, tetapi ini adalah kisah hidupku.

Sejak kecil aku telah diambil oleh orangtuanya Ibuku dan dibesarkan oleh mereka di Tanjung Pinang. Setamat SMP baru aku ikut Ibuku yang tinggal di kota Balikpapan, sebab ayahku yang kusebut Papa itu menjadi pegawai Bea Cukai di kota tersebut.

Ibu adalah seorang janda beranak satu sebelum menikah dengan Papaku. Kakak tiriku adalah seorang cewek, namanya Tanty. Ketika Ibu datang ke Tanjung Pinang untuk mengambilku, betapa terpesonanya aku melihatnya. Dia seorang wanita yang berparas cantik, kulitnya putih bersih, wajahnya agak mirip wanita Arab, sebab Kakek dari Ibu adalah orang Arab. Tubuhnya tinggi dan berisi serta punya betis kaki yang indah dan panjang. Beruntunglah Papaku ini mendapatkan Ibu sebagai isterinya.

Papaku berasal dari Sulawesi Utara, kawin dengan Ibuku yang dari Sumatera. Selama ini Ibu tetap mempertahankan agamanya, dia tidak mau ikut agamanya Papa. Singkat cerita, aku lalu tinggal bersama orangtuaku di kota Balikpapan, berkumpul dengan dua orang adikku yang kedua-duanya adalah laki-laki dan kakak tiriku Tanty. Kehidupan kami yang amat harmonis itu ditunjang oleh jabatan Papa di Bea dan Cukai, kami hidup serba berkecukupan. Kemudian masih dua kali lagi Ibu melahirkan dua adikku, yang satu laki dan terakhir adalah perempuan. Kulit kedua adikku ini tidak seputih kulitnya Papa dan Ibu, tetapi agak gelap sedikit dan wajah keduanya pun sama tetapi berbeda denganku, Ricky dan Rocky.

Aku menjadi anak yang sangat manja kepada Ibuku, bahkan terkadang aku suka tidur bersama Ibu bila Papa lagi pergi tugas ke tempat lain. Aku suka sekali memeluk Ibu dan memegang buah dadanya. Rupanya Ibu maklum akan diriku yang waktu kecil tidak pernah merasakan kasihnya. Tetapi dalam hati kecilku sendiri aku memandang Ibuku sebagai kekasihku.

Setelah aku tamat STM, Ibu mulai tidak mengijinkanku lagi untuk memegang buah dadanya, apalagi untuk menetek. Sebab rupanya Ibu juga jadi terangsang setiap bersamaku ketika aku mendekapnya, mengeluarkan kedua buah dadanya dari BH-nya dan aku berani mencium bibir Ibuku dan menghisap lidahnya. Semua itu membawa nikmat bagiku, apalagi melihat tubuh Ibuku berkilat oleh keringatnya dan napasnya terengah-engah serta merintih mendesah dalam pelukanku.

*****

Suatu hari di dalam kamar tidurnya Ibu mendorongku dengan kasarnya ketika aku mau mendekapnya dari belakang. Ibuku memperlihatkan wajah yang kurang senang padaku. Tentu saja hal ini membuatku kaget dan kami bertengkar sengit, untung saja tidak ada yang lihat waktu itu. Aku merengutnya dengan kasar, Ibu berontak, kutampar pipinya pelan.

"Jeffrey, mulai sekarang Ibu tak mau lagi kamu cumbu. Ingat..! Kamu sudah dewasa sekarang Jeff. Bagusnya kamu pergi cari pacar saja mulai sekarang."
"Tidak Bu, aku hanya mencintai Ibu, tak mungkin aku bisa punya wanita lain," kataku.
"Tapi aku ini Ibumu Jeff..! Ingat itu..!" jawab Ibu dengan sengit.

Akhirnya berhari-hari Ibu tidak berbicara padaku. Hal ini membuatku jadi sakit hati sebab merasa tidak diperhatikan lagi oleh Ibu. Aku jadi jarang berada di rumah dan Ibuku nampaknya 'cuek' saja padaku dan aku selalu dimarahi sama Papa sebab jarang pulang rumah. Hingga di suatu hari aku jatuh sakit di rumah temanku. Suhu tubuhku meninggi, tapi aku bepesan pada keluarga temanku itu supaya tidak memberi tahu ke rumahku. Aku sudah nekat kalau harus mati, biarlah aku mati di sini saja.

Aku jatuh pingsan, dan ketika tersadar rupanya aku telah berada di rumah sakit Pertamina dan Ibuku berada di sisiku dengan mata yang sembab oleh air mata dan wajah yang kuyu. Aku jadi terharu melihat Ibu, tapi aku tidak sanggup untuk bersuara. Ibu mengusap kepalaku sambil menangis dan memohon maaf atas sikapnya padaku.

Rupanya dua hari aku tidak sadar diri dan panas badanku tetap saja tinggi. Tapi kata dokter aku sama sekali tidak menderita penyakit apapun, dan aku disarankan untuk pulang saja. Tetapi di rumah pun demamku tidak pernah turun-turun, malah katanya hampir tiap saat aku mengigau memangil-mangil nenekku. Dan telah seminggu lebih aku tidak masuk sekolah. Aku sudah tidak mengenal orang lagi.

Hingga di suatu hari yang sepi Ibu memasuki kamarku, lalu membuka dasternya dan mengeluarkan buah dadanya dan menjulurkan puting susunya ke mulutku. Aku menghisap puting susunya itu dengan penuh lahap sambil Ibu berbaring di sampingku menjagaku dalam ketiduranku. Anehnya, akhirnya aku jadi sembuh sendiri dengan tanpa meminum obat-obatan apapun, hanya karena tiap hari menetek pada Ibuku. Padahal Ibu tidak mempunyai air susu.

Sejak saat itu, Ibu tidak lagi marah padaku bila aku memeluknya dan menariknya ke atas ranjang untuk mencumbunya. Tetapi tentu saja semua hal ini kami lakukan tanpa sepengetahuan Papa. Kami punya kode-kode tertentu bila ingin bercumbu. Setiap bersamaku, Ibu selalu melepaskan seluruh pakaiannya kecuali CD-nya. Dan aku benar-benar puas menikmati setiap jengkal daging dari tubuh Ibuku.

Ibu terengah-engah setiap kugigit daun telinganya, dan menjerit mendesah setiap aku mengerayangi buah dadanya dan menjilati lubang pusarnya. Rupanya dengan cara bercumbu begitu Ibu dapat juga mencapai orgasmenya. Aku selalu memasukkan penisku yang dijepit kuat-kuat oleh Ibu dengan pahanya. Aku sering melakukan gerakan maju mundur sampai kutumpahkan spermaku di atas paha atau kadang di atas dada atau di dalam mulut Ibuku yang selalu menelan spermaku.

