Friday, March 25, 2011

Irwan 5 : Pelabuhan Hati, Ketika Hati Bertaut

Tak terasa kini aku sudah memasuki tingkat 3 kuliahku, usiaku hamper 21 tahun, mama sendiri kini sudah berusia hampir 41 tahun. Kak Erni sendiri sudah hampir selesai kuliahnya, bentar lagi wisuda, masih pacaran dengan Kak Indra, tampaknya awet sekali hubungan mereka dari SMA. Aku sendiri masih terus menjalin hubungan dengan mama, kak Erni, tante Ani dan tante Vera. Di luar itu aku juga pernah beberapa kali melakukannya dengan anak kampusku, baik setingkat, anak tingkat atas atau bawah, sejurusan atau jurusan lain. Juga pernah dengan dosen yang bahenol. Namun untuk teman dekat atau pacar tetap saja belum punya, bukannya tidak mau, tapi belum ketemu juga yang pas dengan hati dan kriteriaku. Mama sendiri juga tak hentinya menanyakan da mendorongku untuk mencari pacar, aku hanya bisa mesem saja.

Pulang kuliah, aku pacu motorku, tidak ada kegiatan atau tujuan, mau ke tante Ani atau tante Vera malas. Ke mana ya enaknya, ah main ke kantor mama saja, sudah cukup lama tidak ke sana. Aku mampir sebentar ke restaurant, beli makanan buat aku dan mama, biasanya mama memang makan siang di kantornya agak siang sedikit. Lalu kuarahkan motorku ke daerah kantor mama. Kantor mama sendiri baru pindah, perusahaannya baru membangun kantor 5 lantai, tadinya menyewa di gedung X, namun biayanya mahal, lalu akhirnya diputuskan membeli tanah dan membangun gedung sederhana sendiri, sebagai kantor pusat dan juga hitung – hitung asset. Kuparkir motorku, satpam yang melihatku menyapaku, sudah kenal. Lalu aku masuk ke dalam, bercakap sebentar dengan receptionist dan beberapa karyawan, lalu segera menuju lantai 5, ruangan mama. Lantai 5 memang tempat mama dan juga ruangan beberapa direksi lainnya. Namun ruangan mama paling besar. Sekretaris mama tersenyum melihatku, kami bicara sebentar, lalu sekretaris mama menelepon ruangan mama, memberitahu kedatanganku. Tak lama aku sudah duduk di sofa dalam ruangan mama. Kutanya mama sudah makan ? Lalu mama menelepon ke ruang pantry meminta OB mengantar piring ,sendok, dan minuman. Tak lama terdengar ketukan di pintu. Setelah OB tiba, dia segera menuang makanan ke piring dan lalu meninggalkan ruangan. Mama lalu menelepon sekretarisnya, meminta agar sejam ke depan jangan diganggu dan menahan telepon masuk, karena mau istirahat dulu.

Mama lalu berdiri, melepas blazernya, aku yang lagi mengawasi mama mendadak jadi mau...segera aku berdiri, berjalan ke arah mama, lalu memeluk mama dari belakang, kuciumi lehernya yang putih, tanganku mulai meremas – remas teteknya di balik kemeja kerjanya. Mama menggelinjang kegelian, berusaha menepis tanganku perlahan.

”Wan..., ngapain sih ah kamu ini...ini kan di kantor, nanti saja di rumah,”
”Ah...Irwan lagi kepingin nih ma, lagian sekali – kali ganti suasana dong.”
”Duh, kamu ini macam – macam saja, ya sudah mama juga mau deh, tapi jangan lama – lama ya, sana kamu kunci pintunya,”
”Oke boss...”

Aku dan mama tidak khawatir ketahuan atau terdengar, karena ruangan mama berada di pojokan dan dindingnya tebal. Dengan cepat aku mengunci pintu dan segera kembali ke mama, kini aku dan mama berhadapan, segera kucium bibirnya, mama juga balas menciumku, tangannya meremas tongkol di balik celanaku, aku jyga segera membuka kancing baju mama satu persatu, nampak tetek besarnya yang terbungkus BH ketat, kulepaskan kaitan Bhnya, segera saja mulutk melumat tetek mama, aroma tubuh mama yang masih bekerja di kantor terasa enak di hidungku, menambah ransangan. Sementara tangan mama mulai membuka kancing celanaku, memelorotkan celana dan CD ku, membebaskan penghuninya, kini tangan mama menggenggam dan mengocok – ngocok tongkolku. Sementara itu kini aku mulai menciumi ketek mama, tanganku juga melepaskan rok dan CD mama, kini kami sudah sama – sama telanjang. Aku lalu duduk di pinggir meja kerjanya, mama berlutut mulai memberi tongkolku kuluman dan hisapan nikmat dengan mulutnya. Aku remas – remas rambut mama. Tidak terlalu lama mama meng- oralku. Lalu aku turun dan gantian mama kududukkan ke meja, kakinya terjuntai ke bawah, kurenggangkan kakinya, melebarkan memiawnya yang indah dan menawan. Aku berjongkok dan mulai membasahi memiawnya dengan jilatanku, kujilati lobang memiawnya dan itilnya sesaat, hanya agar basah saja dan memudahkan penetrasiku. Tdak perlu lama – lama kali ini, nanti kalau di rumah bisa lama, saat ini secukupnya saja. Setelah kurasa memiaw mama sudah basah dan terlumas dengan baik, aku segera berdiri, kutarik sedikit kaki mama ke depan , lalu tongkolku yang sudah dalam kondisi sempurna dan terbaiknya segera kuarahkan ke lobang memiawnya.... jleebb...mama agak mendesah saat tongkolku menerobos lobang memiawnya. Enak sekali....lalu aku mulai memompa tongkolku, mula – mula perlahan lau kecepatannya makin bertambah. Sementara mama yang tahu aku suka dengan bulu keteknya, mengangkat kedua tangannya ke atas memperlihatkan bulu keteknya, tanganku segera membelai dan memainkan keteknya bergantian sambil meremas – remas tetek besarnya. Mama makin melebarkan kakinya, memudahkan sodokan tongkolku, mulutnya mulai mendesah merasakan nikmat dunia. Sesekali saat menarik keluar tongkolku, posisinya kumiringkan ke atas biar makin menggesek itilnya. Sesekali kami berciuman dengan hangat dan mesra. Aku kini memompa tongkolku pada kecepatan penuh, keluar masuk dengan cepat. Mama makin menggoyangkan pinggulnya, tangan mencengkram erat pundakku, kakinya mengapit pantatku, desahannya makin cepat, dan akhirnya muncratlah cairan orgasmenya. Aku segera menghentikan pompaanku, kucabut tongkolku dari memiawnya yang sudah basah itu.

Segera mama kusuruh berdiri, kubalikkan badannya, aku di belakangnya, mama kini kusuruh nungging, tetek besarnya menempel di kaca meja kerjanya, kakinya kurenggangkan, lalu kusarangkan tongkolku ke lobang memiawnya dari belakang. Tanganku memegang pantatnya. Segera saja kumulai pompaanku dengan cepat. Sesekali tanganku menepak lembut pantatnya. Jariku terkadang memainkan lobang pantatnya. Tangan mama tak mau ketinggalan , diarahkan satu tangannya ke memiawnya dan mulai memainkan itilnya. Kumaksimalkan pompaan secepat dan sedalam mungkin, tanpa jeda, mama hanya mengerang dan mendesah saja..aku juga merasakan aku mau klimaks sedikit lagi. Segera aku tindih badan mama dan tanganku meremas kuat teteknya saat aku semprotkan spermaku ke dalam lobang nikmatnya. Setelah diam sesaat, aku cabut tongkolku, mama lalu jongkok menjilati sisa spermaku. Mama kemudian mengambil tissue membersihkan memiawnya dan tongkolku. Lalu mama dan aku berpakaian, aku tak lupa membersihkan meja mama dari bekas keringat dan bekas tubuhnya. Setelah membuang tissue ke tong sampah, aku dan mama lalu duduk di sofa tamu untuk menyantap makan siang. Mama dan aku bercakap – cakap ringan...

”Dasar kamu nggak sabaran amat sih Wan..., nanti di rumah kan bisa sepuasnya..”
”Ah sesekali ma, buat variasi, kalau di rumah nanti lain lagi..hehehe”
”Huhh...maunya tuh...,” mama hanya tertawa meledekku, lalu kami teruskan makan sambil bercanda, ketika selesai mama menelepon ruang pantry, menyuruh OB membereskan piring. Setelah OB selesai membereskan, mama masih duduk di sofa, masih santai, dan mulai berbicara lagi, agak serius..