Lama kelamaan aku mulai bosan dengan gaya yang itu-itu saja, aku ingin melakukan persetubuhan yang sebenarnya. Dan ini membuat Ibu berontak dan kami bergulat dengan serunya di atas ranjang. Akhirnya aku berhasil melucuti CD Ibu. Tapi yang membuatku kaget adalah ternyata ada pembalut di dalam CD Ibu, padahal Ibu lagi tidak menstruasi. Karena aku sudah gelap mata, maka dengan kasarnya aku membuka paha Ibuku, menguak lubang vaginanya dan aku mulai menyetubuhinya dengan sangat kasar. Lebih tepat dikatakan bahwa aku memperkosanya, dan Ibu hanya pasrah tergeletak dengan air mata berderai selama aku memperkosanya dengan sangat kasar dan buas.

Sama sekali tidak kasihan padanya, malah aku merasa bangga, sebab sekarang aku telah memiliki seluruh tubuh seorang wanita yang paling kucintai di atas dunia ini sebagai seorang kekasihku. Aku tidak pernah lagi melihat dia sebagai seorang wanita yang telah melahirkanku. Kutumpahkan spermaku ke dalam rahimnya yang dulu pernah mengandungku. Dan hal itu terjadi lagi hampir setiap hari setelah aku pulang dari sekolah.

Satu hal yang aku binggung, Ibu tidak mau melakukan gaya yang lain selain dari pada berbaring biasa dan aku menyetubuhinya dari atas. Ibu tidak mau menjawab ketika kutanya kenapa, Ibu selalu memakai pembalut di pantatnya. Hingga di suatu saat aku berhasil menemukan jawabannya. Ketika selesai kami bersetubuh, Ibu tertidur pulas di sisiku masih dalam keadaan telanjang bulat. Tidurnya tertelungkup, segera saja kubuka pantatnya dan apa yang kulihat benar-benar membuatku sangat terkejut.

Rupanya lubang pantat Ibu sudah rusak berat, terkuak terbuka besar seperti sebuah lubang terowongan panjang yang kira-kira berdiameter dua sentimeter, memerah kehitam-hitaman dan menganga lesu. Berarti Ibu ini sudah sering melakukan hubungan anal sex, tetapi dengan siapa? Dulu memang ada berita berita bahwa Ibu pernah menyeleweng dengan Oom Errol, tapi kenapa kok rumah tangga mereka aman-aman saja? Tidak pernah ada keributan antara Ibu dan Papa.

Selagi aku terbengong melihat lubang duburnya itu, Ibu terbangun dan menatapku lalu bertanya padaku, "Kamu mau juga main dari situ? Ibu juga pengen, soalnya udah lama nggak ngerasain."
Aku jadi bingung. Aku sih mau saja, soalnya ingin tahu juga bagaimana main anal sex itu. Kembali lagi kami bermain foreplay lebih dulu sebagai ajang pemanasan. Kami bermain enam sembilan. Kujilati klitoris dan vaginanya hingga Ibu mengelinjang sebab nikmatnya, sementara Ibu pun menghisap rudalku hingga dalam waktu singkat rudalku jadi kembali tegak berdiri siap untuk kembali berduel.

Ibu lalu mengeluarkan minyak jelly dan meminyaki lubang duburnya dengan jelly dan dimasukkannya juga ke dalam lubang duburnya, kata Ibu biar masuknya nanti enak dan Ibu tidak kesakitan. Ibu mengambil posisi menungging, pantatnya diangkat ke atas. Aku dari belakangnya mengarahkan rudalku ke lubang dubur Ibu yang sudah terbuka menganga itu. Sekali sentak, langsung masuk terus ke dalam sampai semua batang rudalku tertanam di dalam duburnya. Ibu mendesah kecil dan menarik napas tertahan ketika aku mendorong masuk sambil satu tangannya mengusap klitorisnya.

Mula-mula dengan gerakan perlahan aku melakukan gerakan piston, lalu makin cepat dan cepat hingga tubuh Ibuku terguncang-guncang. Aku meremas-remas buah dadanya dengan kasarnya. Ibu mendesah dengan napas terengah-engah dan kadang-kadang menjerit lirih. Rupanya dia begitu menikmati permainan anal sex ini, sambil mengoyang pantatnya mengimbangi gerakanku dia seperti kesetanan.

Tubuh kami kembali bermandi peluh dan peluh kami bercampur baur. Terus Ibu minta rubah posisi dengan berbaring ke samping mengangkat sebelah kakinya. Kumasukkan kembali rudalku ke dalam dubur Ibu yang sudah licin dan basah itu. Pada rudalku terlihat ada cairan berwarna kekuning-kuningan yang berbuih, Ibu pun melihatnya, namun ia hanya tersenyum memandangku.

"Sorry, tadi pagi Ibu nggak sempat beol sih, padahal tadi malam Ibu makannya banyak."
Tapi persetan lah semua itu, aku mulai 'menancap' Ibu lagi dan menghajarnya dengan 'pukulan' yang gencar bertubi-tubi non stop. Sepuluh menit telah berlalu, aku terpaksa menutup mulut Ibu, sebab suaranya semakin keras terdengar mendesah dan menjerit. Sambil kudekap dia erat-erat, tubuh Ibu jadi mengejang, napasnya megap-megap.

Rupanya Ibu telah mencapai puncak orgasmenya, dan aku semakin kuat menggenjot terus hingga seluruh tubuh Ibu bergetar dan menggelepar-gelepar untuk beberapa saat. Keringatnya membanjir dengan hebatnya, tetapi bau badan Ibu tetap harum dan ini yang membuatku semakin bernafsu lagi dan menggenjot terus hingga punyaku keluar juga akhirnya.

Ketika mencabut rudalku yang basah oleh cairan kuning berbuih, nampak lah liang dubur Ibu sudah terbuka besar layaknya seperti lubang vagina, menyerupai sebuah lubang terowongan besar yang menganga dan dalam sekali. Seluruh batang rudalku penuh dengan cairan kotoran tinja Ibuku. Dia masih tersengal-sengal, kudekap dia penuh sayang mencium pipinya, dia pun tersenyum manja memandangku dengan genitnya.

"Hesty.." kupanggil namanya, "Hesty.., kau adalah kekasihku, aku cinta padamu. Kita mesti menikah Hestyku, aku ingin melihat kau melahirkan anak-anakku."
"Kamu gila Jeff, aku kan Ibumu yang melahirkan kamu, kamu ini anak durhaka." katanya sambil mencubit hidungku yang mancung, sama mancungnya dengan hidungnya.

Ketika aku terbangun, hari sudah malam dan Ibu tidak ada di sampingku, dan kamarku telah dinyalakan lampunya. Kutengok ke jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam, aku lalu bangkit menuju kamar mandi. Setelah mandi, aku ke ruang tengah, Tanty kakak tiriku sedang bersama Rocky adikku menonton TV, Ibu tidak kelihatan, juga Papa. Keadaan rumah amat sepi.

"Ibu mana Tan..?" tanyaku kepada kakak tiriku sambil aku mengambil tempat agak jauh darinya supaya aku dapat leluasa memandang wajah Tanty, kakak tiriku ini.
"Ibu lagi tidur, lagi nggak enak badan." kata Tanty.
Pasti Ibu capek akibat kerja keras tadi siang itu, pikirku sambil diam-diam kuperhatikan kakak tiriku ini. Dia bagai pinang dibelah dua dengan Ibu, hanya kulitnya agak sawo matang. Tubuhnya tinggi dan atletis, sebab Tanty juga senang berolahraga, terutama renang dan bola basket. Tanty hanya memakai celana pendek, hingga nampak paha dan betis kakinya yang panjang indah itu, merangsang juga.

Lalu aku berjalan ke kamar tidurnya Papa dan Ibu, ternyata Papa belum pulang dan Ibu sedang lelap tertidur. Pelan-pelan supaya tidak membangunkannya, kututup pintu lagi dan berjingkat-jingkat mendekati tempat tidur. Ibu sedang tertidur pulas tapi bias-bias keletihan masih terlihat di wajahnya, akibat tadi siang disetubuhi sampai dua kali olehku. Aku membungkuk dan mencium pipinya, kemudian bergegas keluar dari kamar itu kembali ke ruang tengah. Kulihat Tanty dan Rocky duduk berdampingan layaknya orang pacaran dan keduanya nampak serius sekali ngomongnya, aku jadi bingung sendiri. Aku kemudian kembali ke kamarku.

*****

Beberapa bulan kemudian berlalu, dan pada suatu hari Ibu mengaku padaku bahwa selama ini ada tiga orang lelaki yang telah berselingkuh dengan Ibu, salah satunya adalah Oom Errol yang selalu menyetubuhi Ibu dari 'pintu belakang'-nya. Selama Oom Errol pergi berlayar, Ibu selingkuh dengan seorang temanku, tapi agak jauh lebih tua dariku, namanya Johnny dan orang ini juga paling suka menyodomi Ibuku. Lubang dubur Ibu sampai rusak begitu adalah akibat perbuatannya Johnny ini, kadang-kadang dia suka memasukkan ketimun ke dalam dubur Ibu itu, bahkan sering memukul Ibuku kalau Ibu menolak kemauannya, tapi Ibu tetap saja meladeninya juga.

Satunya lagi adalah Oom Ridwan, tetangga depan rumah kami. Pantesan Ibu jarang duduk-duduk di depan rumah, soalnya Ibu merasa malu kalau nanti terlihat sama Oom Ridwan ini. Oom Ridwan baru menikah setahun yang lalu, isterinya baru tiga bulan yang lalu melahirkan. Dia sudah main dengan Ibu jauh sebelum kawin, padahal Oom Ridwan ini teman baiknya Papa. Kemudian ada dua orang bule Amerika yang Ibu kenal lewat perantaraan seorang temannya.

Juga menurut pengakuan Ibu bahwa Erza dan Tria, kedua adikku itu adalah hasil hubungan gelapnya dengan Oom Errol, jadi keduanya adalah anak-anaknya Oom Errol. Dan setelah kuperhatikan dengan teliti, wajah kedua adikku itu memang keduanya agak mirip dengan Oom Errol, apalagi si Tria yang baru berusia lima tahun itu. Masalahnya Papa sudah tidak berdaya lagi, dan Papa hanya diam saja sekalipun Papa tahu tentang semua penyelewengan Ibu.

Kuingat terakhir kali Oom Errol muncul di sini sekitar tiga bulan yang lalu, ketika siang itu aku sudah pulang sekolah. Kulihat sendiri betapa mesrahnya Ibu menyambutnya, Ibu menggantung di lehernya dan Oom ini mendekap Ibu kuat-kuat. Keduanya berciuman di bibir, di depanku tanpa memperdulikan aku. Aku dengar suara Ibu mendesah dalam pelukannya Oom Errol. Aku jadi marah dan segera keluar dari rumah, sorenya aku telepon ke rumah, ternyata Ibu belum juga pulang kata Rocky adikku, yang ada di rumah hanya dia dan Tanty.

Pintu depan tertutup, kuintip lewat jendela tidak ada orang di ruang depan, lalu aku masuk dari pintu belakang, kemana Rocky dan Tanty? tanyaku dalam hati. Di ruang tengah pun tidak ada siapa-siapa. Suasana amat hening, aku naik ke atas. Ketika mendekati kamar tidurnya Tanty, sayup kudengar suara helahan napas. Tanty..? Aku jadi curiga, lalu mendekati pintu kamarnya yang rupanya tidak terkunci. Lupa dikunci mungkin. Aku mendorongnya sedikit terbuka, dan kini suara erangan dan desahan itu semakin jelas, itu suaranya Tanty seperti sedang..

Pelan-pelan kudorong pintunya dan melongok ke dalam, ya Tuhan..! Aku hampir berteriak saking kagetnya atas apa yang kulihat. Tanty dalam posisi menungging dan Rocky di atasnya sedang menyodomi Tanty pada liang duburnya, persis seperti apa yang sering aku dan Ibu lakukan. Saking asyiknya, hingga mereka tidak sadar akan kehadiranku di belakang mereka dan terus menonton permainan ini sampai berakhir dengan erangan dan jeritan lirih suara Tanty sambil menggoyang pantatnya keenakan dan kesetanan persis seperti Ibu.

Ketika Rocky mencabut rudalnya yang juga lumayan besar itu untuk anak seusia dua puluh tahunan, nampak lubang dubur Tanty yang merah menganga terkuak, tapi tidak sebesar lubang duburnya Ibu. Betapa kagetnya keduanya ketika melihatku. Wajah keduanya nampak pucat pasi dan Rocky langsung melompat turun dari tempat tidur dan berdiri bingung memandangku. Aku tetap berusaha berwajah serius seperti marah, walau dalam hati aku mau tertawa sebenarnya.
Keluarga yang rusak! Makiku dalam hati.