”Wan, kamu kan sebentar lagi sudah selesai kuliah. Lagipula setelah pulang kuliah kan,waktu luang kamu banyak, gimana kalau kamu sepulang kuliah kamu sering ke kantor, mulai belajar bekerja.”
”Maksud mama magang...?”
”Bukan magang sih tepatnya, nantinya kan kamu dan kakak kamu yang akan meneruskan usaha mama, jadi mama kira sudah saatnya kamu belajar mengelola perusahaan ini, jadi saat kamu sudah kelar kuliah, kamu sudah bisa paham. Nantinya kak Erni pun akan mama tawarkan, namun karena dia wanita, tentu saja mama tidak keberatan kalau memang seandainya dia di kedepannya nantu memilih menjadi ibu rumah tangga mengikuti suami, sedang kamu sebagai anak lelaki, tentunya mama berharap lebih.”
”Boleh saja ma, tapi tidak harus tiap hari kan...?”
”Ya...ya.., mama sih mengharapkan kamu bisa serius, mungkin pertamanya kamu masih canggung, tapi mama yakin kalau kamu sudah paham dan mengerti dunia kerja kamu malah akan menyukainya. Gimana kalau mulai besok kamu coba.”
”Baiklah ma, memang ada benarnya kata mama, nggak ada salahnya Irwan mulai belajar tentang bisnis mama, toh nantinya Irwan yang akan meneruskan. Oke, Irwan setuju, tapi dengan syarat...”
”Syarat apaan yang...???”
”Ruangannya di sini ya, seruangan sama mama hehehe...”
”Huh...dasar nih anak, kagak ada puasnya...”

Akhirnya aku mulai belajar bisnis mama. Walaupun sudah mengenal dan dikenal oleh hampir semua karyawan, namun mama memperkenalkanku secara resmi, dan menjelaskan bahwa mulai hari itu aku akan mulai belajar sedikit demi sedikit di perusahaan, mama juga berpesan jangan melihat aku sebagai anaknya, bila memang harus tegas dan perlu dinasehati jangan sungkan. Ini demi proses pembelajaranku. Para karyawan dan direksi lainnya juga tahu bahwa suatu hari nanti aku yang akan menerus usaha mama dan memimpin mereka, jadi mereka mengajari dan membimbing aku dengan terbuka dan serius. Jadi sepulang kuliah aku segera ke kantor mama, awalnya memang masih agak malas, kadang 2 hari sekali, namun seperti kata mama, lama kelamaan aku mulai menyukai kondisi dunia kerja, ada yang sejalan dengan teori yang kudapat dari kuliah, namun lebih banyak praktek dan situasi langsung sesuai kondisi. Aku mulai rajin dan datang secara rutin setiap hari, kalaupun tidak datang itu jarang. Bahkan saat libur kuliah, aku berangkat dan pulang bareng mama. Para karyawan mama juga senang, karena menurut mereka aku cepat belajar dan mau menerima arahan, juga memiliki jiwa bisnis seperti mama. Pada kak Erni yang sebentar lagi wisuda mama juga menawarkan untuk ikut bekerja, namun kak Erni bilang dia mau mempraktek ilmu psikologinya di Bandung dulu, nanti kalau sudah merasa cukup dia akan bergabung, mama setuju saja. Dengan rutinnya aku sepulang kuliah ke kantor mama, bukan berarti ’jam senangku’ berkurang, dengan mama bahkan bisa langsung di ruangannya. Dengan kak Erni, tidak masalah karena biasanya kami melakukan kalau dia pulang ke Jakarta. Dengan tante Ani, juga tetap biasa. Dengan tante Vera mungkin agak bergeser jamnya, biasanya bisa siang sepulang kuliah, namun kini aku bilang ke mama, kalau sudah pulang jam kantor, aku mau main ke rumah teman atau ketemu teman di sini atau di situ dulu, biasanya mama tidak masalah, mungkin dia pikir biasanya aku main sama teman sepulang kuliah, namun kini bergeser sepulang jam kerja.

Sore itu aku sudah berada di rumah tante Vera, dia sudah tahu kegiatan baruku. Tante Vera kini tinggal dengan pembantunya, pembantunya sendiri sudah agak tua, selalu berada di dapur atau di kamarnya, hanya akan datang jika dipanggil, tipenya memang penurut dan tidak banyak omong. Aku sendiri diperkenalkan sebagai Anak tirinya. Sore itu tante Vera mengenakan baju tidur yang seksi sekali, sedikit transparant, aku dan dia sih memang sudah paham, setiap ketemu pasti ujungnya ya akan begituan. Lekuk tubuhnya nampak jelas, belahan dadanya terbuka lebar, seakan baju tidur itu tak mampu menampung teteknya yang cukup besar. CD hitamnya nya agak terlihat kontras dengan baju tidurnya. Glek...tanpa sadar aku meneguk ludah. Walau pernah kuutarakan bahwa aku suka jika wanita memelihara bulu ketek, namun nampaknya tante Vera enggan dan tetap membiarkan keteknya bersih terawat, ya sudah tak apa, toh itu sesuai selera masing – masing orang. Di meja telah tersedia kopi dan kue. Dipersilahkan aku minum dan memakan kue. Kami lalu mulai bercakap..

”Gimana kerjanya...? Senang nggak..?”
”Bukan kerja sih tan, aku baru tahap belajar, dan jujur saja aku memang mulai menikmatinya.”
”Pantaslah, terlihat dari wajah kamu yang lelah, kasihan, capek sekali tampaknya..”
”Iya sih, tapi aku senang kok...”
”Ayo habiskan kopimu, tunggu tante sebentar di kamar, nanti akan tante buat kamu rileks..”

Lalu aku segera menghabiskan kopiku, dan berjalan ke kamarnya, segera kubuka baju dan celanaku, hanya tinggal CD saja, dan segera membaringkan diri, aku pejamkan mataku, memang cukup lelah aku, dari luar terdengar suara tante Vera memanggil pembantunya, tak lama terdengar suara percakapan, aku sebenaranya penasaran, selama ini entah apa yang ia bilang ke pembantunya kala aku ada di kamarnya, tapi bodoh amat, pembantunya juga tampaknya tidak banyak omomg dan tidak mau tahu urusan majikannya. Lalu tante Vera masuk kamar, mengunci pintu, tersenyum padaku, menanggalkan baju tidur, BH dan CDnya kini sudah telanjang bulat, lalu segera ke arahku, dipelorotkan CD-ku. Tanganku mulai jahil, tapi segera ditepis, dan ia tersenyum sambil bilang sabar dulu, biar aku tetap berbaring dan dia buat aku rileks dulu. Disuruhnya aku tengkurap, kudengar ia membuka laci. Tak lama aku merasakan punggungku di tetesi baby oil, tangan halusnya mulai memijat pundak dan punggungku, kurasakan rambut kemaluannya bergesekan dengan pantatku. Tidak hanya tangan, tetapi sesekali teteknya ditempelkan ke punggungku, pijat tetek nih pikirku, bisa saja tante Vera. Lepas dari punggung, tangannya mulai memijat dan memainkan pantatku, enak sekali tangannya membelai dan memujat pantatku. Tanpa sadar tongkolku mengeras, posisinya agak kurang nyaman nih, sambil tengkurap sih....untunglah tak berapa lama tante Vera, menyuruhku berbalik, kini ia menduduki perutku, kembali kurasakan gesekan rambut kemaluannya di atas perutku, kembali badanku ia tetesi baby oil, lalu tangannya mulai memijat dadaku, matanya terus menatapku, seksi sekali. Tanganku kini mulai membelai dan memainkan teteknya yang menggelantung indah di hadapanku. Sesekali ia juga menggesek dan memijat dada dan perutku dengan teteknya. Akhirnya ia turun ke arah tongkolku yang sudah berkibar dari tadi. Agak merendah, ditaruhnya tongkolku di antara belahan teteknya, ditangkupkan tangannya menjepit kedua teteknya, tongkolku terjepit pasrah di tengahnya, lalu ia mulai mengocok tongkolku. Oh...Nyamannya, membuat rasa lelahku hilang, rasanya nikmat, karena tetek tante Vera itu masih kencang dan keras, jadi rasa jepitannya mantap. Tanpa sadar aku mendesah, tante Vera hanya tersenyum melihat ulahku. Cukup lama dia memberiku Titfish, lalu ia mulai menjilati tongkolku dengan lidahnya, memainkan kepala tongkolku dan menjilati batang dan bijiku. Akhirnya mulutnya mulai menghisap dan mengemut – ngemut tongkolku, top banget rasanya. Aku hanya bisa meremas rambutnya, apalagi sambil menghisap, matanya tak hentinya memandangku, nafsuin banget.