"Rocky, kamu cepat keluar..!" bentakku.
Adikku ini langsung berhamburan keluar dengan sangat ketakutan. Kuhampiri Tanty yang masih terbaring bingung tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang mulus yang masih bermandi keringatnya itu. Dia menatapku dengan penuh ketakutan. Aku mendorong balik tubuhnya dan memegang pantatnya serta menguakkannya untuk melihat kembali bentuk lubang duburnya itu, masih merah kehitam-hitaman. Dua jari tanganku menusuk masuk ke dalam lubang dubur kakak tiriku ini, Tanty merintih tertahan. Rupanya keduanya telah cukup lama juga melakukan hal ini. Kemudian aku segera keluar meninggalkan kamarnya, masuk ke kamarku dan tidak keluar lagi.

Esok paginya Tanty tidak pergi kuliah, katanya sakit. Dan siangnya ketika aku pulang Tanty tidak pernah keluar dari kamarnya.

*****

Selama Oom Errol berada di darat, Ibu meminta pengertianku untuk tidak menyentuhnya, malahan Ibu mengajakku berdua ke rumahnya Oom Errol. Ketika tiba di sana, Oom Errol lagi keluar. Dia ke kapalnya sebentar, yang ada hanyalah seorang laki-laki bernama Peter dan seorang cewek cakep yang mengaku namanya Nita. Sementara Ibu mengobrol dengan Bung Peter ini, aku ngobrol dengan Nita.

Nita orangnya cantik dan juga imu-imut. Aku langsung saja tertarik padanya. Tidak lama kemudian Oom Errol datang dan langsung mencium Ibu di keningnya dan menyalami Nita. Melihatku akrab dengan Nita, dia mempersilakan aku dan Nita duduk mojok di ruang depan. Saking asyiknya kami hingga tidak tahu kalau Ibu dan kedua laki-laki itu telah tidak berada di situ lagi. Nita menarik tanganku seolah mengajakku untuk masuk ke dalam kamar yang satunya lagi, sementara aku masih bingung.

"Mereka pasti sudah masuk kamar Jeff, ayo kita juga, masuklah..!"
Aku seperti kerbau yang dicocok hidungnya mengikuti saja apa kemauannya Nita. Sesampai di dalam kamar, segera kami melanjutkan permainan tadi, malahan kini Nita lebih ganas lagi dan kami berdua telah bertelanjang bulat di atas tempat tidur. Tiba-tiba aku ingat Ibu lagi, gerakanku terhenti dan berpaling.

Segera Nita menarikku lagi sambil berbisik, "Kamu mau lihat apa yang mereka lakukan di kamar sebelah..?"
"Emangnya bisa dilihat ya..?"
Lalu Nita melompat berdiri dan menghampiri dinding serta memindahkan sebuah lukisan di dinding dan menyuruhku untuk mengintip dari lubang kecil di tembok itu. Dan apa yang kulihat itu membuatku benar-benar gemas, tapi aku sadar akan situasi di dalam rumah ini.

Apa yang kulihat itu adalah Ibu dan Bung Peter ini dua-duanya sudah bertelanjang bulat, Bung Peter ini sedang menggumuli Ibu tapi kelihatannya Ibu tidak mau dan Bung Peter ini memaksanya dengan amat kasarnya. Tangannya dengan sangat kasarnya menyodok-nyodok lubang vaginanya Ibu serta meremas-remas buah dada Ibu.

Selagi aku berdiri dengan tegang mengintip, Nita melakukan oral sex padaku, dan akhirnya Ibu di baringkannya dan Peter mulai menyetubuhi Ibu dengan amat rakusnya. Aku lalu berpaling kepada Nita, menariknya ke atas tempat tidur dan mulai menyetubuhinya. Nita mendengus dengan penuh nafsu dan kami lupa pada segalanya.

Ketika selesai, segera aku melompat dan mengintip lagi. Kini yang kulihat lebih seru lagi. Ibu terjepit di antara tubuh kedua laki-laki itu, wajah Ibu meringis entah merasakan sakit atau enak, tubuhnya terguncang-guncang dengan hebatnya dan peluhnya bercucuran, seperti tiga ekor kuda yang sedang berpacu menuju garis finish.

Aku dan Nita lebih duluan keluar, lalu muncul Bung Peter dengan wajah puas dan berkeringat, tapi sampai sepuluh menit berselang Ibu tidak keluar juga. Lalu aku segera masuk ke dalam kamar dan melihat Ibu dan Oom Errol lagi pulas tertidur masih dalam keadaan telanjang bulat saling berpelukan.

Dalam mobil menuju pulang, aku dan Ibu saling membisu. Setiba di rumah, Ibu langsung mengunci dirinya dalam kamar. Setelah hari itu hatiku menjadi berbunga-bunga, sebab merasakan kehadiran Nita dalam hidupku saat ini. Ternyata aku dapat juga jatuh cinta kepada wanita lain, pikirku.

*****

Pada suatu hari kumasuki kamar Ibu tanpa mengetuk pintu lebih dahulu, membuat Ibu jadi kaget dan aku pun ikut kaget melihat Ibu dalam keadaan setengah telanjang itu. Langsug kusergap dia dan memagut bibir-bibirnya serta meremas pantatnya dengan penuh nafsu, tapi Ibu nampaknya dingin saja terhadapku, membuatku jadi heran.
"Kenapa kamu Hesti..?" tanyaku sambil menatapnya, Ibu mencibir bibirnya.
"Kok nggak ke tempatnya Nita Jeff..?" tanya Ibu sambil mendorongku.
"Nitanya lagi pergi."

Ibu hendak pergi dari situ, tapi cepat kutarik lengannya dan kudorong dia ke atas tempat tidur serta mendekatinya dengan perasaan amarah yang meluap.
"Kamu kok kasar gitu sich Jeff..?"
"Kenapa kamu menghindariku heh..? Kamu wanita pelacur..!" bentakku.
"Aku ini Ibumu Jeff, jangan ngomong kasar gitu dong..!"
"Kamu Ibu yang durhaka, aku sudah ngentot sama kamu, masih pantas kah kamu merasa dirimu sebagai seorang Ibu? Kamu tahu Hesty, aku melihat kamu di kamar sebelah diembat sama dua orang lelaki sekaligus dan kamu dibayar untuk itu, memang kamu pelacur."
Ibu jadi terdiam dan tertunduk, kulihat butir-butir air matanya mengalir di pipinya.

Dengan perasaan gemas dan marah, kulucuti semua pakaiannya. Ibu hendak berontak, lalu kutampar pipinya, membuat Ibu terkejut oleh perlakuan kasarku itu dan menutup wajahnya sambil terus menangis. Aku benar-benar sudah tidak punya rasa belas kasihan lagi padanya, yang ada dalam benakku hanyalah pikiran kotor dan nafsu setan belaka. Kubuka pahanya dan kusetubuhi Ibu dengan sangat kasarnya, kami bergumul seru serta peluh yang bercucuran di siang bolong itu.

Sepuluh menit berlalu, lima belas menit berlalu, dan Ibu mulai menjerit histeris seperti biasanya kalau hendak mencapai orgasmenya. Aku semakin kuat lagi menggenjot, dan akhirnya kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan itu, kemudian terbaring lesu sambil terus berpelukan. Kujilati keringat Ibu di payudaranya dan juga di lehernya, sementara Ibu masih tersengal-sengal napasnya berbaring dengan menatap hampa ke langit-langit kamar. Ibu tetap saja diam tidak bergerak ketika aku bangun dan keluar dari kamar itu.

Beberapa hari kami tidak betegur sapa dan aku pun cuek padanya. Setiap ada kesempatan, aku selalu pergi mencari Nita dan bercinta dengan Nita. Kupikir bahwa Nita ini benar-benar mencintaiku. Timbul pikiran normalku sekali-sekali bahwa Hesty itu sebenarnya adalah Ibu kandungku, wanita yang melahirkan aku, tapi kenapa sampai akhirnya semuanya jadi begini.

Gimana perasaan Papa bila dia tahu perbuatan terkutuk kami ini? Dan gimana juga kalau sampai Papa tahu tentang hubungan sex abnormal antara Rocky dan Tanty? Kasihan Papa itu, dia seorang laki-laki yang baik yang selalu bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, walaupun ada kekurangannya yang tidak disukai Ibu, yaitu suka minum alkohol hingga sering berlebihan. Tetapi dia adalah tetap sebagai ayahku, orang yang sangat kuhormati. Tidak sadar air mataku mengalir, di tengah malam yang kelam dalam kamar tidurku sendirian kubayangi Papa dan Ibuku tidur berpelukan dalam kamar mereka.

Tetapi akhirnya lebih banyak pikiran setan yang menguasi otakku, aku tidak tahan bila melihat Ibu melangkah dan pantatnya bergoyang, padahal selama ini Ibu sudah tidak pernah lagi memakai hot pant di dalam rumah, dan jarang juga memakai celana jeans. Ibu slalu memakai baju panjang atau daster bila lagi di rumah.

Suatu hari aku memergokinya di dapur dan kucubit pantatnya hingga Ibu kaget dan menatapku dengan tidak senang, untung saja pembantu tidak melihat perbuatanku itu. Kegilaanku semakin menjadi, kami tidak pernah ngomong, tapi tiap saat aku selalu melakukan tindakan-tindakan pelecehan seksual terhadap Ibu. Tapi nampaknya Ibu sangat tabah sekali mengahadapi semua tingkah lakuku itu.

*****

Di suatu malam hatiku jadi luluh ketika melihat ke dalam kamar Ibu, dia bersembahyang. Aduh wanita yang cantik ini, wajahnya nampak semakin cantik dan bersinar saat berdoa. Aku merasa berdosa sekali padanya, aku masuk ke dalam kamarku dan menangis. Tetapi akhirnya kembali lagi iblis menguasai jalan pikiranku.

Di suatu siang yang sepi, aku menemui Ibu baru keluar dari kamarnya Rocky dan Ricky, segera kudekap dia dan kutarik. Kuseret dia masuk ke dalam kamarku, Ibu menjerit tertahan dan kutampar pipinya dan menjambak rambutnya dengan kasarnya.
"Kamu jahanam, mau lari dari aku yaa..?" kataku sambil mengeram dan sekali sentak kusobek baju dasternya.
Ibu berdiri telanjang dan ngilu di hadapanku. Dan ketika kusuruh dia untuk membuka celana dalamnya, Ibu melakukannya tanpa melawan sama sekali dan kepalanya hanya menunduk.

Kusuruh pula dia berdiri mengangkangkan kakinya dan menunggingkan badannya ke depan dan kusingkap pantatnya, menguak lubang duburnya yang sudah berlubang besar itu. Tanpa rasa jijik sekalipun, kujilati lubang duburnya Ibu itu. Lidahku menjulur masuk ke dalam goa yang menganga merah kehitam-hitaman itu. Aku sudah tidak perduli dengan bau tinja yang keluar dari lubang anus Ibuku yang langsung menusuk hidungku, aku telah terbiasa dengan bau kotorannya Ibu.

Terdengar suara Ibu merintih tertahan dan selanjutnya aku mulai mensodomi Ibuku lagi sambil menyuruhnya tetap membungkukkan badannya ke depan. Tubuhnya dan kepalanya juga kedua buah dadanya yang masih segar itu terguncang-guncang oleh henjakan-henjakanku yang kuat itu. Suara Ibu mengerang dan mendesah seperti orang sedang sengsara.

"Jeeff.. aku ini kan istrimu, kasihani aku doong..!" katanya.
Aku kaget juga mendengar ucapan Ibu itu, tapi hal itu bersamaan dengan orgasmeku memuncak dan aku semakin kuat menghajar pantat Ibu tanpa rasa mengenal belas kasihan padanya. Separuh spermaku tertumpah di luar dan membasahi selangkangnya Ibu dan meleleh turun ke bawah lewat pahanya. Beberapa saat lamanya kubiarkan batang rudalku tertancap di dalam lubang anus Ibu, menikmati sisa-sisa rasa enaknya sambil aku mengerang kenikmatan.

"Sudah Jeff. Ibu capek nich nungging terus." ucap Ibu dengan suara yang lirih sekali, membuatku jadi tertawa dan mencabut batang rudalku keluar.
Seluruh batang zakarku basah dilumuri tinja yang kekuning-kuningan serta tergantung lesu. Aku puas melihatnya, sementara Ibu menegakkan badannya dan berbalik.
Tiba tiba Ibu menjerit seperti kaget. Cepat aku pun berbalik dan melihat siapa gerangan yang sedang berdiri di pintu kamar memandangi kami berdua. Tanty tersenyum dan segera berbalik keluar dari kamar. Aku berbalik dan memeluk Ibu yang masih dalam keadaan telanjang bulat itu, Ibu menangis terisak-isak dalam pelukanku, dengan penuh sayang kubelai rambutnya dan kucium bibirnya.

"Tenang saja Hesty, apapun yang terjadi aku akan bertanggung jawab, kita akan menikah." kataku.
Aku turun ke kamar Ibu mengambil baju dasternya yang lain untuk dikenakannya. Kukunci pintu kamarku dari dalam dan kubaringkan Ibu di atas ranjangku dan kutindih dari atas sambil membelai rambutnya yang sudah mulai nampak ubannya itu beberapa helai. Setiap saat ketika menatap wajahnya aku tetap saja terpesona oleh kecantikannya wanita yang satu ini, sinar matanya yang hitam bening dan teduh, tempat hasrat dan gejolak jiwaku selalu berteduh padanya.