”Tan, nanti aku mau nyodok pantat tante ya...”
”Hmmmpp...Hooollleehhh.” katanya sambil sibuk mengulum tongkolku.
”Tan, balik dong, nggak enak nih nganggur, kasih memiawnya sini, biar aku bisa basahi.”

Segera tante Vera memutar badannya, 69, kini aku mulai melebarkan belahan memiawnya, kugosok dengan jariku, lalu kulebarkan, nampaklah lobang memiawnya yang kemerahan mengundang. Lidahku segera menggempurnya, tiada satu bagian yang tersisa dari sapuan lidahku, lobang memiawnya kusodok dengan ujung lidahku, lalu jariku menggantikan lidahku mengocok lobang memiawnya, kini lidahku sibuk menjilati itilnya, tante Vera agak kelojotan saat itilnya kumainkan habis – habisan dengan lidahku, hisapan mulutnya di tongkolku makin kuat. Puas dengan itilnya, segera kumainkan lobang pantatnya, jariku tak ketinggalan sesekali menyodoknya, akhirnya kuambil baby oil dan kutuangkan ke wilayah lobang pantatnya. Lalu aku bilang ke tante Vera, aku sudah tidak sabar nih mau masukkin tongkolku, dia segera menghentikan kulumannya, melihatku, menunggu posisi yang kuinginkan dan aku memberikan kode agar ia berbaring.

Aku segera menekuk kedua lututnya, kurenggangkan kakinya melebar, yes...pantat dulu pikirku, kuolesi baby oil ke tongkolku, lalu perlahan jariku mulai melebarkan lobang pantatnya, pelan – pelan kusodokkan tongkolku ke lobang pantatnya, wajahnya agak mengernyit, terdengar rintihannya pelan, aku mulai menekankan sedikit demi sedikit tongkolku, akhirnya masuk semuanya, kulihat wajahnya masih mengernyit, aku diam sebentar, memberikan waktu baginya dan aku untuk membiasakan diri. Lalu perlahan mulai kupompakan tongkolku, mula – mula agak pelan, lalu ketika lobang pantatnya makin mekar dan melebar kupompa dengan normal. Kini sudah lancar dan enak, kulihat wajahnya juga sudah menikmati, maka pompaanku mulai kupercepat. Mulutnya mendesah dan tangannya mulai memainkan putingnya sendiri, jariku sendiri sibuk memainkan itilnya. Cukup lama aku memompa tongkolku sambil memainkan itilnya.

”Oh Yesssss...Ohhhh.......Yeaahh.. ”
”Cepeeettt.....Wannnn....Hhhhh h”
”Dikkkiiiiitttt .......lllaaaaaaggiiiii”

Crot...kurasakan cairan hangat di jariku, saat memiawnya menyemburkan orgasmenya, segera kuarahkan jariku ke mulutnya, dan dia menjilati jariku tersebut. Aku terus memompa pantatnya, kini kucabut tongkolku dan, karena memiawnya sudah basah, mudah saja tongkolku menerobosnya. Kupompa dengan cepat, kini mulutku mulai bergerilya menggerayangi leher, bibir, tetek dan putingnya, Kurasakan tante Vera mendesah dan menggeliat, sementara tongkolku bergantian menyodok lobang memiaw dan lobang pantatnya. Kini mulutku dengan nyaman menghisap putingnya, sesekali kugigit lembut. Sodokan tongkolku kini di lobang pantatnya, makin cepat dan kuat, desahannya makin liar dan tangannya sesekali meremas rambutku. Kurasakan tubuhnya menggeliat makin kuat, aku sendiri juga sudah dekat batasku, lalu dengan waktu hampir bersamaan kami klimaks. Sensasional dan nikmat. Kucabut tongkolku dan berbaring di sampingnya. Tante Vera menjilati tongkolku dan membersihkan sisa spermaku. Lalu berbaring di sampingku dan memelukku.

”Tante puas deh kalau sudah kamu masukkin,yang...”
”Sama – sama tan, aku juga puas, sama – sama enaklah, kagak ada masalah.”
”Ya sudah kamu siap lagi kan...???”

Sebelum pulang, aku masih sempat menghajarnya 2 ronde lagi, dan aku pulang meninggalkn tante Vera yang lemas tapi tersenyum puas. Sebelum pulang ia menciumku dan memintaku untuk sering datang. Tidak masalah pikirku, untuk sesuatu yang nikmat, mana mungkin aku menolak. Tinggal sesuaikan dengan jadwalku saja.

Tanpa terasa kini sudah 6 bulan aku belajar bekerja di tempat mama, semua unit dan divisi kusinggahi, aku memang harus memahami dan mengerti fungsi semua divisi. Biasanya aku ada di tiap divisi sampai aku sendiri benar – benar merasa mengerti dan paham sistem, cara dan alur kerjanya. Setelah itu aku akan pindah, para karyawan dan kepala divisi sendiri amat membantu, mereka memberiku juga tugas untuk kukerjakan sambil mengetes sejauh mana pemahamanku, dan nampaknya mereka senang atas cara kerja dan pemahamanku, kalau kata mereka otakku encer dan cepat beradaptasi. Tanpa terasa semua divisi sudah kusinggahi, kadang kalau aku libur dan memang ada waktu mama atau karyawan yang lain akan mengajakku bila ada tugas ke daerah atau kantor cabang. Pokoknya secara bertahap aku mulai menunjukkan progress dan kemampuanku. Mama sendiri senang dengan laporan yang diterimanya, mama percaya laporan yang diterimanya bukan hanya karangan bawahannya agar dia senang saja, namun mama juga mengamati sendiri. Biasanya kalau mama senang, aku langsung mendapat hadiah special di ruangannya hehehe. Secara dasar aku sudah paham, tinggal memantapkan dan mendalami saja mengenai unit – unit dan divisi bisnis.

Dari semua itu, aku kini mulai dan memang mama wajibkan untuk lebih mendalami divisi keuangan, karena memang di situ adalah salah satu titik vital perusahaan. Divisi ini sendiri dikepalai oleh Pak. Budi, dengan 10 karyawan di dalamnya. Aku jujurnya memang suka berada di divisi ini, karena memang sesuai dengan ilmuku, dan merasa tertantang untuk memahaminya. Dari semua itu ada satu alasan penting....

Namanya mbak Yanti, usianya 25 tahun, 4 atau 5 tahun lebih tua dariku, posisinya kini supervisor divisi keuangan di perusahaan mamaku. Awalnya memang biasa saja, wajahnya memang cantik sekali, dan secara kriteria fisik memang sesuai kriteriaku, kuning langsat, tinggi sekitar 170 CM, dadanya juga besar walau sering memakai baju kerja longgar, namun mataku yang sudah terlatih tahu pasti itu. Wajahnya yang sudah cantik, makin cantik saja karena kalau dandan juga secukupnya, malah terlihat natural.
Jujurnya, secara fisik amat menarik, namun awalnya memang aku tidak ada perasaan apapun, tapi memang kedekatan bisa tumbuh kalau sering bertemu dan berkomunikasi. Aku sangat menyukai berbicara dengannya, orangnya cerdas, polos, apa adanya, dan juga tidak canggung bicara denganku yang anak boss, gayanya netral saja seperti aku rekan kerjanya, amat natural. Untuk urusan kerja amat professional dan pandai, pak Budi sendiri amat mengandalkannya. Karena Pak Budi tidak mungkin mendampingiku setiap aktu, maka ia mempercayakan mbak Yanti untuk membimbingku, aku dan dia bisa bekerjasama dengan baik, dia mengajariku dengan tekun dan juga senang karena kau cepat mengerti. Dari yang kutahu, dia sudah 3 tahun bekerja di perusahaan mamaku, sebenarnya dulu juga aku sudah kenal, tapi ya cuma kenal saja, karena aku jarang ke kantor mama dan juga jarang bertemu dengannya, kini saat aku mulai intens belajar di kantor mama dan sering bercokol di divisi keuangan, mau tak mau sering ketemu dengannya. Dulu mama sering ada urusan sama bank X, kebetulan kepala cabangnya Pak Suryo, mempunyai anak perempuan yaitu mbak Yanti, kuliah jurusan ekonomi, yang sedang mau skripsi dan butuh magang, dia menanyakan ke mama, apakah boleh ditempatkan di perusahaan mama, mama mempersilahkan. Rupanya prestasi dan kemampuan bekerjanya dinilai amat baik oleh Pak Budi, dan karyawan lainnya, juga orangnya supel dan komunikatif, Pak. Budi merekomendasikan untuk merekrutnya karena bisa menjadi asset yang baik bagi Perusahaan. Ketika mama menawarkan bekerja selepas wisud, mbak Yanti setuju, dan dalam waktu singkat karena memang pandai dan kompeten sudah bisa menjabat supervisor. Mama sendiri mengakui dan menghargai kemampuannya. Ayah mbak Yanti sudah pensiun dan memilih menetap di kota keluarganya Semarang, meneruskan usaha keluarganya, bersama istri dan adik Mbak Yanti, jadilah kini mbak Yanti sendiri menempati rumah orang tuanya di Jakarta.

Awalnya aku sering memanggilnya Mbak, namun suatu hari dia memintaku memanggilnya dengan namanya saja, umurku dan kamu kan nggak beda jauh Wan, aku malah canggung dipanggil Mbak sama kamu, begitu katanya. Aku sendiri tak tahu apa yang berkecamuk di dadaku setiap berada dekat dan bicara dengannya, rasanya indah saja, kalau dia kebetulan dinas memeriksa keuangan kantor cabang atau sedang sakit, rasanya sunyi banget di kantor. Aku mulai sering memikirkannya, dan sering menelepon atau mengirimkan SMS saat di rumah. Aku nyaman dan bahagia dekatnya. Apakah ini yang namanya cinta...??? Dadaku berdebar kalau memikirkannya. Aku sering mengajaknya makan siang bersama, kadang sepulang kantor aku ajak dia jalan ke mall, atau makan, lalu mengantarnya pulang, dia juga tidak menolak. Tapi aku tidak tahu pakah dia sudah punya pacar atau menganggap aku sebagai apa baginya...belum pernah aku sebingung dan seberdebar ini, pusssiiiingggg, ya tapi ini adalah bagian dari perjalanan hidup, aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku. Karena belum pernah menyatakan cinta kepada wanita, jujur saja aku bingung juga, namun ini patut dan harus kucoba. Suatu hari, Jumat sore, sewaktu mengantarnya pulang, aku mampir dan menunggunya yang menyiapkan minum untukku. Ketika dia datang, kami mulai bicara ringan saja, sampai akhirnya..

”Yan, boleh aku tanya sesuatu ke kamu...?”
”Tanya apaan sih,Wan, serius amat sih...ya bolehlah.”
”Enggg...enggg...anu...”
”Anu apaan sih...kok bingung gitu....?”
”Kamu sudah punya pacar belum....?”
”Duh...kamu mau nanya itu saja kok bingung, dulu aku pernah pacaran, 2 kali namun memang belum jodohku, kini aku sedang menikmati pekerjaanku, Wan, jadi walau saat ini aku sendiri, aku tidak terlalu memikirkannya. Kenapa kamu nanya kayak gini ? ”
Deg....Yes...yes....dia masih sendiri...dia masih sendiri...sorakku dalam hati, lalu setelah menghela nafas dan menenangkan diri aku lanjutkan bicaraku

”Yan, gimana ya...kamu mau percaya atau tidak terserah, aku juga bingung ngomongnya, sampai detik ini aku nggak pernah pacaran, tapi aku suka sekali sama kamu, baru kali ini dalam hidupku aku merasakan hal seperti ini, kamu ma...mau jadi pacarku...?”
”Ha...?”
”Aku tahu aku mungkin tidak sempurna, namun aku mau berusaha menjadi yang terbaik buat kamu.”
”Stop...stop dulu, Wan.”
”Ngg.., aku salah ngomong ya, kamu marah…?”
“Nggak, dengar dulu, Wan, jujur aku kaget mendengarnya. Aku akui kamu memang ganteng dan menarik, namun aku ini lebih tua darimu, lebih pantas jadi kakakmu, juga apa kata mama kamu. Maaf ,Wan, jangan marah ya...aku menganggap kamu sebagai sahabat yang baik.”
”Hei....hei...Yan, beda usia bukan alasan, beda usia kita tidak jauh kan..? Terus apa hubungannya sama mamaku..? Bukan dia yang menjalankan hubungan ini, tapi aku, lagipula kalau aku menjalani hubungan yang baik, pastinya dia tidak akan keberatan, ini masalah hati, tidak ada hubungan dengan Perusahaan, mamaku atau aku ini anak siapa. Aku jujur dengan perasaanku, aku memang menyukai dan mencintaimu, aku bisa terima kalau kamu menolakku dengan alasan memang kamu tidak menyukaiku, tapi kala alasannya umur atau urusan kerja, nggak bisa dong Yan. Sekarang aku sudah jujur, kuharap kamu mau jujur dan memberikan jawaban sesuai hatimu.”

Aku mengatakan semuanya dengan tenang, walau jengkel namun kutekan emosiku. Yanti nampak tercengang mendengar perkataanku. Suasana jadi canggung dan lama kami terdiam, akhirnya aku minum minumanku. Lalu terdengar suara Yanti.

”Wan, beri aku waktu ya, jangan menuntut jawabanku sekarang. Biarkan aku memikirkannya. Aku pasti akan menjawabnya. Hanya beri aku waktu.”
”Baiklah...aku tidak akan memaksa, aku juga tidak mau kamu menjawabku karena terpaksa. Sekarang aku pamit dulu ya Yan. Sampai nanti.”

Lalu aku berdiri, Yanti mengantarku samapi depan, lalu aku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, mama sudah menunggu, aku bilang habis dari mall sebentar, cari CD music. Mama mengajakku makan. Pikiranku entah ke mana. Malamnya aku melakukan hubungan dengan mama, tapi tidak konsentrasi, juga hanya satu kali saja. Besoknya belum juga ada kabar. Minggu pagi juga sama. Bete, tegang, grogi campur satu, butuh pengalih stress nih, ah ke mana enaknya...?? Kuambil HP ku, kutelepon tante Ani, kubilang aku lagi mau nih, tapi dia bilang ada Om Heri di rumah, sebenarnya dia juga mau, akhirnya dia bilang ketemu di hotel X saja sejam lagi, nanti dia akan bilang ke Om Heri mau ke rumah temannya. Segera aku mandi, pamit ke mama, bilang mau ke kampus ada acara kemahasiswaan, pulang agak sore. Segera kupacu motorku. Hotel X sendiri termasuk hotel bagus dan agak mahal, tidak masalah, tabunganku kan banyak,nggak akan berkurang, kadang tante Ani yang membayar, tidak terlalu sering sih kami ke hotel, hanya kalau sama – sama mau dan situasi tidak mendukung, kami memilih hotel yang agak bagus, sebab lebih aman, dan privacy terjaga, ku telepon HP tante, dia masih di taxi sedikit lagi sampai. Aku segera menuju receptionist, memesan kamar, mengisi data, membayar dan diantar bellboy ke kamar. Kuberi uang tip. Kuangkat telepon memesan minuman dan makanan ringan ke Room Service, ku SMS tanteku memberitahu nomor kamarnya. Biasanya tanta akan segera menghapus SMS nomor kamar, takut Om Heri membacanya. Tak lama Room Service datang. Lalu tante Ani sampai, langsung ke kamar, praktis kan ? Nggak berbelit lagi, sampai lobby, langsung ke lift dan menuju kamar.

Tante Ani memang sudah agak lama tidak berhubungan, anaknya kini sudah 2, yang paling kecil baru setahun kurang. Tante Ani duduk dan meminum minuman yang kupesan, kuperhatikan bagian dadanya, memang nampak lebih besar, karena masih menyusui. Tante Ani sadar aku sedang melihatnya.

”Tumben, Wan, memang tante juga sudah lama nggak main sama kamu. Jatah kamu dari mamamu kurang.?”
”Ah nggak kok tan, memang sudah lama sih, Irwan kangen, juga lagi mau nenen susu.”
”Ya sudah sabar dulu, tante juga sudah lama nggak ngerasain tongkol kamu, tapi tante santai dulu. Santai saja, tadi tante bilang ke Om kamu ada perlu mau antar teman cari baju, jadi pulangnya agak lama, lagipula dia tidak akan kehilangan, sibuk main sama anak – anak.”