Kuusap pipinya yang masih mulus itu, Ibu pun lalu tersenyum padaku. Aah..! Betapa senangnya. Betapa bahagianya aku memiliki seorang Ibu seperti wanita ini yang sekalian dia juga adalah kekasihku, wanita selingkuhanku, dan apa lagi sebutan lainnya, aku tidak perduli.
"Hesty.. kamu wanita yang paling cantik, yang paling mempesona dalam hidupku." ucapku.
"Aaah masa. Kamu bohong." jawab Ibu, "Lalu si Nita itu gimana..?"
"Aku merasa lebih mencintaimu Hesty. Aku kadang-kadang ragu terhadap si Nita itu."
"Ragu gimana, kelihatannya dia cinta sama kamu Jeff."
"Tapi aku lebih cinta padamu Hesty." kataku.

Lalu kukulum bibirnya dengan penuh nafsu, rupanya birahiku mulai bangkit lagi dan mulai mengerayangi buah dadanya lagi.
"Jeff.. cukup Jeff, besok lagi kita ulangi, aku capek nich..!" kata Ibu dengan suara memelas.
"Oke lah kalo gitu, tapi Hesty, kenapa tadi kamu bilang kamu itu adalah istriku..?"
"Aku ini Ibu kamu Jeff, yang melahirkan kamu, tapi sekarang aku telah menjadi istrimu."
"Tapi kita kan belum menikah Hes..?"
"Memang kita tidak akan pernah bisa menikah selama Papamu masih hidup Sayang." jawabnya sambil membelai rambutku dan menatapku dengan bola-bola matanya yang hitam bening itu.

"Tapi.." Ibu tidak melanjutkan kata-katanya.
"Tapi apa Hesty..?"
"Sudah Jeff, aku tak mau lama-lama di sini, entar mereka curiga lagi."
Lalu Ibu segera berdiri dan merapikan rambutnya dan bergegas keluar dari kamarku.

Malamnya kutemui Tanty di kamarnya. Rupanya dia lagi belajar, sebab sebentar lagi dia akan maju ujian negara. Dengan hanya memakai celana pendek, dia duduk di kursi, di meja belajarnya dan cuek saja dengan kehadiranku di situ.
"Kamu mau apa Jeff..?" Tanty bertanya tanpa menoleh padaku, nampak sekali kalau dia begitu menganggap enteng padaku. Aku merasa benar-benar tidak berharkat lagi di hadapannya.

"Aku mau ngomong sama Kak Tanty." jawabku pelan seperti orang pesakitan.
"Ngomong soal apa..?" tanya Tanty dan tetap saja tidak mau menoleh kepadaku, terus saja membaca.
"Aku minta supaya Kak Tanty nggak kasih tau sama Papa soal apa yang Kak Tanty lihat tadi itu."
"Oh itu toch..!" ucapnya sambil tertawa seperti mengejekku.
"Nggak kok, Kak Tanty nggak bakalan ngomong, soalnya kamu juga nggak ngomong soal Kak Tanty dengan Rocky kan..?"
Lalu dia berdiri dan menghampiriku, duduk di sampingku.

Sekilas kulihat betis pahanya yang banyak ditumbuhi bulu-bulu halus, bayanganku melayang ke lubang kamluannya Tanty ini yang berbulu lebat. Tidak sadar tanganku mengusap paha kakak tiriku ini, ternyata dia diam saja tidak bereaksi.
"Udah lama ya kamu main sama Ibu Jeff..?" Tanty bertanya.
"Ya udah memasuki tahun ketiga ini." jawabku.
"Duh, cukup lama dong. Pantes lobang dubur Ibu udah jadi gitu melar sekali."
"Bukan aku kok yang pertama kali sodomi Ibu, Kak Tanty."

"Jadi kamu tau siapa orang yang pertama kali sodomi sama Ibu..?"
"Menurut Ibu katanya Oom Errol. Lalu kalau Kak Tanty pertama kali disodomi sama siapa? Apakah Kak Tanty masih perawan atau sudah nggak lagi?"
Kakakku Tanty tidak menjawab, tapi hanya menarik napas panjang dan menatap sayu ke depan seperti sedang menerawang jauh. Sementara itu tanganku semakin berani makin jauh bergerak menelusuri kulit mulus pahanya itu. Birahiku mulai timbul lagi sementara jari-jariku telah sampai ke dekat selangkangannya Kak Tanty ini.

Tiba-tiba Tanty mengangkat tanganku dan mendorongnya dengan kasarnya.
"Kamu mau apa Jeff..?" suaranya tegas seperti marah.
"Ah nggak kok." jawabku merasa malu dan segera berdiri dan keluar dari dalam kamarnya.

*****

Beberapa hari kemudian aku pergi ke rumahnya Oom Peter mencari Nita, aku lagi birahi padanya. Tapi rupanya Nita belum datang, Oom Peter pun lagi sibuk dengan pekerjaanya. Pintu kamar yang biasa dipakai Oom Errol nampak tertutup, lalu pelan kumasuki kamar yang sebelahnya tanpa setahu Oom Peter dan segera aku mengintip ke lubang dinding. Apa yang kulihat itu membuat jantungku berdegub kencang, sulit untuk dapat dipercaya, tapi aku melihatnya jelas sekali, Tanty dan Oom Errol sedang bersetubuh.
Kapan laki laki keparat ini datang? pikirku.
Dia memang laki-laki tampan dan macho, pantas banyak wanita yang tergila-gila padanya. Darahku jadi mendidih mengingat Oom Errol ini. Setelah Ibuku, sekarang giliran kakakku yang jadi korbannya. Kuintip lagi, nampaknya Tanty sangat menikmati persetubuhan ini, buktinya keduanya saling berciuman lama dan mesrahnya sambil Tanty mengoyang-goyang pinggulnya persis seperti seorang pelacur profesional.

Aku kembali ke ruang tengah dan terduduk lesu di sofa, beribu macam pikiranku berkecamuk. Ingin sekali aku membunuh manusia yang bernama Errol ini. Kutunggu hingga keduanya keluar dari dalam kamar. Tanty hanya mengenakan daster yang bagian atasnya terbuka lebar, bahkan kedua gunung montok di dadanya pun nampak menggumpal dengan jelasnya. Di wajahnya yang cantik mulus itu masih ada tetesan keringatnya, juga di lehernya dan dadanya, bahkan rambutnya yang panjang itu juga masih awut-awutan. Tanty terkejut sekali melihatku duduk di situ. Aku menatap Oom Errol dengan tajam penuh amarah dan bangkit menghampirinya, sejenak kami bertatapan, aku mendengus saking marahnya dan mengepal tinjuku.