Aku kembali duduk, tante Ani kini nampak sudah mulai rileks, lalu dia berdiri dan berjalan ke arah tempat tidur, dia mulai membuka baju dan celananya, lalu berbaring hanya mengenakan BH dan CD berenda, dia memanggilku, katanya biar aku yang buka. Tanpa disuruh lagi aku segera berdiri, membuka baju dan celanaku, CD ku, segera kunaik ke atas tempat tidur, makin mempesona saja tubuh tante Ani. Aku mulai meraba BHnya , teteknya makin besar saja, kubiarkan tanganku meremas teteknya yang masih ber BH itu
Sedang tanganku yang lain mengelus gundukan di balik CDnya, tongkolku mulai On. Kuangkat tangannya, kujilati dan kuciumi bulu keteknya bergantian...harum parfum dan aromanya sangat merangsang. Lalu kulepaskan BHnya....Wooow...teteknya seakan meloncat keluar, memperlihatkan putingnya yang besar, tanganku yang satu segera memelorotkan CD nya. Kini aku berbaring di sampingnya, tante Ani paham dan agak menaikkan dan memiringka tubuhnya, mengarahkan kedua tetek besarnya ke arah mukaku. Segera saja mulutku dengan rakus menyerbunya, putingnya mula – mula kujilati lalu kuhisap dengan gemas, nampak cairan susu yang sudah familiar membasahiku mulutku. Sementara teteknya tengah kugempur, tangan tante Ani mulai membelai biji dan tongkolku, sesekali dikocoknya batang tongkolku. Aku masih belum puas menetek dari teteknya. Bergantian putingnya kuhisap. Kini puting itu sudah membesar dan mengeras. Sesekali kudengar desahannya. Kembali aku menyerbu keteknya. Puas dangan itu, aku kembali berbaring. Tante Ani langsung turun ke arah tongkolku, lidahnya menjilati bijiku dahulu, lalu mulutnya mulai mengulum dan menyedot – nyedot lembut bijiku, tangannya meremas dan mengocok batang tongkolku. Puas memainkan bijiku, konsentrasinya diarahkan ke kepala dan batang tongkolku, habis semuanya dia jilati, hisap dan emut – emut. Nampaknya dia lapar juga dengan tongkolku. Kelojotan aku dia oral. Dikulumnya tongkolku dengan cepat dan nikmat, setelah agak lama kurasakan aku mau keluar.Kukatakan aku mau keluar. Maka mulutnya mulai dibukanya, tangannya mengocok tongkolku, akhirnya menyemburlah spermaku ke arah mulutnya dan juga membasahi teteknya.Ditelannya sperma di mulutnya sampai tuntas, lalu dia jilati sisa sperma di tongkolku. Dia berdiri sebentar ke kamar mandi dan mengambil handuk memersihkan sperma di teteknya. Aku berbaring memulihkan kondisi. Baru saja dia kembali dan naik ke atas tempat tidur, segera kuserbu dia, kakinya kulebarkan, kini giliran lidahku memainkan memiawnya, rambut kemaluannya yang lebat kuciumi, kini basah oleh jilatanku, lalu kujilati memiawnya, tercium aroma wangi yang enak, lidahku mulai menjilati itilnya. Itilnya kugoyang ke sana ke mari dengan lidahku, terasa mulai mengeras,jariku dengan cepat menusuk lobang memiawnya. Terdengar desahannya, aku terus saja menggarap itil dan lobang memiawnya. Semakin ia mendesah semakin kuat rangsangannya padaku, apalagi melihat rambut kemaluannya yang luar biasa lebat makin menambah nafsuku. Setelah lama tubuhnya pun mengejang dan mengalami orgasme.

Tanpa banyak buang waktu, segera kutindih tubuhnya, mulutku menyerbu teteknya, sementara tongkolku langsung menerobos lobang memiawnya yang sudah sangat basah, kupompa tongkolku dengan sangat cepat dan setiap sodokan kulakuak sealam mungkin, tante Ani terengah – engah dengan serbuanku, aku benar – benar melampiaskan rasa stressku. Kuhajar memiawnya segila mungkin. Tante Ani hanya bisa mengerang dan mendesah pasrah dan keenakan. Mulutku seakan tak kenal lelah menjilati dan menciumi tetek, puting, bibir, leher san keteknya. Semakin kuat dan cepat sodokanku semakin kuat teteknya bergoyang.

”Ugh.hh...gi..lllaaaa...kaam.. .muuu Wannnn..”
”Tum...bennnn....Aawwww....kaa a...muuu....nafffssu uuu baa...nggeeett”
”Yesss...Ahhh..Ooooohhhh.....t errusss Wannnn....”

Makin liar saja tongkolku menghajar lobang memiawnya, tanganya hanya bisa memeluk erat pundakku, pinggulnya bergoyang mengimbangi gerakanku, desaham, erangan nikmatnya semakin kuat, dan jebol juga akhirnya dia, kembali orgasme. Aku tetap tidak mengurangi seranganku. Wajah tante Ani kini bercampur aduk, rasa puas, nikmat, enak terlihat, matanya merem melek, kedua tangannya terangkat ke atas, benar – benar sudah pasrah memiawnya dibombardir oleh keponakan tercintanya ini. Entah kenapa walau sudah sekuat dan secepat mungkin aku memompanya, belum juga ada tanda – tanda akan keluar, bahkan tante Ani mengalami orgasme sekali lagi, wajahnya kini sudah lelah, namun penuh kepuasan dan tidak meminta berhenti. Tubuhnya dan tubuhku sudah berkeringat. Sodokanku makin lancar di memiawnya yang basah. Mulutkuterus menjilati keteknya, kupeluk erat tubuhnya. Akhirnya aku merasakan denyut sinyal pada tongkolku, makin erat kupeluk tubuhnya dan tongkolku memuncratkan sperma ke lobang memiawnya.. Aku masih terus memeluknya. Diam, lemas, puas. Akhirnya kucabut tongkolku dan berbaring di sampingnya. Terlihat spermaku mengalir keluar membasahi memiawnya.

”Gila kamu Wan, sampai semaput rasanya tante kamu ent*t kayak tadi.”
”Yang penting tante suka kan.”
”Kamu lagi kenapa sih...?”
”Duh...namanya juga kangen tanteku sayang...”
”Ya sudah...biarkan tante istirahat dulu, nanti kamu bisa mulai lagi.”

Akhinya aku menggarap tanteku 2 ronde lagi, satu di tempat tidur, satu dikamar mandi. Setelah selesai berpakaian, tante menciumku, lalu kami pulang, tante memilih pulang sendiri, jalannya agak mengegang saat kulihat tadi, mungkin memiawnya masih panas kugarap habis – habisan. Akupun segera pulang. Lumayan bisa mengurangi keteganganku. Sesampainya di rumah, aku temani mama mengobrol, lalu mama memasak makan malam, dan sesudahnya kami nonton TV, malamnya aku bilang ke mama aku lagi capek, memang benar sih tadi aku habis – habisan ngent*tin tante Ani, dan memilih tidur di kamarku. Sesampainya di kamar masih jam 10-an, besok aku bolos kuliah saja ah, malas. Kembali pikiranku memikirkan Yanti, mataku tak bisa terpejam. Pusing aku memikirkan jawaban apa yang akan dia berikan nanti. Aku hanya bisa uring – uringan saja di ranjangku, mana mataku tak kunjung mengantuk, hampir 2 jam sudah aku tetap melek, tiba – tiba terdengar bunyi HP-ku ada SMS masuk rupanya, siapa ya..? Tumben malam – malam, aku segera duduk dan mengambil HP-ku . Dari Yanti...deg...jantungku berdetak, sudah 2 hari sejak aku menyatakan perasaanku, sejak saat itu dia tidak menelepon atau membalas SMS-ku, baru sekarang. Dengan tegang kubuka SMS darinya, kubaca isinya :

Wan, terimakasih sudah jujur padaku dan memberi waktu agar aku bisa berpikir. Maaf ya,Wan sejujurnya saja......

Hah, sial kenapa terputus samapai sini saja isinya, aku jadi tegang, kesal, marah, penasaran....sejujurrnya saja..apa...?? Menolakku atau marah padaku. Duh Yanti, tega banget sih kamu bikin aku setegang ini. Lama aku diam, memikirkan apa sebaiknya aku menelepon atau mengirim SMS balik...tiba – tiba HP-ku kembali berbunyi, ada SMS masuk lagi, dari dia Yanti, dengan tegang dan tak sabar aku buka dan baca, isinya singkat saja, aku hanya terpaku dan bengong membacanya :

Aku Juga Cinta Sama Kamu....