"Kau setan jahaman, setelah Ibu kini Tanty juga kau makan, anjing..!" kataku dengan kasarnya.
Tapi dia hanya tersenyum memandangku setengah mengejek.
"Kalau aku bajingan, lantas kau apa Jeff..?" Oom Errol bertanya sambil terus juga menatapku.
"Kau lebih dari pada bajingan Jeff, Ibu kandungmu kamu perkosa, kakak tirimu mau juga kamu perkosa. Kamu ini sama saja dengan Bapakmu Jeff." kata Oom Errol tajam padaku.
Aku melayangkan tinjuku ke wajahnya, tapi dengan sigap dan cepat Oom Errol mengelak dan melangkah mundur, akibatnya aku jatuh tersungkur ke depan dan menabrak dinding. Tanty cepat merangkulku, memelukku dan kulihat air mata di pipinya meruntuhkan amarahku, walaupun bagaimana juga dia adalah kakakku.

Tanty menangis terisak-isak di dadaku, sementara aku hanya berdiri diam seperti patung dan melihat Oom Errol berjalan keluar dari rumah. Aku yakin sekali dapat mengalahkan laki-laki jahanam itu kalau kami berkelahi, sebab pasti dirinya lagi lemas sehabis selesai bersetubuh. Oom Peter datang menenteramkan aku. Aku menatap laki-laki Ambon ini dengan tatapan tajam pula, rasanya ingin juga kuhancurkan kepalanya.

"Rupanya rumah Oom Peter ini sudah jadi rumah mesum ya..?" kataku.
"Rumahku ini bukan rumah mesum Jeff, tetapi adalah rumah di mana Ibu kamu mencari duit dan kasih sayang, tempat bagi Nita mencari nafkah, dan juga tempat bagi kakakmu Tanty ini untuk mencari kasih sayang, kamu ngerti sekarang..?" jawab Oom Peter, rupanya dia tersinggung.
"Emangnya kenapa dengan Nita..?" aku bertanya ingin tahu.
"Emangnya kamu pikir si Nita itu cuman tidur dengan kamu ya?" katanya sambil memandangku sinis.

Segera kutarik lengan Tanty untuk mengajaknya pulang.
"Aku ganti baju dulu Jeff.." katanya.
Aku menunggunya sebentar di dalam mobil, lalu kami meninggalkan tempat tersebut. Dalam perjalanan menuju pulang kami saling membisu.

Bebarapa hari ini aku hanya mengurung diri di dalam kamarku, aku sama sekali tidak ingin keluar rumah. Seorang teman yang datang ke rumah mengajakku bekerja bersama dia, tapi aku menolak. Aku berjanji dalam hati bila si Errol keparat itu berani muncul di rumah sini, aku berniat untuk menghabisinya. Persetan dengan penjara.

*****

Beberapa hari ini kulihat ada perubahan lain dari Ibu, wajahnya sering nampak pucat dan suka muntah-muntah. Tapi setiap kutanyakan, Ibu hanya bilang bahwa dia masuk angin. Hingga di suatu pagi Ibu mengajakku menemaninya ke rumah sakit. Betapa kagetnya aku ketika Ibu menuju ke bagian dokter spesialis kandungan. Aku hampir-hampir mau pingsan ketika sepulang dari rumah sakit Ibu memberitahukanku bahwa saat ini Ibu sedang hamil, dan katanya aku lah yang menghamilinya.

"Kamu pasti nggak percaya, soalnya kamu lebih banyak sodomi sama Ibu, tapi kamu ingat waktu di kamarnya Ibu siang-siang itu, sewaktu kamu marah dan kamu setubuhi Ibu dengan kasarnya itu? Waktu itu Ibu lagi masa suburnya." ucap Ibu dengan suara terbata-bata menahan sedihnya.
"Ya.. sekarang aku ingat, tapi usia Ibu sekarang sudah empat puluh tujuh, apa nggak bahaya itu?"
"Kata dokter sih nggak apa-apa, asalkan Ibu mesti hati-hati dan banyak istirahat."
"Jadi sekarang kita mesti gimana Bu..?" aku bertanya, soalnya aku bingung, bingung sekali.
Aku menghamili Ibu kandungku sendiri, aduh..!

"Ibu takut mengugurkannya Jeff, apalagi di usia yang sudah ngga muda lagi, Ibu bisa berbahaya."
Hatiku terharu sekali, suara Ibu begitu sendu memohon padaku, jadi aku mesti bertanggung jawab. Kupeluk Ibu, kucium dia dengan penuh haru dan sayang, kubelai rambutnya yang mulai agak beruban itu. Wanita yang begitu kusayangi dan kucintai dia, air mataku jatuh membasahi pipinya, aku menangis tersedu dalam pelukannya sambil kami berpelukan erat-erat.

Semalaman aku tidak dapat tertidur memikirkan hal ini, aneh juga! Terus gimana status anak itu nanti? Dia adalah anakku sebab dia berasal dari benihku, tetapi juga adalah adikku, sebab dia keluar dari dalam rahim Ibu di mana dulu aku juga keluar dari situ. Jelas dia itu anaknya Ibu tetapi juga adalah cucunya Ibu. Dan apakah nanti Ibu dapat melahirkan dengan selamat?

Hari-hari terus berlalu dan kehamilan Ibu mulai nampak jelas. Selama ini aku tetap dengan setianya mengawal Ibu ke rumah sakit untuk periksa kehamilannya itu. Kami berjalan berdampingan bergandeng tangan persis seperti sepasang suami istri. Dan suatu surprised bagiku, yaitu lamaranku ke sebuah Hotel diterima setelah menjalani testing. Pada hari yang ditentukan aku mulai masuk kerja di Hotel itu, berarti akhir bulan nanti aku terima gaji dan semua uang gajiku itu pasti mesti kuserahkan pada istriku, yaitu Ibu kandungku sendiri.

Selama itu bila bertemu dengan Tanty di dalam rumah, dia selalu menatapku dengan tajam, tapi seperti mengejekku. Dan nampaknya dia mulai berani terang-terangan berpacaran sekarang, sepertinya dia tidak takut lagi sama Papa dan Ibu. Ada dua orang laki-laki yang secara bergantian mengapelinya ke rumah. Dan suatu saat aku mendapat berita dari seorang teman bahwa Tanty dan cowoknya itu sering short time di hotel. Ada tiga orang laki-laki yang saat ini sedang berhubungan dengan Tanty, termasuk si Errol jahanam itu.

Rupanya Tanty melarangnya tidak boleh datang ke rumah, dan rupanya Errol telah memutuskan hubungannya dengan Ibu setelah tahu kalau aku telah selingkuh dengan Ibu. Dan kulihat si Rocky ini sudah menggandeng cewek lain lagi. Hanya Papa yang kelihatannya seperti orang bengong saja dan badannya makin tambah kurus saja, dia 'minum' terus. Hampir tiap hari Papa pulang dalam keadaan mabuk berat.