Yessssss.....tanpa sadar aku berteriak dan melonjak kegirangan, untung mama sudah tidur, rasanya terangkat sudah keteganganku selama ini. Kubaca dan kupandangi terus kalimat itu pada layar HP- ku, masih belum percaya. Aku hanya bisa nyengir seperti orang bloon saja, ketika akhirnya bisa menguasai emosiku, aku memutuskan untuk meneleponnya, namun kembali HP-ku berbunyi, ada SMS masuk lagi dari dia, segera kubaca dan kubuka.

Ya, kupikir kita bisa mencoba menjalaninya. Kini kamu tidur ya, bicaranya besok saja, mimpi yang indah ya, Irwan sayang.

Aku urungkan niatku meneleponnya, segera kuketik dan kukirim SMS balasanku :

Terimakasih sudah menerimaku dan memberiku kesempatan. Kini aku bisa tidur dengan bahagia. Selamat tidur juga Yanti sayang.

Lalu aku taruh HP-ku, dan segera memejamkan mata, anehnya kini aku bisa tertidur dengan bahagia, dan memang aku tidur dengan mimpi yang indah. Besok paginya aku bangun dan merasa jadi orang yang paling bahagia sedunia dan nyengir terus, sewaktu sarapan mama melihatku dan menanyakan ada apa...?? Aku hanya menjawab bohong, kubilang semalam aku nonton bola dan tim kesayanganku menang telak. Mama hanya menggelengkan kepala melihat kelakuanku. Aku belum mau membagi kebahagiaan ini dengan mama atau siapapun. Rencana berubah, aku tetap bolos kuliah namun aku ikut mama ke kantor, tak sabar rasanya bertemu Yanti. Kubilang ke mama hari ini aku malas kuliah, Cuma mata pelajaran yang membuat bosan, jadi aku mau ikut mama ke kantor saja, mama setuju saja, dan menyuruhku mandi. Mama lalu berbalik dan mau berjalan menuju kamarnya, tiba – tiba aku merasa bergairah, dari arah belakang aku mulai memeluk mama dan meremas – remas teteknya. Jadilah sebelum mandi, aku sempatkan menggarap mama., lagian semalam aku libur menidurinya. Mama juga senang, tiada yang menandingi nikmatnya seks di pagi hari sebelum memulai aktifitas harian kita.

Akhirnya setelah rapi, kami berangkat ke kantor, sesampainya di sana, aku menuju ke mejaku di ruangan mama, mendngarkan sebentar mama yang sedang berbicara dengan sekretarisnya, lalu aku permisi, segera menuju ke ruangan pujaan hatiku. Entah karena hatiku sedang senang sekali atu juga karena cintaku yang diterimanya, namun pagi itu aku melihat Yanti amat sangat cantik, melebihi biasanya, wajahnya lebih berkilauan. Aku memandangnya terpesona. Namun Yanti memang proffessional, selama jam kerja, walaupun aku mencoba mengajaknya bicara tentang hal semalam, namun dia tetap konsentrasi hanya untuk urusan kerjaan saja, akhirnya aku menyerah dan menunggu sampai jam istirahat tiba, kembali menekuni kerjaanku, walau tidak bisa konsentrasi penuh. Akhirnya jam istirahat tiba, aku ngomong pelan ke Yanti, mengajaknya makan di luar, dia mengangguk, kemudian kami berjalan ke depan, nunggu mikrolet, kami hendak makan di Mall yang tidak terlalu jauh letaknya dari kantor. Tidak ada yang aneh, karyawan lain yang melihat juga memandangnya wajar, namanya juga jam istirahat. Tidak sampai 5 menit kami sampai, aku tanya dia mau makan apa, katanya terserah aku, kuajak ke salah satu fast food, cukup ramai karena pas jam makan siang, namun kami berhasil dapat tempat duduk agak di pojok, aku segera mengorder makanan dan minuman, lalu kami duduk menunggu. Kami mulai berbicara, pelan – pelan saja.

”Yan, aku senang kamu mau mempertimbangkan untuk menerimaku...”
”Lama aku memikirkannya, Wan, kurenungkan kata – katamu, lagipula kamu sudah jujur dengan perasaanmu terhadap aku, aku sendiri juga harus jujur, memang suka sama kamu, jadi mungkin kita bisa menjalaninya.”
”Yan, seumur hidup baru kali aku pacaran, senang rasanya. Mungkin karena belum pernah pacaran, aku masih kikuk, harap maklum dan tolong ajari aku ya...”
”Nggak perlu serius kayak gitu dong, Wan. Jalani saja, mengalir apa adanya. Oh ya Wan, ada beberapa hal yang aku mau bilang ke kamu...”
”Apaan Yan...?”
”Bukan hal yang serius kok, aku mau kita menjalani hubungan ini secara terbuka, namun untuk saat ini aku rasa cukup kita dulu yang menikmatinya, di kantor kita biasa saja ya..., bukan apa – apa, aku masih canggung, takut dikira aku macari kamu, karena kamu anaknya boss, eits...jangan marah gitu, itu kan hal yang wajar terjadi, pasti akan ada anggapan begitu...”
”I..iiya..kamu benar Yan, aku setuju sama pendapatmu.”
”Lalu aku bukannya melarang, namun aku sendiri nggak terlalu nyaman kalau saat pacaran terlalu sering memakai istilah, honey, babe dan sejenisnya, apalagi di depan orang banyak, terlalu lebai. Bukannya nggak romantis, tapi kata sayang sesekali atau antara kita cukup kan. Kehangatan suatu hubungan kan nggak perlu diumbar dengan kata – kata seperti itu. Boleh sesekali tapi jangan berlebihan, gimana menurutmu...?”
”Menurutku, kamu memang cocok sama aku, Yan...hehehe, hal yang kamu ungkapakan sama dengan jalan pikiranku, kayaknya kamu memang sejiwa sama aku...”
”Bisa aja kamu...terakhir, kamu nggak harus mengantar aku pulang, kan kamu suka bareng sama mama kamu. Aku bukan tipe pacar yang menuntut haris dianter jemput. Oh ya hampir lupa, kalau sesekali kamu ada kegiatan lain di malam minggu, aku nggak masalah, ngapel kan bukan hanya malam minggu, lagian nggak wajib. Aku nggak terlalu maksain kamu.”
”Hehehe...seperti kataku tadi, Yan....kamu benar – benar sejiwa sama aku.”

Akhirnya pesanan kami datang, makan bersama dengan seseorang yang aku cintai, rasanya jauh lebih nikmat. Sambil makan, sesekali aku mencuri – curi pandang ke wajahnya. Akhirnya kami kelar makan, lalu memilih turun ke bawah dengan berjalan dan lewat tangga jalan, nggak pakai lift, sekalian menenangkan perut yang baru diisi. Setibanya di luar, kami segera mencari kendaraan yang menuju kantor. Jam istirahat di kantor kami memang nggak terlalu ketat, prinsip mama, boleh ngaret sedikit. Lagipula kan kadang saat jam pulang ada kalanya pegawai harus tetap menunggu sebentar untuk menyelesaikan kerjaannya atau nggak bisa on time istirahat pas jam istirahat dimulai, jadi sama – sama adil. Akhirnya kami tiba di kantor dan kembali tenggelam dalam kesibukan dunia usaha. Pulangnya, aku nggak antar Yanti, karena dia harus memeriksa beberapa laporan bersama beberapa karywan lainnya. Pelan, aku pamit padanya dan mengerdipkan mata, dia hanya tersenyum.

Sudah hampir 4 bulan kini aku menjalani hubunganku dengan Yanti, penuh romantika dan membuatku bahagia. SMS – SMS mesra, kata – kata rayuan, jalan saat malam minggu atau pulang kantor. Mama sedikit banyak mulai rada curiga karena setiap malam minggu, sore – sore aku sudah rapi dan wangi, secara berseloroh, mama bilang, kapan mau kenali pacarmu ke mama, Wan. Aku hanya senyum saja, belum mau mengungkapkan siapa kekasihku. Di kantor pun hubungan kami berjalan seperti biasa, nggak ada yang tahu atau curiga kami pacaran, memang Yanti bawaannya kalem dan juga nggak suka bergosip. Secara pasti kemajuanku di kantor mama mulai menunjukkan hasil, mama menerima laporan dari bawahan dan juga staffnya kalau aku memang berbakat untuk melanjutkan usaha mama. Mama senang mendengarnya.

Jangan dikira hubunganku dengan Yanti penuh dengan adegan – adegan panas, salah banget...jauh dari itu, bagiku Yanti special, aku tidak mau menyakiti hatinya. Hubungan kami berjalan bagai sejoli dalam roman percintaan, penuh tahapan, bergandengan tangan, cium pipi, lalu meningkat mulai berciuman, tapi nggak lebih dari itu. Satu hal yang membuatku terkejut dan kagum pada Yantiku, saat dia bilang agar selama pacaran kami menahan diri, dia memahami gaya pacaran zaman sekarang, dan nggak munafik untuk pura – pura mencelanya, dia bilang kalau hubungan kami sudah sampai tahap itu dia nggak ragu atau pura – pura menolak, atau melarang pasangannya pegang – pegang, dia tahu yang namanya keisengan orang pacaran, tapi dia sangat – sangat mengingatkanku, kalau sampai sebatas pasangannya yaitu aku keluar, dia mau, toh banyak cara untuk itu, namun dia nggak mau dan nggak akan mau untuk melakukan hubungan badan, baginya itu hal paling berharga, hanya untuk pasangan yang paling istimewa alias suaminya nanti...dengan kata lain Yanti masih perawan. Sungguh luar biasa gadis pilihanku, aku makin menyayangi dan menghormatinya. Aku juga bertekad untuk tidak merusak impiannya.

Hari ini Sabtu, Kak Erni datang ke Jakarta, kali ini ditemani Kak Indra, pacarnya, Kak Indra sendiri sudah sering datang berkunjung ke rumah, kebetulan keluarganya ada juga di Jakarta. Kami berempat, mama, aku , kak Erni dan kak Indra berkumpul di ruang tamu, larut dalam percakapan yang hangat dan penuh canda. Kak Erni membawakan undangan acara wisudanya. Rencananya mama dan aku akan hadir ke sana. Selagi masih larut dalam kegembiraan mendengar kak Erni akan diwisuda, mama dan aku kembali menerima kejutan besar, kejutan besar yang menyenangkan, kak Indra berbicara dengan sopan ke mama, sesekali disela kak Erni. Mereka mau menikah dan meminta restu mama, rencananya kalau mama setuju, keluarga kak Indra yang memang sudah mendesak agar kak Erni dan kak Indra segera menikah setelah kak Erni diwisuda nanti, akan menyusun waktu lamarannya. Mama menangis bahagia mendengar rencana ini, tentu saja sebelum memberikan persetujuan, menanyakan dahulu kesediaan dan kesiapan kak Erni, kak Erni menjawab mantap sudah siap. Mama memberikan restunya. Kak Erni meneteskan air mata bahagia, kak Indra juga, aku ikut terharu, lalu mama memeluk mereka, aku juga ikut memeluk bahagia. Kami lanjutkan pembicaraan, topik telah berganti, kini ramai membahas masalah rencana pernikahan. Mama bilang agar kak Erni menelepon opa dan oma, namun kakErni bilang nanti saja, lebih suka mengabarkan langsung, pasti opa dan oma senang karena cucu kesayangannya akan segera menikah. Di tengah pembicaraan, secara otomatis, aku yang dikira jomblo, menjadi bulan – bulanan ejekan mereka, kata mereka kapan aku mau nyusul. Sebenarnya aku nggak mau merusak moment bahagia kak Erni, tapi tidak ada salahnya membuat sedikit pengumuman juga, kagak enak dikira jomblo terus...

”Ngg...gimana ya, sebenarnya sih Irwan yang kece ini sudah hampir 5 bulan ini punya pacar...,” kataku membela diri.
”Hahaha....belagak doang tuh, biar kagak diledek..,” balas kak Erni.
”Kayaknya sih nggak deh Er, soalnya mama lihat, nih anak memang belakangan ini tiap malam minggu selalu rapi dan menghilang meninggalkan mama sendiri di rumah, terlalu rajin SMS, kebanyakan nyengir, mama juga penasaran sih, tapi si Irwan sok misterius gitu...,” bela mamaku.
”Tul begitu..., tuh kan, kak Erni sudah dengar apa kata mama, inga mama sendiri yang menyaksikan..jadi ledekan kaka sudah nggak berlaku lagi..” balasku senang.
”Ah...itu belum membuktikan apapun, orangnya siapa juga nggak ketahuan, kalau memang benar, buktiin atu paling nggak kasih tahu siapa, kali aja aku dan mama kenal.,” cuap kak Erni kagak mau kalah.
”Ehem...baiklah, baiklah, tenang para penonton sekalian, di sini Irwan akan membuka rahasianya...tenang. Sebenarnya nggak misterius kok, mama juga kenal...” kataku.
”Masa sih, Wan...siapa...? Penasaran juga mama, wanita mana yang bisa membuat anak mama yang cuek ini bertekuk lutut, siapa sih...,” mama makin penasaran.
”Alah..kelamaan, kasih tahu saja deh...,” kak Erni menimpali, kak Indra hanya nyengir.
”Baiklah..., ma, selama ini Irwan menjalin hubungan sama orang di kantor mama, Irwan harap mama nggak marah karena Irwan pacaran sama karyawan mama yaitu....Yanti.”
”Hah...Yanti ? Tunggu dulu..tunggu dulu...anak keuangan itu maksudmu...?”
”Benar ma, mama nggak keberatan kan Irwan pacaran sama pegawai mama...?”

Belum juga mama menjawab, kak Erni yang bawel sudah nyerocos, nggak bisa nahan diri dan penasaran untuk mengetahui lebih banyak mengenai pacar adiknya.

”Kayak gimana orangnya ma...? Cakep..? baik..? Penasaran banget, besok mau ke kantor mama ah sama Indra, mau lihat perempuan macam mana yang bisa ngelumerin hati si Irwan jelek ini...!!” serentetan kalimat, meluncur hanya dalam satu tarikan nafas dari mulut bawelnya. Mama menenangkannya.

”Tenang dulu..tenang dulu, mama mau ngomong nih....” kata mama, lalu menatapku.
”Benar, kamu serius sama Yanti, Wan...?”
”Iya..ma, Irwan belum pernah seserius ini...mama keberatan ? marah ?” tanyaku gugup.
”Ya ampun Irwan....lha nggak lah, itu kan pilihan kamu. Mama justru senang karena kamu pandai memilih wanita. Yanti itu anak yang baik, cerdas, cantik, mama malah mensupport kamu. Bagi mama kamu telah memilih pilihan yang baik, mama senang mendengarnya, tidak melarang kamu. Urusan dia pegawai mama..? Itu bukan alasan, mama bukan orang seperti itu, kalau itu pilihan anak mama, selama pilihannya baik, mama tidak akan melarang. Lanjutkan saja hubungan kalian, sungguh mama senang mendengarnya,” mama memelukku senang, kak Erni makin penasaran.
”Eit...eit...tunggu dulu, kalau dengar promosi mama, kayaknya, pacarnya si jelek ini, oke punya ya, ma, gimana orangnya ma...?” cerocosnya lagi.
”Yanti itu orangnya seperti yang mama katakan tadi, Er. Cantik, sopan, rajin, pintar, nggak banyak omongpokoknya setiap orangtua akan senang menjadikannya sebagai mantu. Prestasi kerjanya juga sangat bagus. Memang umurnya lebih tua sedikit dari Irwan, sepantaran kamu, Er, tapi mama rasa itu bukan masalah kok. Heran, mama saja nggak tahu kalau si Irwan bisa – bisanya pacaran sama Yanti. Kecolongan deh, mama, nih anak bisa saja milih barang bagus,” kata mama sambil becanda.
”Pokoknya kamu mesti kenalin dia ke kakak ya, Wan, awas kalau nggak, benjol kamu.” kata kak Erni lagi. Kak Erni memang jarang ke kantor mama, juga nggak terlalu familiar dengan pegawainya.

”Kayaknya masih sore nih, gimana kalau kamu telepon dia, Wan. Kita ajak dia makan di luar, sekalian memuaskan rasa ingin tahu kakakmu yang bawel ini.” usul mama.
”Ngg...gimana ya, mungkin dianya malu, ma” kataku ragu.
”Dicoba saja dulu...kamu kan paling pintar merayu,” canda mama.

Aku segera bangun dan berjalan menjauh, dan mulai meneleponnya dari HP-ku, seperti dugaanku, mula – mula Yanti tidak terlalu senang mendengar aku memproklamirkan hubungan kita. Namun aku menerangkan alasanku, juga menambahkan, aku mau menjalani hubungan yang terbuka yang direstui oleh mamaku. Yanti terdiam, merenungkan kata – kataku. Lalu aku lanjutkan, aku mau mengenalkannya pada kakakku, dan kami mau menjemputnya, mengajaknya makan di luar. Yanti akhirnya setuju.