*****

Ketika kandungan Ibu memasuki bulan keempat, aku tidak berani lagi menyetubuhinya. Atas anjuran dokter, Ibu mesti banyak istirahat dan jaga kondisi. Akhirnya tidak ada jalan lain, aku meminta Ibu main oral saja.

Berkali-kali aku melakukan oral seks dengan Ibu. Ibu menghisap rudalku, memainkan lidahnya pada kepala kemaluanku dan aku merasa begitu sangat kenikmatan juga. Setiap begitu terasa mau keluar, kupegang kepala Ibu kuat-kuat. Kuhujamkan batang rudalku ke dalam mulut Ibu sedalam-dalamnya sampai ke dalam tenggorokannya, membuat Ibu hampir-hampir tidak dapat bernapas. Sering sekali kusemprotkan semua spermaku langsung masuk ke dalam kerongkongan Ibu yang terpaksa harus menelannya.

Para pembaca semuanya, akhirnya kuambil keputusan dalam hidupku ini, bahwa aku tidak akan pernah menikah dengan wanita siapapun juga selama hidupku. Sebab aku mesti bertanggung jawab atas perbuatanku terhadap Ibu kandungku sendiri, walau kami tidak pernah menikah secara resmi.

*****

Akhirnya Ibu telah hamil tua, perutnya semakin membesar dan jalannya kepayahan. Aku jadi semakin cinta padanya. Setiap pulang kerja, ada-ada saja oleh-oleh yang kubawa untuk Ibu, untuk menyenangkan hatinya. Dan di masa hamilnya itu, wajahnya semakin cantik bersinar. Suatu siang ketika pulang dari Hotel kudapati Ibu sedang duduk di ruang tengah, wajahnya berkeringat tapi senyum manisnya tetap menghiasi bibirnya itu, kuhampiri dia dan mencium dahinya.

Ada suara mendehem di belakang, Papa rupanya yang memandangku, membuatku terkesiap. Betapa tajamnya pandangan mata Papa itu, seperti penuh rasa kebencian dan amarah. Aku jadi tergagap dan segera berlalu dari situ.

*****

Suatu malam tiba-tiba Tanty memasuki kamarku.
"Jeff, kamu dipanggil sama istrimu." suaranya pelan tapi cukup untuk membuatku kaget setengah mati, sementara Tanty hanya menatapku dengan senyum mengejek.
"Rupanya istrimu mau melahirkan Jeff." katanya lalu segera berlari keluar dari kamarku.
Aku mengejarnya menuruni tangga, Ibu dan Papa serta Erick sedang berada di ruang tengah, juga ada si Boyke pacarnya Tanty dan Tanty juga. Ibu nampaknya lemah dan sakit.
"Jeff, kita bawa Ibu ke rumah sakit aja, rupanya sudah waktunya untuk Ibu." kata papa.

Tanpa banyak komentar, kupegang Ibu dan memapahnya berdiri dan memeluknya, sementara Erick telah mengeluarkan mobil dari garasi. Aku duduk di belakang memeluk Ibu di samping Papa. Erick menyetir mobil, Tanty dan Boyke ikut dari belakang dengan mobilnya Boyke. Jantungku berdegub keras, ini pengalaman pertama bagiku melihat istriku yang sekaligus adalah Ibuku melahirkan.

Kami semua menunggu di depan ruang persalinan dengan tegang, apalagi aku. Sudah satu jam lebih Ibu masuk ke dalam dan belum ada berita apa-apa, aku tambah gelisah saja. Tidak sadar tanganku dipegang sama Tanty yang menatapku dengan senyum.
"Kuatkan hatimu Jeff." katanya dengan senyum untuk menentramkan hatiku.

Tiba-tiba seorang suster keluar dan memanggil namaku, aku diminta untuk masuk ke dalam. Aku jadi tegang ketika memasuki ruangan bersalin itu. Di atas tempat tidur kulihat Ibu sedang berjuang menghadapi maut, wajahnya pucat pasi dengan mimik wajah sangat kesakitan dan berkeringat. Kuhampiri tempat tidur dan memegang erat-erat tangannya, sementara dokter kelihatan sibuk di antara kedua pahanya Ibu, mengutak-atik vaginanya Ibu yang sedang berusaha kuat untuk mengeluarkan si bayi itu.

Aku yang jarang berdoa lalu tiba-tiba jadi bisa berdoa komat kamit.
"Tuhan, tolong kami Tuhan." pintaku dengan sangat.
Tanpa terasa air mataku pun ikut mengalir sambil tetap kugengam erat-erat tangan Ibu. Kalau saja Tuhan mengijinkan, biar saja nyawaku yang Dia ambil, jangan nyawanya Ibu atau nyawanya anakku. Ooh Tuhaann..!

Tiba-tiba terdengar jerit tangis bayi yang sangat kuat, aku terkejut bercampur gembira, kupeluk istriku Hesty dan kami berdua sama-sama berderai dalam air mata, air mata kebahagiaan. Sebuah tangan yang halus menyentuh pundakku dan aku berpaling, kulihat seraut wajah cantik yang mulus dan berlinang air mata menatapku dengan tersenyum, Tanty. Aku memeluknya dengan penuh haru, kami bertiga berpelukan dalam tangis, aku, Ibu dan Tanty. Kemudian Ibu dibawa pergi ke ruang sebelah untuk dibersihkan badannya, juga si bayi itu dan kami semuanya keluar dari ruang bersalin itu.

Baru kusadari bahwa Papa tadi tidak ikut masuk. Aku mencari Papa di luar, dia sedang duduk terpekur seorang diri di kursi di pojok ruang tunggu itu. Kuhampiri Papa dan memeluknya penuh haru, kulihat mata Papa memerah.
"Papa, Ibu dan bayi dua-duanya selamat." kataku penuh gembira.
Papa hanya menatapku sedih, "Ya, tapi Papa tidak tau siapa ayah dari bayi itu." suara Papa terdengar parau dan bergetar.

Oh Tuhan, aku hampir pingsan mendengarnya, berarti selama ini Papa benar-benar tidak tahu tentang penyelewenganku dengan Ibu, bahkan sampai Ibu hamil pun Papa tidak pernah mengetahui siapa pelakunya. Aku memeluknya penuh haru, dia orang yang sangat baik, tapi dosa-dosaku padanya sungguh tidak terampun lagi.

Akhirnya Ibu dan bayi boleh pulang setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dan para pembaca sekalian, lima tahun kemudian Ibu telah nampak tua, tapi sisa-sisa dari kecantikannya masih tetap membekas. Dia duduk memangku anakku, anak kami berdua. Soraya namanya. Dia cantik manis dan lucu sekali.

No comments:

Post a Comment