”Gimana,Wan..??” tanya kak Erni antusias.
”Beres...,” jawabku sambil mengedipkan mata.
”Seperti kata mama, kamu memang pintar ngerayu...hehehe” ledek kak Erni.

Akhirnya aku dan mama segera mandi dan rapi – rapi, kak Erni dan kak Indra menunggu sambil menonton TV. Setelah semua siap, mama bilang dia mau mentraktir kami makan di restaurant X, sebuah retaurant yang cukup mahal dan berkelas, katanya untuk merayakan moment special dan bahagia hari ini, bolehlah sekali – kali dia traktir kami di tempat special. Kami sependapat dan setuju. Kali ini kak Indra yang menyetir, kak Erni duduk di depan menemani, aku dan mama di belakang, aku tunjukkan arah ke rumah Yanti, tidak terlalu lama kami sampai. Aku segera turun, dan tak lama aku dan Yanti keluar dari ruah, kulihat kak Erni memandang dari kaca mobil, menilai Yanti. Setelah masuk ke mobil, kak Indra mulai menjalankan kendaraan, dia sudah tahu arah tempat yang kami tuju.

”So...sore bu Susan...,” salam Yanti gugup ke mama.
“Sore Yan, aduhh, kamu jangan gugup begitu, juga nggak perlu terlalu formil, ini kan bukan di kantor, saya sudah tahu hubungan kamu sama Irwan, jadi kalau di luar kantor, panggil saja tante, nggak perlu sungkan,” mama mencoba mencairkan ketegangan Yanti.
“I…iiiyaa bu, eh tante...,” jawab Yanti.
”Ehem...ehem...,” kak Erni yang bawel mulai beraksi.
”Oh iya, Yan, kenalin ini kakakku Erni, yang menyetir itu kak Indra, calon suaminya.” aku menerangkan. Kak Erni membalikkan sedikit tubuhnya dari jok depan, menjabat tangan Yanti.
”Erni....kakaknya si jelek ini, namun kamu boleh panggil saya Erni, kagak usah pake kak..kak segala...,” kak Erni memulai perkenalan.
”Iya...kak Erni, saya Yanti.” Yanti masih agak grogi. Kak Indra hanya memalingkan wajah sekilas dan tersenyum ke arah Yanti, soalnya lagi nyetir. Perjalanan agak lama, agak macet, mungkin jalanan agak penuh dengan orang yang mau jalan keluar, maklum Sabtu sore. Suasana di mobil mulai rileks, Yanti yang walaupun sepantaran dengan kak Erni, tetap memilih memanggilnya kak Erni, menunjukkan kesopanannya. Yani juga sudah tidak canggung lagi bercakap dengan mama. Karena pasangan baru, maka aku hanya bisa pasrah, saat mama dan Kak Erni dengan sadis dan puas membongkar semua tingkahku saat masih kecil dan remaja. Pokoknya suasana cukup santai dan meriah. Akhirnya kami sampai di restaurant. Makan malamnya sangat enak, ditambah suasana hati kami yang sedang bahagia, makin klop. Mama bahkan melibatkan Yani membicarakan masalah perkawinan kak Erni, entahlah mungkin mama memang merasa klop dan senang dengan pilihanku. Singkat kata acara saat itu sukses dan bisa menjadi awal yang baik sebagai moment perkenalan yanti dan keluargaku. Di sini aku bilang perkenalan ke keluarga, karena hubungan mama dan Yanti di kantor tentu beda dengan hubungan di luar kantor. Akhirnya setelah puas dan kenyang, kami bersiap pulang, mama meminta bon dan membayar dengan kartu kreditya. Kami pun pulang, mengantar Yanti, sesampainya di rumah yanti, aku bilang ke mama, aku ikut turun dan nanti pulang sendiri, mama maklum, kak Erni meledek. Yanti lalu dengan sopan mengucapkan terimakasih dan pamit pada mama, kak Erni dan kak Indra. Mama dan kak Erni mencium pipi Yanti. Mobil akhirnya meninggalkan kami. Aku mengantar Yanti masuk ke dalam rumah. Yanti masuk ke dalam mengambil minuman.

”Terimakasih ya,Yan, hari ini aku senang sekali.” kataku
”Aku juga, Wan, walau awalnya aku agak marah karena kamu tanpa persetujuanku memproklamirkan hubungan kita, tapi sepertinya kamu benar, dan aku jujur saja senang dan menikmati acara tadi.”
”Mama dan kakakku kayaknya suka sama kamu,Yan. Aku tahu pasti dari cara mereka berbicara dan bersikap padamu.”
”Syukurlah kalau mereka bisa menerimaku, Wan.”

Kami melanjutkan pembicaraan sambil menonton TV, ketika sudah jam 9, aku pamit pulang, naik Taxi sajalah, Yanti mau memesankan, tapi aku bilang nggak usah, aku jalan saja ke depan, sekalian melemaskan kaki. Sebelum pulang aku kecup pipi Yanti. Lalu Yanti mengecupku dan mencium dengan lembut bibirku, lama.

”Terimakasih untuk hari yang indah ini, Wan.”
”Sama – sama, Yanti sayang.”
”Ya sudah, kamu pulang, hati – hati ya, titip salam sama mama dan kakakmu, nanti kalau sudah sampai, SMS aku, yah. I Love You.”

Aku lalu berjalan ke arah depan, menuju gerbang kompleks, kunyalakan rokokku, Yanti tidak melarang aku merokok, karena dia tahu aku merokok tidak terlalu sering, jarang. Sambil berjalan, aku tersenyum - senyum, hari ini sangat menyenangkan, mama mengethui dan merestui hubungan kami. Kak Erni dengan pengumuman bahagianya, Yanti juga senang...apalagi yang bisa kuharapkan...hidup itu indah.

Sesampainya di rumah, sepi, lalu kulihat mama dan kak Erni sedang asik ngobrol di dekat kolam renang, nggak jelas karena lampunya dimatikan sih, biasa gosip sambil ngadem, kak Indra sudah pulang, aku SMS Yanti memberitahu aku sudah di ruma, lalu aku ke dapur bikin 3 cangkir kopi susu, lalu membawanya ke sana, ikut gabung.

”Nah...nah...Don Juan sudah pulang,” ledek kak Erni
”Hahaha...ngeledek terus nih...jadi gimana penilaian kak Erni.”
”Perfect...100% Perfect. Ya Cantik, Ya cerdas, ya sopan, juga sayang sama kamu, pilihan kamu bagus Wan, kakak sependapat sama penilaian mama. Bisa saja kamu nyari yang kayak gitu..” terang kak Erni. Kalau itu kata kak Erni, aku percaya, sebab kak Erni memang ahli menila orang.
”Irwan gitu lho....,” kataku lagi.
”Wan, kamu harus jalani hubungan kamu dengan serius, mama suka sama Yanti, kamu jangan sembarangi dia ya, mama kayaknya mulai sayang sama dia,” kata mama.
”I..iiya ma,”jawabku singkat.

Lalu kami larut dalam obrolan, kali ini topiknya didominasi rencana menghadiri wisuda dan juga mematangkan rencana pernikahan kak Erni. Rencananya 2 atau 3 bulan setelah diwisuda, keluarga besar kak Indra akan datang ke Jakarta, melamar kak Erni sekaligus menentukan hari pernikahan. Kak Indra sendiri akan bekerja di Jakarta, di salah satu Perusahaan keluarganya, juga tinggal di Jakarta, namun tidak di rumah kami, dengan uang tabungan dan ditambahi sedikit sama papanya, dia sudah membeli rumah, tidak terlalu jauh dari rumah kami kata kak Erni. Mama bahagia mendengarnya. Tak lama mama, bangun, ngantuk katanya dan meninggalkan kami. Mama memang selalu begitu, kalau ada kak Erni, nggak terlalu mendominasi diriku, dia mengerti. Kini hanya aku dan kak Erni.

”Kak, selamat ya...Irwan senang akhirnya kakak Irwan yang bawel ini dapat jodoh juga...”
”Selamat tapi ngeledek gitu...”
”Nggak...serius deh....terus Irwan mau omongin hubungan kita...”
”Sebenarnya kakak juga mau ngomongin itu Wan, jadi kamu dengerin saja ya...”

Akhirnya aku diam dan bersiap mendengarkan, sejujurnya saat aku mendengar kak Erni akan menikah, aku senang dan dengan rela serta dengan kesadaranku mau mengakhiri hubungan kami, bahkan mau berbicara lebih dahulu, namun kak Erni memutuskan dia dulu yang bicara, sebuah keputusan yang akhirnya berbalik dengan rencanaku.

No comments:

Post a Comment